in

Resensi Novel Almond Karya Sohn Won-Pyung

 

Setiap manusia pasti akan menjalani yang namanya kehidupan dan kehidupan manusia akan berakhir setelah raga manusia sudah tak bisa bernapas lagi. Selama kehidupan manusia masih berjalan, sudah semestinya manusia akan terus berjuang walaupun akan ada banyak rintangan yang harus dilewati. Rencana Tuhan memang tidak ada yang tahu, sehingga kita sebagai manusia harus memiliki kesiapan untuk menerima semua rintangan yang diberikan oleh Tuhan.

Mungkin kamu yang tidak memiliki rintangan cukup berat akan menjalani kehidupan tanpa ada beban yang begitu berat, tetapi lain halnya dengan seseorang yang memiliki rintangan yang cukup berat, ia akan merasa kalau kehidupan yang dijalaninya akan terasa berat dan lebih cenderung sedih.

Setiap rintangan yang hadir dalam kehidupan manusia memang tak pandang usia, mulai dari usia anak-anak hingga dewasa akan mengalami rintangan yang berbeda-beda. Namun, pernahkah kamu berpikir apa jadinya jika seorang anak kecil harus menerima rintangan yang cukup berat? Terlebih lagi rintangan yang harus diterima bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Berat rasanya ketika orang tua harus melihat anaknya menerima rintangan seperti itu. Namun, biar bagaimanapun kehidupan orang tua dan anaknya akan terus berlanjut hingga raga berhenti bernapas.

Salah satu pengarang dari Korea Selatan yang bernama Sohn Won-Pyung membuat sebuah novel yang menceritakan rintangan yang sudah diterima oleh seorang sejak kecil. Di dalam novelnya, Sohn Won-Pyung mengisahkan seorang anak yang sudah harus menerima rintangan sejak usia kecil, sehingga orang tua dari anak itu berusaha menutupi rintangan yang harus dihadapi oleh anaknya.

Sohn Won-Pyung mampu menggambarkan membangun karakter tokoh anak itu dan orang tuanya sangat apik, sehingga novel ini akan penuh dengan kesedihan. Beliau juga menghadirkan tokoh-tokoh yang dapat membangun suasana dalam novel asal Korea Selatan ini.

Alur dari Novel Almond  Sohn Won-Pyung

Holiday Sale

Novel yang ditulis oleh Sohn Won-Pyung ini mengisahkan tentang seorang anak yang mempunyai kelainan pada bagian otaknya, sehingga tidak bisa merasakan rasa sakit walau dipukul atau digigit sekalipun serta tak bisa mengungkapkan emosi atau tidak dapat menunjukkan ekspresi terhadap lawan bicaranya. Di usianya yang masih belia, anak itu sudah dianggap memiliki “keanehan” oleh orang-orang disekitarnya. Meskipun dianggap “aneh” oleh orang banyak, tetapi anak yang bernama Yoonjae itu tetap tak bisa memberikan reaksi apapun.

Tidak adanya respon dari lingkungan sekitar, sebenarnya sudah terjadi sejak lahir. Saat Yoonjae lahir, ia sama tidak ketawa hingga beberapa hari masih tidak tertawa, ibunya yang mulai bingung dengan kondisi anaknya, segera membawakannya ke dokter. Ketika dibawa ke dokter, barulah sang ibu mengetahui bahwa anaknya memiliki “keistimewaan” yang tidak dimiliki oleh anak-anak seusianya. Ketika mendengar hal itu, ibu Yoonjae merasa terpukul, tetapi ia harus kuat karena kalau bukan dirinya siapa lagi yang harus merawat dan menjaga Yoonjae.

Bukan hanya “aneh”, tetapi Yoonjae juga dianggap sebagai orang yang pemberani karena tidak pernah merasa takut. Bagi sebagian orang tidak memiliki rasa takut ini dianggap sebagai suatu hal yang baik dan berani menghadapi berbagai macam rintangan.

Namun, bagi Yoonjae tidak bisa merasa takut itu adalah suatu kelainan yang seharusnya tidak dimiliki oleh dirinya karena hal seperti itu membuat diri Yoonjae akan dianggap seperti orang bodoh. Pada dasarnya rasa takut yang dimiliki oleh manusia adalah suatu bentuk emosi yang berasal dari naluri manusia. Penulis ingin menyampaikan pesan bahwa gejala dari kelainan alextimia adalah tidak bisa merasakan takut ketika dihadapkan berbagai macam hal.

Pada suatu waktu, air teko yang berisi air panas diletakkan di atas meja dipegang oleh Yoonjae, sehingga teko itu jatuh dan air panas itu mengenai tubuhku, sehingga meninggalkan luka bakar yang sulit untuk dihilangkan. Bagi sebagian orang peristiwa seperti itu bisa meninggalkan rasa  trauma yang sulit dihilangkan, tetapi rasa trauma itu tidak datang kepada Yoonjae, bahkan Yoonjae tidak takut terhadap teko itu walaupun berisi air panas.

Kejadian tak bisa merasakan takut itu ternyata terjadi lagi, tetapi dengan kasus yang berbeda. Suatu ketika, karena tidak bisa merasakan takut, Yoonjae memberanikan diri untuk menghampiri anjing besar berwarna hitam dengan gigi tajam yang terletak di pinggir taman dan dalam keadaan dirantai. Padahal anjing besar itu pernah menggigit anak tetangganya hingga mengeluarkan darah yang cukup banyak. Yoonjae tidak jadi digigit oleh anjing besar dengan gigi tajam karena sang ibu berhasil mencegahnya.

Sang ibu yang merasa khawatir apabila anaknya berada di luar pengawasannya membuat suatu catatan yang ditulis di atas kertas berwarna. Setelah catatan itu selesai ditulis, kemudian menempelkannya di papan yang berukuran cukup besar. Dibuatnya catatan itu agar Yoonjae tidak merasa terhindar dari hal-hal yang berbahaya.

Catatan-catatan itu, seperti jika ada mobil harus menghindar atau lari, kalau ada yang mendekat bergeser atau pindah ke sisi lainnya agar tidak tertabrak, kalau ada yang tertawa berikan senyuman. Pada bagian bawah dari catatan ditulis, seperti berikan raut wajah yang sama kepada lawan bicaramu agar kau merasa nyaman.

Meskipun Yoonjae memiliki kelainan pada otak ini, ibunya masih sangat menyayanginya. Ia akan membela anaknya dengan caranya sendiri terutama ketika Yoonjae terkena bullying di sekolahnya. Pada suatu waktu Yoonjae menceritakan bahwa ia diberikan beberapa pertanyaan oleh teman-temannya, tetapi setelah mendengar jawaban dari Yoonjae, mereka semua malah menertawakannya. Ibunya yang mendengar cerita dari Yoonjae, merasa kesal karena anaknya diperlakukan tidak baik oleh teman-temannya, sehingga memberi pesan kepada Yoonjae bahwa jangan menjadi perhatian mereka.

Jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan itu terjadi karena “almond” yang ada di dalam kepala Yoonjae tidak berubah atau masih berukuran kecil walaupun ukuran kepalanya menjadi semakin besar. Karena hal itu juga, Yoonjae sulit sekali berinteraksi dengan orang lain.

Dalam menjalani kehidupannya, Yoonjae bukan hanya tinggal bersama ibunya, tetapi ia juga tinggal bersama nenek yang selalu bangga dengan Yoonjae, hal ini ditunjukkan melalui julukan yang diberikan oleh nenek, yaitu “monster kecil yang selalu menggemaskan”. Suatu ketika Yoonjae dihadapan Yoonjae ada seorang gadis kecil yang jatuh karena tersandung batu. Gadis kecil itu menangis kesakitan, sehingga datanglah ibunya yang langsung memarahi Yoonjae karena tidak segera menolong anaknya. Tak berapa lama, datanglah nenek Yoonjae untuk mengatakan bahwa yang salah bukanlah cucunya, jadi tidak perlu disalahkan.

Yoonjae bersama nenek dan ibunya dalam kehidupan sehari-harinya selalu berjuang dengan anggapan-anggapan aneh yang diberikan oleh banyak orang, tetapi mereka selalu kuat menghadapi semuanya terutama Yoonjae itu sendiri. Namun, Yoonjae harus menerima suatu kenyataan pahit bahwa pada suatu peristiwa neneknya harus meninggal dunia dan ibunya harus koma. Yoonjae merasa kesepian karena di dekatnya sudah tidak ada siapa-siapa lagi yang dapat diajak bercerita.

Yoonjae yang mulai merasa kesepian suatu ketika bertemu dengan seorang berandalan. Berandalan itu bernama Gon sekaligus teman sekelasnya Yoonjae. Ketika bertemu dengan Gon, Yoonjae mulai merasa kalau dirinya ada yang memperhatikan selain nenek yang sudah meninggal dan ibu yang sedang koma.

Awal pertemuan dengan Gon, Yoonjae diperlakukan dengan kasar oleh Gon, bahkan sudah dipukul dan ditendang hingga babak belur, tetapi Yoonjae tetap tidak merasakan sakit. Gon yang penasaran dengan perilaku Yoonjae mulai mencari tahunya sendiri, dari sinilah pertemanan mereka semakin dekat.

Setelah berteman cukup lama dengan Gon, Yoonjae mulai mengetahui bahwa Gon sering mendapatkan perlakuan kekerasan dari ayahnya. Yoonjae perlahan mulai mengerti jika Gon berperilaku seperti itu. Pertemanan mereka juga dipenuhi dengan lika-liku kehidupan yang membuat novel karya Sohn Won-Pyung menjadi lebih berwarna.

Bukan hanya tentang pesan tentang adanya suatu kelainan alextimia saja, pengarang novel ini juga ingin memberikan sebuah pelajaran tentang kehidupan yang perlu dijalani oleh setiap manusia walaupun tidak sesuai keinginan. Masih ada banyak cerita lainnya yang akan membuat pembaca cukup terkejut atau sering dikenal dengan adanya plot twist.

Keunggulan dari Novel Almond Sohn Won-Pyung

Setiap novel yang ditulis oleh seorang pengarang pasti akan tersirat pesan-pesan yang bagus untuk dijadikan pelajaran hidup. Begitu pun dengan novel Almond, yang sangat banyak mengandung pesan-pesan kehidupan. Pengarang novel ini menyampaikan pesan bahwa lingkungan yang buruk itu pasti ada, sehingga kita harus siap untuk menghadapi dan melawan lingkungan tersebut. Selain itu, penulis juga menyampaikan bahwa setiap manusia pasti akan merasakan kesepian terutama ditinggal oleh orang-orang yang sudah lama mencintai dirinya.

Sohn Won-Pyung ingin memberitahukan bahwa bagi hampir setiap manusia akan terpengaruh dengan lingkungan tempat tinggalnya. Apabila lingkungan di sekitarnya buruk, kemungkinan besar manusia tersebut akan menjadi pribadi buruk. Namun, seseorang yang berubah menjadi pribadi yang buruk juga dapat berubah menjadi pribadi yang baik dan bisa bermanfaat bagi lingkungan yang lama atau lingkungan baru. Bahkan, terkadang ada beberapa manusia yang ternyata memiliki rasa empati yang tinggi walaupun sudah banyak orang yang menilai buruk.

Di dalam novel yang bertemakan psikologi ini, penggunaan bahasanya sederhana, sehingga setiap cerita yang ada di dalam novel mudah ditangkap makna dan pesannya terutama pesan-pesan tentang kelainan alextimia. Pengarang seperti memiliki keinginan untuk menyebarluaskan tentang kelainan yang terjadi di dalam kepala ini agar setiap manusia bisa saling menghargai satu sama lain dan tidak memandang “rendah” orang lain hanya karena dirinya sudah sempurna secara fisik.

Bukan hanya itu, pengarang berupaya untuk memberikan penjelasan bahwa penderita alextimia harus terus diberikan perhatian lebih agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. Hal ini perlu dilakukan karena seseorang  yang mengalami alextimia tidak memiliki rasa takut dan tidak bisa merasakan rasa sakit di tubuhnya. Meskipun begitu, penderita alextimia masih bisa merasakan kesedihan dan kesepian walaupun tidak bisa dituangkan dalam bentuk raut wajah.

Hal yang Kurang dari Novel Almond Sohn Won-Pyung

Novel yang ditulis oleh Sohn Won-Pyung ini kurang menceritakan bagaimana ayahnya agaimana ayahnya Yoonjae di awal-awal cerita, sehingga pembaca akan merasa kebingungan mengapa tokoh keluarga yang dihadirkan hanya ada seorang ibu, nenek, dan Yoonjae, di mana ayah Yoonjae berada. Meskipun sosok ayah Yoonjae kurang dijelaskan secara mendetail oleh penulis, tetapi tidak mengurangi suasana cerita yang ada di dalam novel ini.

Selain itu, hampir semua cerita di dalam novel menggunakan latar tentang kehidupan Korea Selatan, sehingga pembaca yang belum mengenal kehidupan Korea Selatan akan sedikit kesusahan untuk memahami atau memaknai cerita yang memiliki latar Korea Selatan.

Ada beberapa bagian cerita yang isinya terlalu panjang yang membuat pembaca membutuhkan waktu sedikit lama untuk mengerti maksud yang ingin disampaikan oleh penulis. Meskipun pembaca membutuhkan waktu sedikit lama dalam membaca beberapa bagian cerita, tetapi pembaca akan tetap terbawa suasana cerita di dalam novel psikologi ini.

Pelajaran dari Novel Almond Sohn Won-Pyung

Ketika membaca novel Almond, kamu akan mendapatkan pelajaran tentang kehidupan yang bisa kamu terapkan ke dalam kehidupan nyata. Pelajaran hidup apa yang bisa diambil dari novel ini?

Kesabaran dan Kasih Sayang dari Seorang Ibu

Pelajaran pertama dari novel Almond, yaitu peran ibu bisa dibilang sangat berpengaruh dalam kehidupan seorang anak karena berkat kesabaran dan kasih sayang dari beliau seorang anak dapat melewati banyak rintangan kehidupan. Bagi seorang ibu juga harus bisa menerima kondisi kesehatan dari anaknya walaupun sangat berat untuk diterima. Dengan kata lain, lewat novel Almond, penulis mengajak untuk para ibu agar mau menerima apapun kondisi kesehatan anaknya, karena hanya beliau yang sanggup mengerti keadaan anaknya.

Jangan Melakukan Kekerasan atau Bullying

Pelajaran kedua dari novel Almond, yaitu tindak kekerasan adalah perilaku yang tidak dibenarkan entah apapun itu alasan. Sudah banyak kasus yang membuktikan tindak kekerasan tidak akan menyelesaikan suatu masalah. Selain itu, tindak kekerasan bukanlah suatu cara untuk mendidik seorang, bahkan kemungkinan besar jika seorang anak yang mengalami tindak kekerasan dari orang tuanya akan berperilaku sama kepada orang lain, sehingga anak tersebut bisa dijauhkan oleh orang banyak.

Selalu Percaya Bahwa Dalam Kehidupan Pasti Ada Keajaiban

Tuhan pasti akan memberikan rintangan sesuai dengan kemampuan seorang hamba, kurang lebih seperti itulah yang ingin disampaikan oleh pengarang novel Almond. Manusia memang harus percaya bahwa dalam kehidupan apapun bisa terjadi, sehingga tak menutup kemungkinan akan datang keajaiban dalam hidupnya. Dengan keajaiban itu, manusia akan lebih bersemangat dalam menjalani kehidupan.

Kesimpulan Resensi Novel Almond Sohn Won-Pyung

Dengan membaca novel ini, pembaca akan mengetahui tentang gejala dari alextimia, sehingga ketika ada anggota keluarga atau teman yang memiliki gejala kelainan tersebut, sebaiknya jangan dijauhkan dan dianggap aneh karena sebenarnya penderita alextimia tidak ingin memiliki kelainan seperti itu. Dari novel novel Almond karya Sohn Won-Pyung Banyak sekali nilai-nilai tentang empati yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari terutama pada penderita alextimia.

Melalui cerita antara Yoonjae dan Gon, penulis ingin menyampaikan bahwa di dalam kehidupan yang dijalani setiap manusia tidak selalu sama, bahkan tak sedikit juga yang saling bertolak belakang. Sama halnya dengan cerita yang ada di dalam novel ini yang di mana Yoonjae yang hanya bisa melihat ayahnya melalui sebuah foto saja, tanpa bisa melihat bisa melihat wajahnya secara langsung. Sedangkan, Gon memiliki seorang ayah dan ia dapat melihat wajahnya secara langsung, tetapi selalu mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang ayah yaitu kekerasan terhadap anak.

Meskipun novel ini masih memiliki beberapa kekurangan, tetapi tidak menghilangkan suasana cerita dan pesan dari novel ini juga tidak hilang. Untuk para orang tua sangat disarankan untuk membeli novel ini agar menambah ilmu psikologi yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.

Penulis: Restu Nasik Kamaluddin

Written by Nasik K

Perkenalkan saya Nasik seorang freelance writer dan sudah menghasilkan banyak tulisan. Tema yang saya suka pun cukup beragam, salah satunya adalah zodiak. Selain zodiak, saya juga senang menulis seputar trivia.

Kontak media sosial Linkedin saya Restu