Resensi Novel The Magic Library Jostein Gaarder: Misteri Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken – The Magic Library: Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken merupakan salah satu karya seorang penulis novel dan literasi anak asal Norwegia, Jostein Gaarder. Bersama Klaus Hagerup–penulis bacaan anak dan remaja–keduanya sukses memberikan penggambaran akan keindahan dan keistimewaan dunia perbukuan melalui cerita yang mereka tuang dalam novel The Magic Library ini.
Novel dengan tebal 284 halaman ini adalah terjemahan dari judul aslinya, yaitu Bibbi Bokkens Magische Bibliothek yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1993. Melalui karyanya ini, penulis mencoba untuk mengajak pembaca berjelajah bersama kedua tokoh di novel ini, yakni Berit dan Nils dalam mengangkat rahasia ‘perpustakaan ajaib’ milik Bibbi Bokken ini.
Dalam novel ini banyak pula wawasan akan segala hal yang berkaitan dengan literasi dan perpustakaan, seperti halnya sistem pengelompokan di perpustakaan, asal mula mesin percetakan, perpustakaan unik dan menarik di negera Norwegia, serta yang lainnya.
Seperti yang sudah diketahui bahwa novel ini memang sudah dituliskan sejak lama oleh kedua penulis. Oleh karena itu, dapat dipahami mengapa dalam novel ini Nils dan Berit kerap menggunakan media surat-menyurat atau yang mereka sebut dengan ‘Buku Surat’ sebagai metode atau cara berkomunikasi antarmereka yang memiliki keterbatasan jarak. Dengan demikian, cerita di novel ini patut menjadi kisah klasik yang tidak akan termakan oleh waktu.
Menariknya, novel ini terbagi menjadi dua bagian atau bab. Pada bagian pertama, diberi tajuk “Buku-Surat”, sementara di bagian kedua berjudul “Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken” yang berisikan pemecahan misteri dan teka-teki akan perpustakaan ajaib tersebut. Kemudian, Gaarder dan Hagerup menarik pembaca agar dapat berkhayal tanpa batas ruang guna meningkatkan rasa keingintahuan akan cerita dalam novel.
Lantas, siapakah Bibbi Bokken itu dan apa keistimewaan dari ‘perpustakaan ajaib’ yang dimilikinya?
Table of Contents
Sinopsis Novel The Magic Library
The Magic Library mengisahkan dua remaja sepupu berusia 12-14 tahun bernama Nils Boyum dan Berit Boyum. Nils menetap di Oslo, sementara Berit tinggal di Fjaerland. Meskipun keduanya menetap di kawasan Norwegia, tetapi domisili mereka terbilang jauh, kurang lebih ratusan kilometer.
Sesudah mereka melakukan pertemuan terakhir di liburan musim panas, keduanya sepakat dan memutuskan untuk tetap menjalin komunikasi melalui surat-menyurat yang mereka sebut dengan istilah ‘buku-surat’.
Buku-Surat tersebut berisikan kumpulan surat yang mereka lakukan setiap kali berkomunikasi antara satu sama lain, kemudian dijadikan dalam sebuah buku. Namun, ternyata ada seseorang yang tertarik akan buku-surat yang dimiliki oleh Nils dan Berit, nama orang tersebut adalah Bibbi Bokken. Mengapa Bibbi Bokken bisa tertarik dengan buku-surat tersebut?
Hal itu karena di dalam surat tersebut membahas terkait Bibbi Bokken beserta Perpustakaan Ajaib miliknya. Awalnya, dalam buku-surat itu, Nils dan Berit menuangkan berbagai macam hal, tetapi mereka justru berfokus menjadi seorang detektif cilik yang mana sedang berusaha memecahkan teka-teki terkait siapa sesungguhnya Bibbi Bokken dan organisasi atau kongsi apa yang ada di di dalamnya.
Bibbi Bokken dengan kawanannya mempunyai suatu rencana atau misi rahasia terhadap buku-surat yang dimiliki Nils dan Berit. Secara diam-diam, Nils dan Berit menjadi seorang ala-ala detektif guna melakukan penyelidikan pada Bibbi Bokken.
Berit yang kawasan kediamannya sama dengan BibbI Bokken, tepatnya di Fjaerland, mempunyai tugas dan pekerjaan yang cenderung berat sebab ia harus berjumpa secara langsung dengan Bibbi Bokken.
Sementara Nils yang kediamannya berada di Oslo, tengah dimata-matai oleh beberapa orang yang diduga sebagai suruhannya Bibbi Bokken. Semakin lama, penyelidikan terhadap Bibbi Bokken semakin menantang dan menari, Nils dan Berit mendapati clue yang menyatakan bahwa Bibbi Bokken merupakan seorang bibliografer.
Misteri terkait penyelidikan Bibbi Bokken semakin berlanjut saat Nils dan Berit mendapati fakta dan keterkaitan yang baru. Tak hanya itu, cerita dalam novel ini semakin menarik saat banyak pihak yang terlibat, seperti halnya pengajar dari sekolah Nils, terlebih istrinya yang merupakan kawan lama dari Bibbi Bokken.
Tidak sampai di situ saja, saat ibunya Nils memperoleh hadiah liburan ke Roma, seperti sudah dikonsepkan oleh Bibbi Bokken. Hal itu karena sesampainya di Roma, Nils pun memperoleh surat dari Bibbi Bokken yang tergeletak di penginapan hotelnya, kemudian memerintahkan untuk menemui seseorang.
Bahkan, Meskipun Nils sedang berada di Roma sekalipun, tetapi tetap ada saja ‘suruhan’ dari Bibbi Bokken yang berada di sekeliling Nils, terlebih ‘Smiley’ yang kerap kali menguntit Nils saat melakukan pertemuan dengan istri dari gurunya di sebuah cafe. Berit yang berada di Fjaerland pun menyusup ke dalam rumah Bibbi Bokken sebab Berit mengetahui bahwa Bibbi Bokken kerap kali menerima buku.
Akan tetapi, unik dan anehnya adalah ketika Berit sedang berada di rumah Bibbi Bokken, dirinya tak menemukan dan mendapati satu buku pun. Malahan, ketika itu, Berit justru hampir ketahuan oleh Bibbi Bokken, tetapi untung saja Berit dengan segera keluar dari kediaman Bibbi Bokken dan berhasil.
Kemudian, setelah pulang dari Roma, Nils melakukan pertemuan dengan Berit di Fjaerland. Berit yang melihat Nils tidak membawa buku-surat milik mereka, menyuruh Nils untuk segera mengambilnya. Ketika kembali menemui Berit, Nils marah dengan semua yang terjadi. Sampai akhirnya, Nils dan Berit melakukan kesepakatan untuk mendatangi Bibbi Bokken secara langsung.
Ketika berada di kediaman Bibbi Bokken, Nils dan Berit terkejut dengan apa yang mereka lihat, kemudian Bibbi Bokken memberi tahu dan menjelaskan semuanya pada mereka.
Lantas, Apa yang sebenarnya mereka lihat saat di kediaman Bibbi Bokken? Apa yang Bibbi Bokken ceritakan kepada Nils dan Berit? Apakah itu merupakan sebuah pertanda bahwa mereka telah berhasil memecahkan misteri terkait Bibbi Bokken? Siapakah sebenarnya Bibbi Bokken itu?
Untuk mengetahui kisah selengkapnya, ikuti kisah Nils dan Berit dalam memecahkan misteri Bibbi Bokken tentu dengan membaca novel The Magic Library.
Malam Natal tahun ini sungguh menyedihkan bagi Cecilia. Dia sakit keras dan mungkin tak akan pernah sembuh. Cecilia marah dan menganggap Tuhan tak adil. Namun, terjadi keajaiban. Seorang malaikat–Ariel namanya–mengunjungi Cecilia. Mereka berdua kemudian membuat perjanjian.
Cecilia harus memberitahukan seperti apa rasanya menjadi manusia dan Malaikat Ariel akan memberitahunya seperti apa surga itu. Buku ini memenangi Norwegian Bookseller Prize dan diadaptasi ke dalam film yang juga memenangi Amanda Award, anugerah tertinggi perfilman Norwegia pada tahun 2009.
Hal yang Menarik dari Novel The Magic Library
Melalui novel The Magic Library, pembaca memperoleh pesan bahwa buku adalah suatu jalan untuk memberikan pengetahuan. Membagi ilmu, pengalaman, ataupun secercah inspirasi, baik itu dengan seseorang yang berada jauh ratusan hingga ribuan mil di sana maupun dengan seseorang yang lintas generasi.
Memiliki hobi atau gemar terhadap membaca buku adalah suatu keharusan bagi setiap orang karena dengan demikian justru mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri sehingga dapat saling berbagi pengetahuan juga ilmu.
Dalam novel The Magic Library ini, dituliskan bahwa terdapat sebuah proyek besar perpustakaan yang memuat seluruh buku bacaan, majalah, termasuk koleksi video yang berputar di Norwegia di suatu kawasan. Tujuannya adalah untuk berbagi dengan masa yang akan datang.
Keunggulan dari buku The Magic Library ini, yaitu membuat para pembacanya turut memikirkan memikirkan misteri dan teka-teki yang diangkat oleh sang penulis, terlebih bahasa yang digunakan terbilang ringan dan mudah. Hal itu karena digambarkan yang menulis merupakan seorang anak kecil.
Tidak hanya itu, novel ini penuh akan makna tulis-menulis, seperti halnya surat-buku yang dimiliki oleh Nils dan Berit. Gaya penulisan dalam novel ini terbilang unik sebab penulis membagi novel ini menjadi dua bagian.
Pada bagian pertama, menceritakan terkait isi dari ‘buku-surat’ yang dikirimkan oleh Nils dan Berit secara bergantian, sementara pada bagian kedua merupakan plan mereka berdua, yakni Nils dan Berit sesudah pertemuan secara langsung dan merancang rencana untuk memecahkan teka-teki yang selama ini mengusik mereka–dengan Nils dan Berit sebagai naratornya.
Melalui novel The Magic Library ini, para pembaca akan diajak memahami beragam khayalan dan imajinasi luar biasa yang anak-anak miliki dalam menyelesaikan teka-teki dan persoalan yang tengah mereka hadapi. Selain itu, pembaca pun akan memperoleh informasi mengenai literasi dan sejarah perbukuan, misalnya, sistem penyusunan berbagai buku di perpustakaan, sejarah mesin percetakan, tempat perpustakaan unik di Norwegia, cara memperkaya tulisan-tulisan fiksi, dan tentunya masih banyak lagi.
Kemudian, teruntuk sebuah buku yang berisikan cerita berdasarkan perspektif anak usia 12 tahun ataupun sepantarannya, The Magic Library dapat dikatakan bukanlah suatu buku yang biasa ataupun sederhana. Hal tersebut dapat diketahui dengan membaca beberapa kalimat yang menjadi percakapan antara Berit dan Nils dalam novel ini, pembaca dapat mengetahui bahwa mereka sangat senang membaca novel dan merasa bangga dengan hobi dan kegemarannya tersebut.
Selain itu, wawasan pengetahuan Berit dan Nils, terutama akan bacaan sastra, sangatlah luas. Hal tersebut banyak dibuktikan melalui percakapan mereka yang terdapat dalam novel ini. Lalu, dengan melihat gambaran dan uraian mengenai isi cerita Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken dalam novel ini, kita selaku pembaca yang peka akan problematik perbukuan dan budaya literasi, tentulah merasa sangat tertinggal.
Pasalnya, di tengah hebohnya budaya menonton televisi dan bermain suatu permainan visual yang saat ini sedang menimpa usia anak-anak, malah penulis dari mancanegara yang mengemukakan dan membuat solusi mengenai tema yang terbilang sukar dijumpai di Indonesia.
Tema yang dimaksud adalah kegemaran aktivitas membaca buku yang memicu anak-anak untuk mengeksplorasi lebih jauh rasa keingintahuannya menjadi sesuatu yang bermanfaat, baik itu untuk diri sendiri maupun orang lain. Di samping itu, di dalam novel ini terdapat kesenangan dalam berfantasi yang Nils dan Berit cari.
Perlu diketahui pula bahwa kemampuan berfantasi seorang anak akan sangat membantu kemampuannya dalam melakukan aktivitas tulis-menulis. Hal itu yang menjadi alasan bahwa seorang anak perlu dirangsang secara rutin terhadap fantasinya agar menciptakan berbagai bacaan yang membangkitkan fantasi.
Seperti yang diketahui bahwa di dalam novel ini membahas mengenai sebuah perpustakaan yang mana tugas dari perpustakaan adalah pusat penyedia informasi dan referensi belajar. Membaca juga sebagai satu-satunya perantara dan cara untuk menjadi pembaca yang baik, memiliki kosakata yang mencukupi, mengembangkan dan meningkatkan gaya penulisan yang baik, memperluas penguasaan segi tata bahasa, serta cara untuk menjadi seorang pengeja yang baik pula.
Hal lainnya yang tak kalah menarik, yakni novel The Magic Library ini sebenarnya menghadirkan situasi terkini mengenai dunia perbukuan dengan cara yang unik dan menarik. The Magic Library mengilustrasikan persaingan antara buku dan film dengan cukup apik. Di masa sekarang ini, barangkali sebagian pembaca cenderung memilih untuk menonton sebuah film dibandingkan membaca sebuah buku.
Hal itu karena menonton film akan jauh lebih mudah apabila dibandingkan dengan membaca buku. Pemikiran itu pula yang mengakibatkan minat baca maupun literasi di berbagai kalangan, khususnya remaja menjadi menurun dan rendah. Berdasarkan hal demikian, Gaarder melalui bukunya ini mencoba untuk menyampaikan keprihatinannya akan situasi dan konsisi yang dialami saat ini dengan cara yang sangat luar biasa.
Selain pemikiran Gaarder yang sangat cemerlang ini, penyampaian yang dilakukan oleh Gaarder pun sangatlah sederhana, tetapi bermakna dan mendalam.
Sejak kecil, Petter lebih suka menyendiri di dalam dunia yang dia ciptakan. Dia terobsesi dengan cerita-cerita, terutama dengan Panina Manina, sang Putri Sirkus yang dikarangnya sendiri. Hingga dewasa pun, imajinasinya terus merajalela. Tak heran dia dijuluki Petter “si Laba-laba”
Akan tetapi, Petter membenci ketenaran dan tak mau mempublikasikan tulisannya. Dia memilih menciptakan Writers Aid, sebuah program yang didesain untuk menyediakan cerita-cerita bagi para pengarang-pengarang internasional yang mengalami kebutuhan ide.
Meskipun programnya ini pada awalnya sangat sukses, Petter akhirnya terjebak dalam jaring yang ditenunnya sendiri.
Hal yang Kurang dari Novel The Magic Library
Bagi yang sudah membaca novel The Magic Library karya penulis Jostein Gaarder ini, barangkali akan merasakan alur yang membosankan pada saat di awal, novel ini memiliki kesan kekanak-kanakan pada bagian awal. Lalu, di bagian surat-menyurat antara Nils dan Berit terasa sedikit random.
Selain itu, hadirnya karakter tokoh antagonis pun terbilang kekanak-kanakan. Apabila dilihat dari judul dan pembawaan cerita dalam novel ini yang mana terlalu imajinatif, pembaca akan menyangka bahwa The Magic Library akan lebih diperluas dan dieksploitasi lagi.
Dalam novel ini juga terdapat bagian di mana tokoh utama yang sedang mengunjungi Perpustakaan Ajaib milik Bibbi Bokken, tetapi bagian itu kurang terlihat jelas atau kurang terekspos, seakan batu tumpuan melompat menuju adegan selanjutnya.
Adapun tokoh Bibbi Bokken dalam novel ini seakan terlihat sebagai sosok yang misterius di bagian awal, tetapi lama kelamaan justru sosoknya semakin tidak terlalu dominan. Bahkan yang kerap kali hadir dan mendominasi ialah karakter tokoh “Smiley” yang membuat suasana semakin mencekam dan seru.
Dibutuhkan ketelitian dalam menebak tokoh karakter antagonis maupun protagonis dan beberapa petunjuk dan mengacu pada permasalahan cerita di novel ini. Lalu, novel The Magic Library mempunyai alur imajinasi liar khas anak-anak yang sukar untuk ditebak, terlebih dalam menyelesaikan persoalan Bibbi Bokken dan perpustakaan ajaibnya,
Seperti yang sudah dijelaskan pula bahwa novel ini terdiri atas dua bagian yang mana bagian pertamanya berisikan ‘Buku-Surat’ antara Nils dan Berit, sementara bagian keduanya adalah ketika Nils ke Fjaerland dan berjumpa dengan Berit untuk bersama memecahkan teka-teki dan misteri perpustakaan milik Bibbi Bokken. Pada bagian ini pula digambarkan oleh dua perspektif, yaitu Berit dan Nils secara bergantian.
Namun, cukup disayangkan bahwasannya pada bagian tersebut tidak adanya perbedaan font atau sesuatu yang mencolok sebagai pembeda antara bagian Nils dan Berit. Dalam hal ini, pembaca diharuskan fokus dan awas terhadap sudut pandang siapa yang sedang bercerita.
Terlepas dari segala hal kekurangan ataupun kelemahan dalam buku The Magic Library, kalian tidak akan dibuat menyesal membaca novel ini sebab ada banyak hal dan pesan menakjubkan yang dapat kalian jadikan buah pembelajaran.
Kesimpulan Resensi Novel The Magic Library
Bagi kalian yang belum mengetahui gaya penulisan dari karya-karyanya Jostein Gaarder, alangkah baiknya sering-seringlah membaca novelnya. Tujuannya agar kalian dapat lebih menerima dan menyerap berbagai gagasan ataupun ide yang hendak disampaikan oleh Gaarder selaku penulis.
Dengan kata lain, buku ini wajib dijadikan daftar bacaan yang sangat recommended dan layak untuk dibaca. Ide dan gagasan cemerlang, serta keelokkan amanat yang disuguhkan oleh Gaarder, akan menutupi alur cerita yang barangkali terkesan membosankan bagi beberapa pembaca.
Seperti halnya yang sudah dibahas sebelumnya, meskipun pada bagian awal beberapa pembaca cenderung merasakan kesan ‘biasa saja’, tetapi novel ini justru menyampaikan sesuatu yang luar biasa di bagian akhir melalui setiap kata dan kalimat yang dirangkai oleh sang penulis. Hal tersebut justru yang akan membuat pembaca tidak akan menyesal untuk membaca novel ini hingga akhir halaman.
The Magic Library akan sangat bagus dan layak untuk diberikan dan dibaca oleh kalangan remaja awal agar semakin menanamkan rasa kecintaannya terhadap kegiatan literasi, dalam hal ini adalah membaca buku. Novel ini pun sangat memadai dimiliki dan dibaca oleh semua kalangan, baik itu pecinta buku maupun bukan pecinta buku sekalipun.
Bisa saja setelah membaca novel ini, seseorang yang tadinya tidak gemar membaca buku, justru akan jatuh cinta pada buku. Seperti kata pepatah yang menyebutkan, Cinta datang karena terbiasa. Maka begitu pula dengan membaca buku, diperlukannya proses adaptasi di awal sehingga lambat laun akan terbiasa membaca buku.
Itulah Resensi Novel The Magic Library karya Jostein Gaarder. Apabila Grameds tertarik dan ingin memperluas pengetahuan terkait bidang apapun atau ingin mencari novel dengan berbagai genre, tentu kalian bisa temukan, beli, dan baca bukunya di Gramedia.com dan Gramedia Digital karena Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas bagi kalian yang ingin menimba ilmu.
Penulis: Tasya Talitha Nur Aurellia
Sumber: dari berbagai sumber
Sophie, seorang pelajar sekolah menengah berusia 14 tahun. Suatu hari sepulang sekolah, dia mendapat sebuah surat misterius yang hanya berisikan satu pertanyaan, “Siapa kamu?”
Belum habis keheranannya, pada hari yang sama dia mendapat surat lain yang bertanya, “Dari manakah datangnya dunia?” Seakan tersentak dari rutinitas hidup sehari-hari, surat-surat itu membuat Sophie mulai mempertanyakan soal-soal mendasar yang tak pernah dipikirkannya selama ini. Dia mulai belajar filsafat.
- Urutan Novel karya Jostein Gaarder
- Resensi Novel Misteri Soliter
- Resensi Novel The Magic Library
- Resensi Novel Dunia Maya
- Resensi The Orange Girl
- Review Novel The Orange Girl
- Resensi Novel The Castle in the Pyrenees
- Resensi Dunia Anna
- Resensi The Puppeteer
- Resensi House Of Teles
- Resensi Princess Of Teles
- Resensi Cecilia and The Angel
- Resensi Dunia Sophie
- Resensi Novel Cecilia and The Angel