in ,

Batik Lasem: Mengenal Sejarah dan Makna Motifnya

KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO

Batik Lasem –  Masyarakat Indonesia sudah sepatutnya berbangga hati karena memiliki tak hanya warisan kuliner, tetapi juga budaya yang sangat kaya dan batik lasem adalah salah satu contohnya. Batik merupakan kain tradisional khas Nusantara yang memiliki berbagai ragam jenisnya dan berbeda-beda pada tiap daerah. Tidak mengherankan, jika kain bermotif unik satu ini siudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan kemanusiaan bagi budaya lisan serta nonbendawi.

Secara etimologi, kata batik berasal dari bahasa Jawa yaitu ambhatik dari kata amba yang berarti lebar atau luas, dan titik yang berarti titik atau matik. Kedua kata ini digabungkan membentuk kata batik yang dikenal oleh masyarakat.

Sejarah Batik Lasem

Secara administratif, Lasem adalah sebuah kecamatan yang berada di kawasan Rembang, Jawa Tengah. Daerah ini merupakan tempat awal pendaratan orang Tiongkok di tanah Jawa sehingga menjadikannya dijuluki sebagai Tiongkok Kecil.

Sejarah dalam pelestarian keragaman budaya dan etnis sudah tercatat dalam perjalanan panjang kawasan mungil di pesisir utara Pulau Jawa ini. Toleransi yang telah terjalin antar masyarakat sudah sangat mengakar sejak dahulu. Adanya 241 rumah kuno di sepanjang jalan serta gang perkampungan seakan memperkuat posisinya sebagai “rumah” bagi banyak tradisi dan budaya.

Tingginya tingkat toleransi di Lasem dibuktikan dengan tidak adanya catatan konflik antar-etnis yang terjadi. Ketika perayaan Imlek, kelenteng terbuka bebas bagi siapa pun bagi masyarakat untuk saling bertemu serta menikmati makanan khas tahun baru. Pun berlaku sebaliknya, penghuni pondok pesantren juga hidup berdampingan dengan masyarakat beretnis Tionghoa.

Toleransi yang tinggi juga diperkaya dengan adanya batik di lasem yang memiliki motif sangat unik, perpaduan antar budaya, yakni Jawa dan Tionghoa. Dilansir dari laman Good News From Indonesia, sejarah mencatat bahwa kemunculan batik lasem sangat erat kaitannya Laksamana Cheng Ho. Lasem merupakan tempat pendaratan pertama pasukan Laksamana Cheng Ho dan masyarakat Tionghoa di masa lalu.

Raden Panji Kamzah pada tahun 1858 menuliskan dalam Babad Lasem (Kisah Lasem) yang bercerita bahwa Bi Nang Un, sebuah anak buah kapal Dhang Puhawang Tzeng Ho dari Tionghoa bersama dengan istrinya Na Li Ni memutuskan untuk tinggal di daerah Bonang, Jawa Tengah.

Dari catatan tersebut, Na Li Ni atau Si Putri Campa diyakini sebagai orang pertama yang mengenalkan teknik membatik pada abad ke-15. Waktu tersebut merupakan masa keemasan perusahaan batik yang dibangun oleh orang-orang etnis Tionghoa di Lasem pada sekitar tahun 1860-an.

Produksi batik pada saat itu menjadi usaha yang paling menguntungkan kedua setelah perdagangan candu. Pengusaha batik Lasem mempekerjakan 2.000-an orang untuk proses artistik serta 4.000-an orang untuk proses yang lain.

Na Li Ni terus menjalankan bisnisnya hingga hasil batik buatannya berhasil dikirim ke seluruh wilayah Nusantara oleh para pedagang dengan memakai kapal. Karena motifnya yang unik, pada awal abad ke-19 batik lasem mengalami masa kejayaan bahkan hingga sampai diekspor ke Thailand dan Suriname.

Menjelang tahun 1970-an, kejayaan batik Lasem mulai mengalami penurunan. Melansir dari laman National Geographic, terungkap fakta bahwa industri batik pada tahun 1970-an berada di titik tertinggi hingga mencapai 144 perusahaan batik, tetapi terus menurun dan pada tahun 2015 hanya tersisa 30 perusahaan batik tulis Lasem yang ada di seluruh Kabupaten Rembang.

Motif Batik Lasem

Seiring dengan perkembangan zaman, batik Lasem semakin memantapkan diri dengan ciri khas menggunakan warna mencolok seperti merah terang, hijau botol, serta biru tua dan menggunakan berbagai motif yang didominasi oleh perpaduan dari motif hewan dengan motif tumbuhan khas Jawa.

Secara umum, batik Lasem mempunyai dua motif utama, yaitu motif Tionghoa menggunakan gambar naga, burung hong, ayam hutan, dan lain sebagainya, sedangkan motif non-Tionghoa menggunakan gambar sekar jagad, grinsing, kricak, kendoro kendiri, dan lain sebagainya. Tiap-taip motif, baik motif Tionghoa maupun motif Jawa memiliki maknanya tersendiri.

1. Liong atau Naga

Batik Lasem Naga bermakna berbagai harapan mulia dan simbolisasi perjalanan spiritualisme. Dalam tradisi Tiongkok, naga memiliki keterkaitan yang erat dengan sumber kekuatan alam yang luar biasa

2. Burung Hong

Burung Hong adalah salah satu hewan legenda Tiongkok di kehidupan zaman dahulu. Mahluk yang juga disebut Fenghuang ini menjadi lambang dari keindahan serta keabadian

3. Gunung Ringgit

Motif ini merupakan mainfestasi harapan supaya penggunanya selalu dilimpahi dengan kemakmuran. Selain sebagai harapan, motif ini juga adalah sindiran bagi orang kaya maupun mereka yang berkeinginan untuk kaya.

Secara sederhana, pola ini memberikan pesan tersirat bahwa harta kekayaan yang digapai oleh manusia wajib dicari dengan cara yang baik dan jangan merugikan orang lain. Lebih bijak lagi, bila kekayaan tersebut dipakai untuk hal yang bermanfaat dengan membantu sesama.

4. Kricak (Watu Pecah)

Motif kricak atau batu pecah ini berasal dari sejarah yang sangat menyedihkan. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, masyarakat Lasem dipaksa untuk menjadi buruh tanpa dibayar sedikit pun.

Buruh diwajibkan untuk memecah batu besar hingga menjadi kricak sebagai bahan untuk pengeras jalan. Luapan amarah, emosi, dan penderitaan masyarakat itulah yang digambarkan menjadi motif batik yang kita kenal hingga saat ini.

Walaupun pamor batik daerah ini sampai sekarang masih bagus, tetapi kekhawatiran masih banyak yang harus dipikirkan seperti masalah kesejahteraan pembatik, pemasaran, regenerasi dan lain sebagainya. Untungnya, sekarang ini telah ada 21 jenis motif batik yang sudah terdaftar di HAKI sehingga hasil karya dari para pengusaha batik memperoleh jaminan perlindungan hukum. Semoga semua batik di Indonesia, termasuk batik Lasem tetap lestari, selalu dicintai oleh anak negeri, dan tak akan tergerus oleh waktu.

Rekomendasi Buku Terkait

1. Seni Batik Indonesia

batik lasem

Deskripsi Buku

Batik merupakan kain Indonesia bermotif yang dibuat secara khusus dengan menuliskan maupun mengaplikasikan malam pada kain tersebut, lalu diproses dengan cara tertentu yang terdapat kekhasan di dalamnya. Batik pesisir Indonesia yang berasal dari pulau Jawa ini memiliki berbagai kisah mendalam, seperti:

  1. sejarah akulturasi
  2. beragam corak yang dipengaruhi oleh banyak budaya
  3. perkembangan pola yang pesat
  4. teknik serta kualitas pengerjaan bila dibandingkan dengan batik dari daerah lain

Batik dianggap sebagai salah satu ikon budaya yang penting di Indonesia. Masyarakat Indonesia biasa mengenakan batik sebagai busana kasual maupun formal yang dapat digunakan untuk menghadiri berbagai acara.

Buku yang disusun oleh S.K. Sewan Susanto, S. Teks. Berujdul Seni Batik Indonesia ini adalah buku yang menjelaskan perpaduan antara seni dengan teknologi oleh leluhur bangsa Indonesia secara turun temurun. Seni budaya khas Indonesia ini sudah diakui oleh UNESCO sebagai representatif dari budaya tak benda warisan budaya manusia.

Sebagai sumber referensi bagi masyarakat yang memiliki minat terhadap batik, buku Seni Batik Indonesia dapat dikatakan sebagai buku yang membahas batik paling komplit se-Indonesia. Buku ini mengulas dengan lengkap mulai dari:

  1. bahan-bahan pembuat batik
  2. unsur-unsur motif batik
  3. susunan motif batik
  4. seni batik di Indonesia
  5. teori pewarnaan
  6. warna dan tata warna batik
  7. zat warna untuk batik
  8. teknik membuat batik
  9. sejarah dan perkembangan seni batik Indonesia

Buku ini adalah hasil dari ketekunan, semangat, dan tekad penulis dalam mengumpulkan seluruh bahan referensi, wawancara dan juga mengombinasikan antara penelitian dengan pengalamannya.

2. Ensiklopedia The Heritage Of Batik: Identitas Pemersatu Kebanggaan Bangsa

batik lasem

Deskripsi Buku

Batik sebagai seni yang adiluhung telah melalui perjalanan waktu yang amat sangat panjang. Kain ini juga senantiasa berkembang dan bertransformasi seiring dengan perkembangan budaya masyarakat sejak zaman prasejarah hingga era modern dan globalisasi ini. Maka dari itu, batik dapat dikatakan sebagai salah satu identitas khas bangsa Indonesia yang sangat membanggakan.

Batik yang Grameds kenal pada saat ini pada mulanya merupakan karya budaya yang memiliki sifat indrawi, filosofis, dan spiritual. Batik Indonesia yang sesungguhnya, yang kaya akan teknik, simbol, filosofi, dan budaya tersebut, pada 2 Oktober 2009 oleh UNESCO diakui dan ditetapkan sebagai warisan pusaka dunia. Pengakuan itu pastinya menjadi tonggak penting dalam pengembangan eksistensi batik di kancah internasional.

Buku ini menyajikan berbagai bukti sekaligus pemahaman menyeluruh mengenai batik yang memang mempunyai akar sejarah dan budaya yang sangat kental di Indonesia. Buku ini membuka tabir sejarah serta perkembangan batik dari sejumlah negara, serta dinamika seni dan keterampilan membatik berbagai daerah di Indonesia.

Buku ini semakin lengkap dengan penjelasan mengenai beraneka ragam batik dan makna filosofi yang terkandung di dalam tiap-tiap jenis batik. Buku ini juga menjelaskan dengan lengkap mengenai cara pembuatan beraneka jenis batik, serta membahas lengkap mengenai berbagai tantangan serta upaya pemberdayaan industri kreatif yang sangat bermanfaat bagi perekonomian masyarakat.

Dalam Ensiklopedia The Heritage of Batik ini tidak hanya berisi ulasan mengenai mengenai motif batik Indonesia, tetapi juga berisi tentang makna dan sejarah dari jenis-jenis batik. Selain itu juga terdapat berbagai macam batik yang terkenal di Indonesia. Buku ini juga membahas mengenai teknik pembuatan berbagai macam batik, seperti pembuatan batik tulis, batik jumputan, batik cap atau cetak hingga lukisan batik, hingga industri pemberdayaan batik.

3. Menelusuri Asal Usul Batik

batik lasem

Deskripsi Buku

Banyak orang yang meyakini bahwa seni batik berasal dari Jawa Tengah. Selain itu, banyak juga yang yang meyakini bahwa batik telah ada sejak zaman Majapahit. Meskipun demikian, banyak orang yang bahkan tidak memikirkan asal usul dari “istilah” batik itu. Lantas, apa keterkaitan antara batik dengan wastra yang sudah menjadi penanda dari tingkat sosial penggunanya dan sudah berlaku sejak awal abad Masehi di berbagai kebudayaan dalam kerajaan Hindu-Buddha?

Selain itu, apakah Grameds pernah mendengar atau membaca istilah dari Wdihan dan Ken yang kerap kali hadir pada berbagai prasasti sejak abad ke-6 sampai 10 Masehi? Mungkinkah istilah tersebut merupakan bentuk wastra batik yang Grameds kenal sampai saat ini?

Bahkan, banyak sekali penulis buku batik yang dengan berani menyatakan bahwa batik berasal dari India. Bukankah terbalik? Rabindranath Tagore adalah orang yang membawa batik dari Jawa ke Santiniketan. la mempunyai sebuah Sekolah Tinggi Seni Bhavana serta dengan semangat tinggi ingin mengajarkan ilmu membatik pada muridnya. Dapat Grameds bayangkan, bahwa bangsa Jepang yang sudah terkenal sejak zaman dulu sangat tertutup ternyata banyak yang penasaran, tertarik, dan suka terhadap batik khas Jawa yang mereka sebut dengan nama Jawa Sarasah pada abad ke-16 Masehi.

Sebuah tulisan yang terdapat dalam buku karya Rens Heringa yang berjudul Fabric of Enchantment: Batik from the North Coast of Java, mengatakan bahwa pertama kalinya batik ada di Indonesia pada era 700-an. Batik diperkenalkan oleh seseorang yang berasal dari India, ketika Raja Jayanegara atau Lembu Amiluhur yang pada saat itu merupakan seorang pemimpin dari kerajaan Janggala menikahkan putranya dengan seorang putri yang berasal dari India. Informasi ini sangat menarik untuk dikaji serta dikembangkan lebih lanjut. Meski begitu, ternyata berbagai data pendukung dan penelusuran secara logika, baik hubungan maupun waktu dengan data yang lain, masih meragukan bagi penulis.

4. Motif Batik Klasik Legendaris dan Turunannya

batik lasem

Deskripsi Buku

Motif Gringsing merupakan salah satu motif yang sudah ada sejak lama dan asli dari Nusantara. Sejak era dongeng Panji di kerajaan Kediri, motif Gringsing keberadaannya telah disebut-sebut oleh G. P. Rouffaer. Lalu, Kitab Pararaton dan juga kitab Negarakertagama beberapa kali menyebutkan motif Gringsing dan Geringsing yang diyakini sudah ada sejak Raden Wijaya memerintah di Majapahit.

Kitab Pararaton juga menyebutkan bahwa raja ini sudah menganugerahkan batik Gringsing untuk beberapa panglima perang yang berjasa penting dalam peperangan. Sedangkan, dalam Negarakertagama disebutkan bahwa kain motif Gringsing dipakai untuk menghias kereta kerajaan yang mewah.

Batik yang kerap kali disebut sebagai warisan budaya dari nenek moyang bangsa Indonesia yang memiliki nilai adiluhung serta wajib dilestarikan tersebut, sebenarnya hanya dapat digunakan oleh “batik klasik”. Bukanlah batik kekinian yang diproduksi sebagai tren mode dan bukan pula tuntutan selera pasar yang sama sekali sudah tak memiliki jiwa atau roh di dalamnya.

Motif batik yang tergolong klasik jumlahnya sangat banyak bahkan hingga ribuan, tetapi di antara itu ada motif-motif yang dapat disebut sebagai motif babon atau motif induk yang legendaris, yakni motif-motif yang di samping kepopulerannya, juga merupakan motif yang kerap kali dikenakan dalam ritual yang dilakukan oleh orang Jawa. Di mulai dari upacara kelahiran, masa bertumbuh, masa kehidupan, pernikahan, serta berbagai simbol dalam menjalani kehidupan, sampai upacara berakhirnya kehidupan.

5. Batik Filosofi, Motif dan Kegunaan (FC)

batik lasem

Deskripsi Buku

Batik adalah karya bangsa yang memiliki nilai luhur dan budaya dari masyarakat Indonesia. Sejak berabad-abad yang lalu batik telah dikenakan oleh baik wanita maupun pria dan juga tetap lekat dalam kehidupan suku Jawa, Madura, dan juga Sumatra. Sekarang ini, batik Indonesia sudah diakui oleh berbagai bangsa lain, sudah tersebar di berbagai negara, dan bahkan diakui oleh UNESCO.

Kendati demikian, minat masyarakat terhadap batik kerap kali tidak diimbangi pemahaman terhadap nilai batik itu sendiri. Informasi serta referensi perihal batik Nusantara masih banyak yang belum diketahui oleh masyarakat. Kerap kali orang yang menggunakan batik klasik memilih motfi batik hanya karena kecantikannya, kebutuhan fashion, mengenakan tak sebagaimana fungsinya, maupun tak memahami ikhwal dari motif batik yang dikenakan.

Motif, kegunaan, dan filosofi merupakan tiga hal dalam batik yang saling memiliki keterkaitan antara satu sama lain. Motif batik diciptakan dengan berbagai tujuan serta harapan yang baik. Meski demikian, ternyata masing-masing dari motif batik memiliki fungsinya tersendiri, serta waktu yang tepat kapan batik tersebut bisa dipakai.

Sumber rujukan

  • https://www.indonesia.travel/id/id/ide-liburan/batik-tiga-negeri-khas-lasem-yang-melegenda-yuk-ketahui-seluk-beluknya
  • https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/01/29/batik-lasem-hasil-kombinasi-antar-dua-budaya
  • https://jatengprov.go.id/beritaopd/batik-lasem-akulturasi-budaya-tiongkok-jawa/
  • https://id.theasianparent.com/batik-lasem

Written by Arum Rifda

Menulis adalah cara terbaik untuk menyampaikan isi pemikiran, sekalipun dalam bentuk tulisan, bukan verbal.
Ada banyak hal yang bisa disampaikan kepada pembaca, terutama hal-hal yang saya sukai, seperti K-Pop, rekomendasi film, rekomendasi musik sedih mendayu-dayu, dan lain sebagainya.