in

Mengenal Pakaian Adat Madura dan Kebudayaan Sukunya di Jawa Timur

Masyarakat Suku Madura (Budaya Indonesia/Public domain in Indonesia).

Pakaian Adat Madura – Sahabat Grameds. pastinya familiar dengan baju berwarna garis-garis merah hitam atau merah putih, yang merupakan pakaian adat masyarakat suku Madura.

Masyarakat Madura memang dikenal dapat memegang teguh tradisi dan terus mempertahankan keunikan pakaian adatnya sampai saat ini. Inilah yang membuat tidak mengherankan jika pakaian adat itu dapat dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia lainnya.

Pakaian adat Madura mempunyai beberapa ciri khas khusus. Pakaian tersebut sering kali digunakan sebagai ikon dari Provinsi Jawa Timur karena keunikannya itu.

Apa saja karakteristik atau ciri khas dari pakaian adat Madura? Yuk, kenali lebih dekat keunikan pakaian adat Madura beserta filosofi yang ada di baliknya!

Pakaian Adat Madura untuk Laki-Laki

Holiday Sale

Pakaian Adat Madura
Masyarakat Suku Madura (Budaya Indonesia/Public domain in Indonesia).

Pakaian adat masyarakat Madura untuk laki-laki disebut dengan baju pesa’an. Baju ini sering kali juga disebut dengan baju tukang sate dikarenakan umumnya digunakan oleh para penjual sate Madura. Selain modelnya yang simpel, pakaian tersebut juga nyaman digunakan sebagai pakaian sehari-hari.

Baju pesa’an merupakan pakaian yang memiliki ukuran serba longgar dan berwarna hitam. Ketika menggunakannya, dikombinasikan dengan kaos garis merah hitam atau merah putih. Sementara itu, untuk bawahannya berupa celana gombrang disebut dengan gomboran. Panjang celananya di antara lutut dan mata kaki atau sampai mata kaki.

1. Filosofi Pakaian Adat Pesa’an

Terdapat filosofi menarik di balik wujud pakaian pesa’an itu. Wujudnya yang serba longgar adalah perwujudan dari masyarakat Madura yang begitu menghargai suatu kebebasan.

Sementara itu, kaos dengan warna belang merupakan dalaman dari baju luaran pesa’an itu menunjukkan mental pejuang, pemberani, dan tegas yang dimiliki oleh suku Madura.

2. Aksesori Pakaian Adat untuk Laki-Laki

Pakaian adat pesa’an untuk laki-laki dilengkapi dengan beberapa aksesori yang mempunyai filosofi di baliknya.

Saat digunakan pada acara budaya dan upacara adat, laki-laki Madura menggunakan baju pesa’an yang dikombinasikan dengan penutup kepala dengan bahan dasar kain yang disebut odheng.

Selain itu, aksesori lainnya meliputi sarung kotak-kotak, sabuk katemang, senjata tradisional suku Madura berupa sabit atau celurit, dan trompa atau alas kaki.

3. Ikat Kepala Odheng Khas Madura

Pakaian Adat Madura
Odheng (Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Pamekasan/Public domain in Indonesia).

Pakaian adat Madura untuk laki-laki tidak dapat dilepaskan dari odheng, yaitu penutup kepala laki-laki dengan bahan dasar kain batik. Odheng terdiri atas berbagai macam ukuran dan motif. Berdasarkan wujudnya, odheng dibedakan menjadi dua jenis, yaitu odheng tongkosan (kecil) dan odheng peredhan (besar).

Selain itu, odheng juga dapat dibedakan lagi berdasarkan motifnya, yaitu:

  • Modang.
  • Garik atau jingga.
  • Dul-cendul.
  • Storjan.
  • Bere` songay atau toh biru.

Ikatan odheng juga mempunyai makna khusus. Pelintiran ujung simpul bagian belakang odheng peredhan yang tegak lurus melambangkan huruf alif, yaitu huruf pertama dalam bahasa Arab. Sementara itu, simpul mati di bagian belakang odheng tongkosan kota dibentuk mirip dengan huruf alif lam, yang merupakan simbol dari kalimat pengakuan mengenai keesaan Allah SWT.

Pakaian Adat Madura untuk Wanita

Pakaian adat suku Madura wanita disebut dengan kebaya rancongan dan baju aghungan. Kebaya khas Madura hampir mirip dengan kebaya pada umumnya dan pas dengan bentuk tubuh. Modelnya adalah lengan panjang yang dilengkapi dengan odhet atau stagen yang diikatkan di perut.

Kebaya rancongan umumnya memiliki warna terang dan mencolok sebagai ciri khasnya, seperti biru, hijau, dan merah yang pas dengan bentuk tubuh. Sementara itu, untuk bawahannya berupa sarung batik dengan motif storjan, lasem, dan tabiruan.

1. Aksesori untuk Pakaian Adat Wanita

Ketika memakai busana adat, para wanita Madura juga menambahkan aksesori untuk memperindah penampilannya. Busana kebaya rancongan digunakan dengan mengombinasikan berbagai aksesori, seperti hiasan rambut yang terbuat dari emas yang disebut dengan cucuk dinar dan cucuk sisir.

Ada juga kalung brodong berupa kalung emas yang berwujud rentengan biji jagung dan shelter penthol, yaitu giwang emas yang digunakan di kuping. Sementara itu, terdapat hiasan dari emas di depan dada berupa perahu berundak tiga.

2. Pakaian Adat Madura untuk Pengantin

Pakaian adat Madura yang digunakan untuk pengantin pada masa lalu, khususnya yang dikenal oleh masyarakat Sumenep terdiri atas dua jenis, yaitu busana legung dan kaputren.

Pakaian kaputren berwujud kebaya lengan panjang dan terbuat dari beludru untuk menambahkan keindahannya. Bagian bawahnya dikombinasikan dengan samper atau sarong batik khas suku Madura.

Sementara itu, busana pengantin legung merupakan kain yang digunakan sebagai kemben oleh pengantin wanita, sedangkan mempelai laki-laki memakai kain ini di bawah dadanya. Biasanya, pakaian itu turut dilengkapi dengan kain bawahan berwarna merah dan aksesori mencolok khas suku Madura.

Saat ini, mayoritas pakaian pengantin Madura sudah dimodifikasi supaya terlihat lebih modern. Busana pengantin masa kini memakai bahan beludru bersulam emas dan terdiri atas bermacam-macam warna sesuai dengan pilihan si pengantin.

Pakaian Adat Madura Khas Bangkalan

Pakaian Adat Madura
Pakaian adat Madura khas Bangkalan (Perpustakaan.id/Public domain in Indonesia).

Selain kebaya rancongan, juga dikenal kebaya bengkal yang menjadi busana adat dari Kabupaten Bangkalan. Kebaya bengkal berbahan dasar beludru bersulam benang emas dengan warna merah. Motifnya polos dan mempunyai wujud seperti halnya kebaya pendek biasa.

Terdapat kotang dengan bahan katun di bagian dalamnya, dengan warna yang cenderung lebih gelap. Ukurannya pas dengan badan pemakainya.

Sementara itu, untuk bawahannya menggunakan songket dengan bahan sutra dan berwarna merah dengan motif kotak-kotak. Selain itu, pakaian ini juga dilengkapi dengan ikat pinggang dan alas kaki berupa selop dengan warna hitam.

Samper Madura

Pakaian Adat Madura
Kain Madura (Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Pamekasan/Public domain in Indonesia).

Samper adalah kain bermotif khas yang sering kali dijadikan sebagai bawahan atau rok para wanita saat menggunakan pakaian adat. Samper ini serupa dengan kain jarik, wujudnya memanjang dan tidak membentuk ruang seperti halnya sarung saat dibentangkan.

Cara menggunakannya cukup mudah, yaitu dengan dililitkan di badan, lalu lilitannya diperkuat dengan memakai sabuk dan kain yang lebih tipis.

Seiring dengan perkembangannya, samper sudah jarang digunakan sebagai bawahan karena tergeser fungsinya oleh celana dan rok. Pemakaian samper pada saat kini hanya dalam acara-acara budaya, upacara adat, dan prosesi kematian masyarakat Madura.

Batik Madura

Batik masyarakat Madura memiliki karakter yang khas dari sisi motif dan warnanya. Batik Madura mempunyai warna yang cerah seperti warna merah, kuning, biru, dan hijau daun. Ternyata, ada makna di balik warna-warna itu.

Warna merah menunjukkan karakter masyarakat Madura yang keras dan kuat. Warna hijau menunjukkan warna religi beberapa kerajaan Islam yang dahulu pernah ada dan berkembang di Madura. Selanjutnya, warna kuning menunjukkan bulir-bulir padi sawah dan warna biru menunjukkan warna laut yang mengitari Pulau Madura.

Ragam motif batik Madura diambil dari motif tumbuhan, binatang, dan kombinasi yang merupakan hasil kreasi dari para pembatiknya. Batik Madura mempunyai dua jenis motif, yaitu pesisiran yang memiliki warna dan motif yang cenderung berani. Sementara itu, batik pedalaman cenderung bergaya klasik dengan ornamen utama berwarna gelap.


Itulah artikel terkait “Pakaian Adat dan Kebudayaan Suku Madura di Jawa Timur” yang bisa kalian gunakan sebagai referensi dan bermanfaat untuk kalian. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.

Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!

Rujukan

  • Penebar Cif (2009). Mengenal Rumah Adat, Pakaian Adat, Tarian Adat, dan Senjata Tradisional 33 Provinsi di Indonesia. Jakarta: Penebar Cif.
  • Tim Media Vista (2009). Mengenal Adat, Budaya, dan Kekayaan Alam Indonesia. Jakarta: Cikal Aksara.

Rekomendasi Buku dan E-Book terkait Madura

1. Ulama Perempuan Madura

Bagi masyarakat Madura, nyai tidak hanya menjadi simbol keilmuan dan keagamaan, tetapi juga sebagai simbol perlawanan atas berbagai ketidakadilan. Para nyai ternyata memiliki peran yang signifikan, yang berhasil melakukan negosiasi sosio-kultural, meskipun ketokohannya sering kali dianggap tidak sentral di dalam masyarakat patriarki di Madura, sehingga pengaruhnya melampaui segala asumsi yang mengecilkan eksistensinya.

Itulah sebabnya, masyarakat Madura menempatkan sosok nyai sebagai ulama perempuan dalam berbagai konstruksi, yaitu konstruksi sejarah, agama, sosial, dan budaya. Dalam konstruksi budaya, nyai dipandang ajeg dalam menjaga tradisi. Dalam konstruksi sosial, mereka ditempatkan sebagai sosok karismatik dalam perekat kehidupan sosial. Dalam konstruksi agama, nyai menjadi juru selamat, sekaligus motivator dalam beragama. Sementara itu, dalam konstruksi produk sejarah, nyai merupakan pewaris lembaga keagamaan yang harus dijaga silsilahnya.

Kepatuhan masyarakat Madura terhadap ulama merupakan kepatuhan tulus tanpa syarat dan berlangsung secara turun-temurun. Mereka memahami tentang arti pengharapan, sehingga tidak perlu mempertanyakannya mengapa, kepada siapa, dan untuk apa kepatuhan tersebut dijalankan.

Buku ini sangat cocok untuk anda yang ingin belajar tentang ulama perempuan di Madura. Masih dianggap sebagai hal yang tidak umum di Madura kalau ada ulama yang berjenis kelamin perempuan. Namun, tokoh nyai tidak pernah gentar dan ajeg kepada tradisi dan konstruksi berbagai aspek.

[IT_EPOLL_VOTING id=”84466″][/IT_EPOLL_VOTING]

2. Madura, Akulah Darahmu

D. Zawawi Imron dikenal dalam percaturan sastra Indonesia sejak Temu Penyair 10 Kota di Taman Ismail Marzuki, Jakarta pada 1982. Bakat kepenyairannya ditemukan oleh Subagio Sastrowardojo. Pada 2012, dia menerima penghargaan The S.E.A Write Award di Bangkok Thailand.

The S.E.A. Write Award adalah penghargaan yang diberikan keluarga kerajaan Thailand untuk para penulis di kawasan ASEAN. Pada 2018, dia kembali menerima penghargaan sebagai tokoh yang berjasa di bidang kebudayaan dalam acara Kongres Kebudayaan Indonesia, Kemendikbud. Penghargaan ini diserahkan oleh Presiden Joko Widodo.

Buku Madura, Akulah Darahmu adalah buku kumpulan sajak yang ditulis oleh D. Zawawi Imron. Ada sebanyak 102 sajak dimuat dalam buku ini. Sajak-sajak di dalam buku ini adalah potret dan proses perjalanan 30 tahun Zawawi di dunia sastra. Diharapkan buku ini menjadi dedikasi penulis kepada kemanusian yang memelihara solidaritas dan bertumpu pada fitrah. Semoga buku ini bisa menjadi obat dari setiap jeritan hati nurani manusia yang terluka akibat ketidakadilan.

Sinopsis Buku

“D. Zawawi Imron paham cara bertolak dari lingkungannya alam Madura dengan lenguh sapi rerumputannya, masyarakat, dan legendanya. Dengan kemampuan kontrol bahasa yang cukup baik, dengan pilihan kata-kata yang selalu dijumpai dan dihayatinya sehari-hari di lingkungannya: laut, genta, sapi, jagung, ombak, teluk, menampilkan renungan tanpa teriak, tetapi sering tak luput dengan ledakan dan lontaran asosoatif yang memukau, yang mengenyakkan kita pada kesadaran hidup” (Sutardji Calzoum Bachri, sajak-sajak puisi indonesia 1983).

3. History of Madura: Sejarah, Budaya, dan Ajaran Luhur

Buku ini menyajikan sejarah Madura dari awal hingga masa kini. Tersaji dalam buku ini sistem masyarakat, agama, bahasa, budaya, juga struktur sosial, dan politik masyarakat Madura. Tidak lupa, disajikan ajaran-ajaran luhur masyarakat Madura yang sampai saat ini masih dipegang teguh oleh sebagian masyarakat Madura, baik yang masih tinggal di Madura maupun yang sudah menetap di pulau atau daerah lain.

[IT_EPOLL_VOTING id=”84466″][/IT_EPOLL_VOTING]

4. Indonesia Tidak Pernah Dijajah

Setiap tanggal 17 Agustus seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke merayakan hari ulang tahun Indonesia. Namun, tidak semua masyarakat Indonesia mengetahui proses sejarah kemerdekaan Indonesia, yang diketahui hanyalah hasil kemerdekaan yang dinobatkan pada 17 Agustus 1945 saja. Dalam buku Indonesia Tidak Pernah Dijajah yang ditulis oleh Batara R. Hutagalung ini diulas proses di balik kemerdekaan yang diakui oleh bangsa Indonesia selama 72 tahun ini.

Salah satu faktanya Belanda masih tidak mengakui secara de jure kemerdekaan Republik Indonesia (RI) berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Belanda hanya menyetujui sepenuh hati “pemindahan kekuasaan” lewat Konferensi Meja Bundar (KMB) penghujung 1949. Menurut Konvensi Montevideo 1933, tidak diperlukan pengakuan formal terhadap sebuah proklamasi kemerdekaan, tetapi ada implikasi yang besar dalam masalah ini.

Dengan tidak mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia, dua kali agresi militer yang dilancarkan Kerajaan Belanda tahun 1947 dan 1948 bagi Belanda hanya dianggap sebagai aksi polisionil. Para pejuang kemerdekaan dianggap penjahat dan kelompok kriminal yang penyelesaiannya merupakan masalah dalam negeri Kerajaan Belanda di daerah koloni Hindia Belanda.

Demikian sedikit ulasan buku Indonesia Tidak Pernah Dijajah. Buku ini hadir untuk memperkuat pemahaman bangsa Indonesia mengenai fakta yang sebenarnya terjadi. Batara menyuarakan secara kritis sejarah bangsa Indonesia dan menghidupkan kembali sukma nasionalisme yang mulai pudar di kalangan anak bangsa dewasa ini. Dia juga membeberkan fakta-fakta sejarah kolonial Belanda di Indonesia yang terkesan didiamkan selama ini.

Tulisan fakta-fakta yang disajikan dalam bab tersendiri mempermudah pembaca dalam memahami fakta sejarah yang disampaikan Batara. Kalimatnya yang sedikit baku membuat pembaca merasa sedang membaca buku pembelajaran. Namun, buku ini sangat dianjurkan kepada khalayak yang ingin mendalami proses dan fakta sejarah mengenai kemerdekaan Indonesia.

5. Nusantara Sejarah Indonesia

Nusantara merupakan salah satu deskripsi sejarah Indonesia yang ditulis secara mendalam dan populer. Kendati buku ini terbit pertama pada 1943, banyak hal-hal yang disampaikan oleh Vlekke aktual sampai abad ke-21. Berbeda dengan buku sejarah selebihnya, Vlekke menampilkan proses sejarah Indonesia tanpa terlalu memusatkan proses perluasan kolonialisasi.

Vlekke dalam buku ini misalnya memaparkan bahwa perang agama sangat langka di Jawa dan boleh jadi penyebabnya adalah sinkretisme terpelihara sejak zaman dulu. Ada kisah kegagalan Sultan Agung menyatukan Nusantara karena tak punya angkatan laut yang memadai. Kisah lain yang langka adalah perubahan tabiat orang Belanda yang rajin di tanah airnya (Homo batavus), tetapi jadi pemalas ketika tinggal di Batavia (Homo bataviensis).

Edisi Indonesia buku ini merupakan terjemahan edisi revisi 1963. Penulis menyajikan sejarah Nusantara secara populer. Oleh karena itu, buku ini seolah-olah berisi dongeng Indonesia pada masa silam. Pembaca muda Indonesia dapat dengan mudah memahami kisah yang ditampilkan dalam buku ini.

[IT_EPOLL_VOTING id=”84466″][/IT_EPOLL_VOTING]

BACA JUGA:

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by Fandy Aprianto Rohman

Dunia sastra selalu berkembang dan mengikuti perkembangan teknologi. Saat ini, sastra mampu hidup di dunia apa pun, bahkan mampu masuk ke dunia industri kreatif, sehingga sastra dapat lebih bersifat kekinian.