Resensi Novel Selamat Tinggal Tere Liye – Hidup, satu kata yang sebenarnya manusia tahu bahwa tidak akan berjalan lancar seperti yang telah direncanakan oleh kita. Memang kita dapat merencanakan sesuatu, tetapi Sang Pemilik Kehidupanlah yang berhak mengatur dan menetapkan semuanya.
Sering kali cobaan dan batu rintangan yang menghambat jalannya proses kehidupan seseorang. Kehidupan ini tak jarang mengingkari usaha dan impian yang diharapkan oleh seseorang. Lalu, kerap kali memaksakan diri ini untuk rela meninggalkan beberapa prinsip yang sudah sangat erat kita pegang.
Takdir seakan sengaja mempertemukan, bahkan memaksa seseorang untuk bergandengan dengan sesuatu yang sangat dibencinya. Bisa dikatakan hal tersebut yang bertentangan dengan prinsip yang sudah digenggam kuat-kuat oleh kita.
Melalui karya tulisnya ini, Tere Liye mengilustrasikan dengan sangat apik–sebuah kepahitan dan gejolak dalam kehidupan yang dijalani oleh para tokohnya
Table of Contents
Alur Kisah yang Diangkat dalam Novel Selamat Tinggal Tere Liye
Kisah ini menceritakan seorang penjaga toko buku ‘Berkah’ yang berada di dekat stasiun kereta listrik. Ia adalah Sintong Tinggal yang juga seorang mahasiswa rantau Fakultas Sastra yang sudah tahun ke tujuh masa kuliahnya dan belum lulus. Hal demikian yang membuat dirinya disebut sebagai “mahasiswa abadi”.
Toko buku Berkah tidaklah seperti toko buku lainnya yang ada di dalam Mal dengan berbagai rak yang tertata rapi, pencahayaan yang terang, dan lantai yang bersih mengkilat. Toko buku milik Paklik ini hanya bermodalkan kipas angin tua dengan suara deritnya yang khas. Namun, sayangnya toko buku tersebut tidak seperti namanya ‘Berkah’ sebab toko buku yang dijaga oleh Sintong merupakan sebuah toko yang menjual berbagai buku bajakan.
Tidak tahu di mana letak ‘berkah’ dari berbagai buku bajakan yang dijual di toko tersebut. Bagi Sintong sendiri, menjual buku bajakan membuat idealisme yang ada di dalam dirinya seolah tergadaikan. Terlebih, ia sama saja turut andil pada ranah ilegal tersebut, serta merauk hak kekayaan intelektual milik orang lain.
Di samping itu, Sintong memikirkan bagaimana kedua orang tuanya yang tidak mempunyai dana untuk membayar segala kebutuhkan kampusnya. Sementara Paklik hendak membantu biaya kebutuhan kampusnya, tetapi dengan ketentuan Sintong menjadi penjaga di toko buku–yang katanya berkah–miliknya.
Layaknya mahasiswa abadi lainnya yang ditekan untuk segera menuntaskan kuliahnya, Sintong pun kerap kali ditanya terkait kapan dirinya hendak menuntaskan persoalan kuliahnya. Sintong sebenarnya merupakan salah satu mahasiswa aktif nan cerdas. Tulisan yang pernah dibuatnya pun pernah dimuat di salah satu koran nasional.
Ia pernah menjadi wakil pemimpin redaksi majalah di kampusnya. Lantas, mengapa dirinya memilih menjadi mahasiswa abadi? Hal itu tentu bukan sesuatu yang diinginkan olehnya. Dirinya menjadi seperti itu sebab ada luka di hati terkait kisah cintanya dengan kawan semasa SMA-nya.
Sintong mempunyai cerita seperti orang-orang pada umumnya. Ia memegang kuat sebuah prinsip, tetapi sebab keadaan finansial yang memaksakan dirinya untuk menepikan prinsipnya tersebut. Begitu pula dengan kita yang kadang kala terpaksa dan dipaksa untuk menjalani hal yang sebenarnya sangat kita hindari, bahkan benci.
Dengan keadaan perekonomian yang serba kekurangan, tentu kita tidak dapat menangkalnya. Bila dihadapkan dengan hal seperti itu, bisa saja kita akan mengambil langkah untuk melepaskan prinsip tersebut daripada melewati sulitnya kehidupan sehari-hari dengan prinsip yang kita pegang.
Begitu pula dengan kisah cinta Sintong saat dirinya tengah dilanda patah hati karena persoalan cintanya. Dirinya berani untuk mengucapkan selamat tinggal pada masa lalunya. Saat hari itu setelah Sintong meladeni seorang pembeli, ada seorang perempuan, salah satu mahasiswa Fakultas Ekonomi yang mampu memikat hatinya.
Perempuan itu berambut panjang, berwajah bersih, pakaiannya cukup trendi dengan tema bunga–yang mana kerap kali dirinya memperlihatkan sikap ketidaktertarikannya pada Sintong. Perempuan itu bernama Jess. Walaupun ia tidak menyukai menjadi seorang penjaga toko buku bajakan, tetapi setidaknya ia bahagia dapat berjumpa dengan Jess. Terlebih Sintong menjadi dekat dan acap kali bertukar pesan dengan perempuan berparas cantik. Sintong pun dengan segenap perasaannya, siap untuk membuka hati.
Dalam menjadi hidup yang tidak disukai, ada kalanya manusia mendapati hal berharga dalam kuatnya putaran kehidupan. Sama halnya dengan tokoh Sintong yang kadang kala merasa senang apabila menjaga toko buku tersebut sebab dirinya dapat sekaligus membaca buku sebanyak yang dirinya mau dan suka.
Hal demikian yang digemari oleh para penjaga toko buku, ia dapat memperoleh harta karus, yakni sebuah buku dari penulis besar yang menghilang dengan tanpa kabar, Sutan Pane namanya. Raganya sekaan hilang di kancah literasi Indonesia yang mana hal tersebut hendak menjadi kajian dalam penulisan tugas akhir skripsinya.
Buku dan tugas akhir skripsi yang hendak dibuat itu, menyebabkan dirinya dalam mengikuti perjalanan jejak seorang Sutan Pane. Menggali segala informasi dari orang-orang yang memang mengenal bukan hanya karena sosoknya, melainkan karya-karya Sutan Pane.
Tugas akhir skripsi mengenai Sutan Pane acap kali mengetuk hatinya. Bagaimana bisa, dengan beraninya ia menulis mengenai penulis besar berpegang pada berbagai ideologinya, tetapi justru dirinya menjadi seorang penjaga toko buku bajakan yang mana hal tersebut menentang ideologi yang dipegang olehnya–kontradiktif sekali.
Bahkan, tidak hanya di toko buku dekat stasiun itu, melainkan menyebar hingga mendirikan toko buku online di marketplace yang saat ini tengah ramainya dipakai oleh masyarakat untuk melakukan transaksi. Hebatnya, ia pun mengetahui caranya untuk mengatasi berbagai persoalan formalitas dengan penegak hukum. Sama halnya dengan rata-rata manusia, dalam menjalani kehidupan ini, kadang kala kita terpaksa melakukan sesuatu yang kontradiktif.
Memegang teguh dengan suatu prinsip, tetapi justru melanggar prinsip tersebut. Memikirkan X dan melakukan Y. Akan tetapi, apabila hendak berubah dan berjuang untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tentu dapat menghadapi dan melewatinya. Dengan begitu, kehidupan akan menjadi lebih baik dari sebelumnya. Kita dapat melihat hal tersebut melalui tokoh Sintong yang mana kehidupannya menjadi lebih baik sehingga dapat aktif kembali dalam kegiatan tulis-menulisnya.
Selain itu, tugas akhir skripsinya pun ada kemajuan dan berkembang dengan pesat. Bahkan, ia sempat menulis dan dimuat pada surat kabar nasional dan tulisannya itu menjadi trending topic dan diperbincangkan oleh kritikus juga masyarakat. Sintong berhasil untuk bangkit dari keterpurukannya itu, membuat kawan-kawannya menjadi bangga.
Melalui kisah Sintong dalam novel Selamat Tinggal ini, Tere liye yang memang dikenal sebagai salah satu penulis yang kerap kali mengingatkan akan pembajakan, berhasil membagikan sudut pandang seorang yang berkecimpung dalam ramah pembajakan tersebut. Hebatnya, dengan rasa tidak tanggung, hampir setiap tokoh di novelnya ini pun berkaitan erat dengan pengambilan hak kekayaan intelektual milik orang lain.
Tidak hanya terkait pembajakan buku, tetapi berbagai fenomena pencurian hak kekayaan intelektual sebagaimana yang sudah dijelaskan, serta bisnis yang sifatnya ilegal–sangatlah kental dengan kehidupan masyarakat.
Ini adalah kisah tentang berdamai dengan masa lalu, pahit-getir perjalanan, bertemu dengan hal-hal baru dan menakjubkan, untuk kemudian menyaksikan seberapa besar harga yang dia dapatkan dari sebuah percaya.
Apa yang Menarik dari Novel Selamat Tinggal Tere Liye?
Judul novel ini terbilang menarik. Pasalnya, apabila hanya dilihat dari judulnya, barangkali sebagian orang akan terkecoh dan menyangka bahwa Selamat Tinggal merupakan novel yang mengusung tema percintaan. Namun, justru novel ini mengisahkan tentang bisnis ilegal dan bekas jejak dari tokoh utama dalam menemukan sosok penulis yang entah ‘menghilang’.
Tidak hanya itu, novel ini memuat pesan agar dapat melepaskan segala sifat buruk untuk segera mengucapkan ‘selamat tinggal’ pada masa lalu dan mencoba membuka dengan lembaran yang baru. Bila dilihat dari segi kebahasaan, bahasa yang dipakai pun menggunakan bahasa keseharian, lebih tepatnya bahasa gaul kekinian.
Tak lupa, Tere Liye menuliskan jokes generasi di zaman sekarang sehingga pesan yang hendak disampaikan mudah dipahami dan mengena hingga ke pembacanya. Kemudian, penulis pun menyisipkan besarnya dampak dari sebuah tulisan dalam kehidupan seseorang, baik itu di masa lampau maupun di masa sekarang. Meskipun tema utama dari novel ini bukanlah romansa, tetapi di dalamnya sang penulis tetaplah memasukkan beberapa bumbu kisah cinta agar membuat novel ini sedikit lebih hidup.
Tokoh utama dalam novel Selamat Tinggal mempunyai karakter yang cukup kuat dan berkarisma dengan konflik yang cukup berkaitan pada kehidupan serta mengangkat tema yang terbilang unik dan menarik. Para tokoh pendukung pun mempunyai karakter kuat tersendiri dan menyisakan kesan bahwa mereka bukan sekadar pemeran figuran dalam cerita di novel ini.
Karena sang penulis mengisahkan konflik yang cukup dalam di novel ini, membuat beberapa cerita tidak diulas secara mendalam. Akan tetapi, terlepas dari hal tersebut, novel ini tetaplah menarik untuk dijadikan referensi bacaan. Dengan pesan yang mendalam menjadikan kritik dan jalan tengah bagi yang pernah terlibat dalam kegiatan ‘mencuri’ hak kekayaan intelektual milik orang lain.
Sebenarnya, Tere Liye merupakan salah satu penulis yang sudah kerap kali mengutarakan terkait ramainya pembajakan. Bukan hanya pembajakan terhadap buku, melainkan berbagai produk lainnya yang mana produk tersebut juga dibajak. Kita sebagai penikmatnya mungkin akan melihat hal tersebut merupakan hal yang biasa saja, tetapi nyatanya dampak yang dihasilkan terbilang luar biasa bagi si pemilik produk aslinya.
Tere Liye sebagai salah satu penulis yang sangat peduli akan pendidikan moral bagi anak-anak sehingga lewat berbagai bukunya pun, ia memberikan pesan moral dan pembelajaran mengenai kehidupan sehari-hari, seperti bahayanya korupsi, dan sebagainya.
Pemilik produk asli dalam membuat dan menciptakan sebuah produk berpikir dengan sangat sungguh-sungguh serta menghabiskan waktu dan biaya yang cukup banyak. Hal itu dilakukannya agar sebuah karya yang dihasilkannya laku di pasaran dan pencipta produk dapat memperoleh penghasilan melalui hasil penjualan dari produk yang ia ciptakan.
Akan tetapi, mirisnya, ketika produk tersebut dibajak atau ditiru oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Pencipta produk asli karya tersebut tidaklah menerima hasil dari penjualan produk bajakan itu, melainkan oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut yang mendapati dan menerima hasil dari penjualan produk bajakannya itu.
Melalui novelnya ini, pembaca dapat mengetahui bahwa pembajakan di negeri ini sangatlah memprihatinkan. Hal tersebut bagaikan sebuah kebiasaan buruk yang sulit untuk terlepaskan dari oknum-oknum yang melakukan tindak kejahatan tersebut. Bisa dikatakan antara pembajak dan pembeli bajakan diibaratkan layaknya dua sisi mata rantai yang sulit diputus atau dipisahkan.
Dalam novel ini, posisi dari tokoh Sintong selaku penjaga toko buku bajakan, menunjukkan dirinya sebenarnya menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu tidak ada pembenaran sedikitpun. Akan tetapi, ia enggan dan takut untuk berhenti sebab pekerjaan itulah yang bisa ia lakukan guna membiayai kuliah dirinya. Hal demikian yang membuat kuliahnya menjadi terhenti selama beberapa tahun hingga mencapai tahun ke-7, dirinya belum juga lulus dari kampusnya itu.
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, novel ini memanglah berisi pembelajaran mengenai pembajakan terhadap sebuah karya. Dampak yang dihasilkan pun mulai dari pemilik asli produk, pelaku pembajakan, penjual produk bajakan, hingga pembeli produk bajakan.
Hal menarik lainnya adalah Tere Liye selalu menyuguhkan berbagai pesan dalam bentuk cerita sehingga bukunya semakin menarik minat pembacanya, seperti halnya pesan, kritik, atau sindiran terhadap pemerintahan yang kurang ‘sehat’. Dalam novel ini pun penulis mengisahkan tokoh Sintong yang menulis tugas akhir skripsi mengenai Sutan Pane.
Sutan Pane merupakan seorang penulis termasyhur yang dengan keberaniannya menulis terkait kondisi sebenarnya pada tahun 1950 hingga 1965. Akan tetapi, penulis kenamaan itu hilang tanpa jejak, tepatnya beberapa hari sebelum akhirnya pemberontakan PKI di tahun 1965.
Pada akhir novel, pembaca akan dibawa ke Gunung Gede di Jawa Barat dan beberapa pos pendakian di gunung tersebut. Kemudian, cerita mengenai gadis kecil bernama Ratu yang secara terpaksa putus sekolah dan menjadi penjual air di Gunung Gede. Padahal, gadis kecil itu merupakan salah satu cucu dari penulis ternama yang karyanya sangat laris di pasaran.
Akan tetapi, karena yang laku itu adalah buku hasil bajakan oknum tidak bertanggung jawab maka sang penulis produk asli tersebut tidak mendapatkan apapun. Jangankan sebuah warisan, uang untuk biaya pengobatan saja, sang pengarang atau penulis itu pun tidak mempunyainya.
Dengan novel ini, akan ada banyak pesan yang dapat diambil bagi pembacanya: kisah percintaan, kejamnya dunia pembajakan dan kepalsuan, dan terkikisnya sebuah kejujuran.
Apalah arti kehilangan, ketika kami sebenarnya menemukan banyak saat kehilangan dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan? Apalah arti cinta, ketika menangis terluka atas perasaan yg seharusnya indah?
Bagaimana mungkin, kami terduduk patah hati atas sesuatu yang seharusnya suci dan tidak menuntut apa pun? Wahai, bukankah banyak kerinduan saat kami hendak melupakan? Dan tidak terbilang keinginan melupakan saat kami dalam rindu? Hingga rindu dan melupakan jaraknya setipis benang saja.
Makna Penting dalam Novel Selamat Tinggal
Novel ini sangatlah bagus dan dapat dijadikan sebagai bacaan yang disarankan guna membangun karakter bagi pembacanya yang hendak menghasilkan sebuah karya tulis, pun pembaca yang memang hanya sebagai penikmat karya dari orang lain. Setelah membaca novel ini, terdapat beberapa makna penting yang memuat di dalamnya. Hal tersebut dapat kita ambil dan dijadikan sebagai pembelajaran hidup ini. Apa saja makna penting yang ada?
Prinsip dari Seorang Sutan Pane
Makna penting yang pertama, yaitu prinsip dari seorang Sutan Pane, seorang penulis, guru, wartawan, pemikir kebudayaan, sastrawan yang cakap, dan tokoh pergerakan nasional. Hidup adalah keserasian antara tulisan, perkataan, dan tindak tanduk. Sutan Pane sebagai orang yang telah lama berkarya dalam bidang kepenulisan, tentunya sangat menghormati prinsipnya yang sangat ia pegang. Meskipun adiknya yang membuat suatu kesalahan, tetapi selaku penulis yang menentang berbagai hal tersebut, di akhir hidupnya pun Sutan Pane hilang
Hormati Hasil Karya Orang Lain
Makna penting yang kedua adalah belajar untuk menghormati karya yang dihasilkan oleh orang lain. Setelah membaca novel Selamat Tinggal ini, bagi penikmat karya orang lain, mungkin kalian akan merasa diajak untuk lebih acuh dan menghargai hasil dari karya orang. Beberapa dari kalian barangkali pernah saya membeli beberapa buku bajakan karena harga yang jauh lebih murah daripada harga buku aslinya, ebook yang didapatkan dari hasil unduh melalui situs ilegal.
Kemudian, film-film yang diunggah oleh beberapa oknum tidak bertanggung jawab di situs ilegal. Setelah kalian membaca novel ini, kalian tentu akan merasa bahwa ada yang perlu diubah–dari beberapa contoh perilaku yang sudah disinggung tersebut–terhadap karya-karya yang dihasilkan oleh orang lain.
Trik Tere Liye dalam mengajak pembacanya untuk membeli berbagai barang orisinal sangatlah menarik. Apabila seluruh penikmat karya membaca novel Selamat Tinggal ini, tentu akan menghindari dan menjauhkan segala kepalsuan dan bentuk bajakan.
Keuletan Tokoh Sintong dalam Menulis
Makna penting yang ketiga, yaitu keuletan seorang Sintong Tinggal dalam menulis. Bagi sebagian orang yang tengah berjuang dalam ranah kepenulisan, tentunya perlu membaca novel ini. Hal itu karena dengan membaca novel ini, kalian akan lebih bersemangat dan termotivasi untuk menulis sebuah tulisan yang lebih berkualitas.
Selamat Tinggal Kepalsuan
Terakhir, makna penting menarik lainnya ialah terletak pada tokoh Sintong, Bunga, Mawar, Babe Na’im, dan Sutan Pane yang berani untuk mengucapkan selamat tinggal pada sebuah kepalsuan dan bentuk bajak. Mereka mempunyai nyali besar untuk meninggalkan semua kepalsuan yang ada dalam hidup mereka masing-masing. Dengan begitu, mereka dapat melanjutkan kehidupan yang lebih baik dan berbobot.
Itulah Resensi Novel Selamat Tinggal Tere Liye. Apabila Grameds tertarik dan ingin memperluas pengetahuan terkait bidang apapun atau ingin mencari buku sebagai referensi bacaan, tentu kalian bisa temukan, beli, dan baca bukunya di Gramedia.com dan Gramedia Digital karena Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas bagi kalian yang ingin menimba ilmu.
Penulis: Tasya Talitha Nur Aurellia
Sumber: dari berbagai sumber
Novel ini ditulis untuk menyediakan pengertian yang berbeda. Semoga setelah membacanya, kita akan memiliki satu ruang kecil yang baru di hati, mari kita sebut dengan kamar ‘pemahaman yang baru’.
- Urutan Novel Tere Liye
- Resensi Novel Bumi Tere Liye
- Resensi Novel Bulan Tere Liye
- Resensi Novel Matahari Tere Liye
- Resensi Novel Bintang Tere Liye
- Resensi Novel Komet Tere Liye
- Resensi Novel Komet Minor Tere Liye
- Resensi Novel Selena Tere Liye
- Resensi Novel Nebula Tere Liye
- Resensi Novel Si Putih Tere Liye
- Resensi Novel Ceroz dan Batozar Tere Liye
- Resensi Novel Sagaras
- Review Novel Bibi Gill
- Resensi Novel Ily Tere Liye
- Resensi Novel Lumpu Tere Liye
- Resensi Novel Pulang Pergi
- Resensi Novel Selamat Tinggal
- Resensi Novel Tentang Kamu
- Resensi Buku Rindu Tere Liye
- Review Novel Negeri Di Ujung Tanduk
- Resensi Novel Bedebah Di Ujung Tanduk Tere Liye
- Resensi Buku Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin
- Review Novel Janji Tere Liye
- Rekomendasi Novel Tere Liye Terbaik
- Rekomendasi Novel Fiksi Indonesia
- Review Novel Si Anak Cahaya
- Review Novel Sepotong Hati yang Baru
- Review Novel Pergi
- Review Novel Yang Telah Lama Pergi