Novel Eka Kurniawan, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas, bakal mengagetkan siapa saja yang membacanya. Baik mereka yang telah mengakrabi karya-karya Eka sebelumnya (Cantik itu Luka, Lelaki Harimau) maupun yang baru berkenalan dengan penulis peraih Prince Claus Award 2018 ini.
Bagaimana tidak. Soalnya, novel terbitan 2014 ini memuat kata-kata yang lugas dan banyak yang vulgar karena tuntutan cerita dan karakter-karakternya.
Kisah Ajo Kawir yang bernyali gede dan jago berantem tapi impoten ini memang terkesan mesum. Namun, Eka tak mempermasalahkannya.
“Karena itu berarti saya berhasil dalam membuat orang terhibur. Orang bisa membaca buku tersebut seperti mereka membaca novel hiburan ’90-an, itu hal yang bagus, karena dengan demikian, mereka bisa menikmati buku saya sembari mengetahui mengenai hal yang ingin saya sampaikan,” kata Eka, seperti dikutip Whiteboard Journal.
Impotensi Ajo Kawir bermula saat ia menyaksikan dua polisi yang memperkosa seorang perempuan gila. Sejak itu, impotensinya bikin Ajo Kawir selalu berani.
Namun di sisi lain, ia juga takut lantaran tak akan bisa memuaskan kekasihnya, Iteung. Sambil berkelana sebagai supir truk, Ajo Kawir pun berupaya menegakkan lagi kemaluannya.
Di tengah kata-kata vulgar dan kasar dalam narasinya, novel ini sejatinya sedang membicarakan keadaan zaman yang penuh kekerasan dan represif.
Eka memang ingin menyampaikan gagasan-gagasan serius dengan gaya tulisan yang ringan dalam novel-novelnya. Menurutnya, hal yang serius dan menghibur tidak dapat dipisahkan.
Dangdut Terlalu Spesial
Dalam Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas juga memuat sejumlah karakter-karakter yang unik dan aneh. Seperti Ajo Kawir, ada pula Mono Ompong, Budi Baik, dan Jelita. Eka memandang lazim tentang keanehan karakter-karakter ini.
Sebab, kata Eka, ia sedang menulis cerita fiksi. Seperti dikutip Whiteboard Journal, menurut Eka, kehidupan modern dan tekanan ekonomi bisa bikin orang-orang bertingkah di luar nalar.
“Sebenarnya, banyak kisah yang saya kembangkan dari apa yang saya lihat dan dengar dari apa yang terjadi di sekitar saya, yang kemudian saya mixed-up lagi. Tapi saya rasa di masa-masa seperti sekarang ini, kita bakal lebih sering membaca hal-hal aneh di surat kabar ketimbang dari novel,” lanjut Eka.
Selain menganggap lazim karakter yang aneh, Eka juga memberikan warna berbeda pada karakter dalam novelnya ini. Ambil contoh Ajo Kawir yang bekerja sebagai supir truk di jalur Pantura.
Alih-alih menggambarkan lazimnya supir truk yang gemar memutar lagu-lagu dangdut koplo, Eka malah memilih jenis musik yang lain.
“Semua orang membicarakan dangdut. Saya tahu bahwa supir truk dengerin dangdut koplo, tapi itu menjadi begitu spesial, sehingga terlalu menarik perhatian dan terlalu kelihatan. Saya ingin menggantinya dengan sesuatu yang juga ordinary, tapi orang tidak terlalu memerhatikan.
Makanya saya ganti lagu yang muncul di situ adalah Ebiet G Ade atau Obbie Messakh. Sesekali mereka juga dengerin lagu-lagu itu sebenarnya,” jelas Eka, seperti dikutip Jurnal Ruang.
Film Dendam dan Visualisasi Karakter
Sejak medio 2016, novel Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas resmi akan difilmkan oleh Palari Films, perusahaan produksi film yang telah melahirkan Posesif dan Aruna dan Lidahnya.
Diproduseri oleh Meiske Taurisia dan Muhammad Zaidy serta disutradarai oleh Edwin, film adaptasi ini masih dalam tahap praproduksi.
Bersama Edwin, Eka pun terlibat dalam penulisan skenarionya. Dan, ia mengalami sejumlah tantangan yang tak bisa diremehkan saat mengadaptasi novelnya jadi bentuk skenario film panjang. Salah satu adalah memvisualisasikan karakter.
“Mungkin tantangan ini akan lebih menjadi problem sutradara. Ajo Kawir bisa berbentuk siapa saja, tapi problemnya adalah misalkan kita bicara si Jelita. Jelita hanya direpresentasikan oleh Ajo Kawir bahwa dia adalah perempuan jelek. Pertanyaannya, jelek itu seperti apa,” papar Eka, mengutip Jurnal Ruang.
Bagi Eka, upaya memvisualisasikan karakter Jelita tak ubahnya menciptakan sebuah stereotip tentang arti jelek. “Itu akan jadi problematik,” lanjutnya.
Tiga tahun sudah berselang sejak proyek film yang diberi judul Dendam ini diumumkan. Para pembaca novel Eka Kurniawan maupun penikmat film masih menantikan produksi film ini.
Proyek Dendam bahkan telah memenangkan Busan Award di Asian Project Market (APM) pada Oktober 2016 di Busan, Korea Selatan.
Lantas, selain penulisan skenario, bakal sejauh mana keterlibatan Eka dalam proyek adaptasi novel ini? Ia menjawab, “Saya sudah membuat kesepakatan dengan sutradara maupun produsernya bahwa saya akan menulis.”
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien