in

Review Buku Corat-Coret di Toilet Karya Eka Kurniawan

Corat-Coret di Toilet adalah buku kumpulan cerpen karya Eka Kurniawan. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Yayasan Aksara Indonesia sekitar tahun 2000 dan berisi sepuluh cerpen, lalu diterbitkan ulang oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2014 dengan menambah dua cerpen lagi.

Corat-Coret di Toilet menjadi buku yang menggugah pikiran dan menawan secara visual. Melalui buku ini, Eka Kurniawan mengajak pembaca dalam perjalanan ke dunia toilet yang tersembunyi, menggali keindahan subversif yang ditemukan di ruang-ruang yang sering diabaikan.

Dengan gaya penceritaannya yang khas, Eka Kurniawan kali ini menyoroti kekuatan seni untuk melampaui batas-batas tradisional dan menantang norma-norma masyarakat. Buku ini menjadi pengingat bahwa kreativitas tidak mengenal batas dan ekspresi artistik dapat ditemukan bahkan di tempat yang paling tidak terduga.

Penulis Buku Corat-Coret di Toilet

Holiday Sale

Eka Kurniawan adalah penulis Indonesia yang dikenal karena gaya penceritaannya yang khas dan kemampuannya menerangi kompleksitas masyarakat Indonesia. Lahir pada 28 November 1975 di Tasikmalaya, Jawa Barat, karya sastra Eka Kurniawan menuai pujian kritis baik di Indonesia maupun di kancah internasional. Melalui narasinya yang menggugah dan eksplorasi isu-isu sosial, Eka Kurniawan telah menjadi suara yang menonjol dalam sastra Indonesia kontemporer.

Eka Kurniawan mengembangkan kecintaan terhadap sastra sejak usia dini. Dia adalah seorang pembaca yang rajin, membenamkan dirinya dalam berbagai genre sastra. Eka Kurniawan melanjutkan studinya di bidang Filsafat di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, di mana dia semakin mengasah kemampuan menulisnya.

Selama tahun-tahun kuliahnya, Eka Kurniawan aktif berpartisipasi dalam lokakarya menulis dan acara sastra, berhubungan dengan sesama penulis yang bercita-cita tinggi dan membenamkan dirinya dalam kancah sastra. Karir sastranya mendapatkan momentum di awal tahun 2000-an ketika dia mulai menerbitkan cerpen di berbagai majalah sastra.

Novel debutnya, Cantik Itu Luka, yang diterbitkan pada tahun 2002, mendapat pujian luas karena eksplorasi sejarah Indonesia yang penuh gejolak, memadukan realisme magis dan komentar politik. Novel tersebut mendapat pengakuan internasional dan diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, memperkenalkan karya Eka Kurniawan kepada khalayak global.

Pada tahun 2004, Eka Kurniawan merilis novel keduanya, Lelaki Harimau, yang semakin memantapkan reputasi bakat sastranya yang tangguh. Novel ini menggali tema-tema kekuasaan, maskulinitas, dan unsur-unsur supernatural, cerita rakyat dan realisme yang terjalin untuk menciptakan narasi yang memukau. Lelaki Harimau masuk nominasi panjang penghargaan The Man Booker International Prize pada 2016.

Karya-karyanya selanjutnya, yaitu: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas , O, Corat-Coret di Toilet, Cinta Tak Ada Mati, Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi, Sumur, Kaplan Adam, dan judul-judul lain yang menunjukkan kehebatannya sebagai penulis dalam mengeksplorasi berbagai genre.

Gaya penulisan Eka Kurniawan dicirikan oleh prosa liris, citra yang kaya, dan perpaduan unsur sejarah dan kontemporer. Narasinya kerap menyelami lanskap sosial-politik Indonesia, mengeksplorasi tema-tema kolonialisme, ketimpangan sosial, dinamika gender, dan dampak globalisasi.

Dia dengan terampil menjalin elemen realisme, realisme magis, dan cerita rakyat, menciptakan cerita yang hidup dan berlapis-lapis yang memikat pembaca.

Pengaruh Eka Kurniawan terhadap sastra Indonesia sangat mendalam. Karya-karyanya mendapat pujian kritis, memicu diskusi tentang sejarah, budaya, dan masyarakat Indonesia.

Kemampuannya untuk memadukan penceritaan tradisional dengan tema-tema kontemporer telah menggema di kalangan pembaca, baik di Indonesia maupun di luar negeri, menjadikannya suara yang signifikan dalam lanskap sastra.

Sinopsis Buku Corat-Coret di Toilet

Corat-Coret di Toilet menjadi bukti bahwa hal sesederhana seperti coretan di toilet saja dapat menjelma menjadi sesuatu yang hidup, sangat dekat dengan kita, juga sekaligus menjadi catatan jejak kemanusiaan dan permasalahan sosial di dalamnya.

Buku ini dimulai dengan menelaah sejarah seni kamar mandi, menelusuri asal-usulnya hingga peradaban kuno di mana prasasti di dinding kamar mandi berfungsi sebagai alat komunikasi. Dari situ, Eka Kurniawan bertransisi ke era kontemporer, menyoroti bagaimana gerakan seni jalanan dan budaya urban telah membentuk dan memengaruhi kancah seni toilet modern.

Sepanjang bukunya, Eka Kurniawan menampilkan keragaman gaya artistik, teknik, dan pesan yang muncul dari seni toilet. Pembaca disuguhi deskripsi dan visual yang jelas dari grafiti, corat-coret, dan karya seni spontan yang ditemukan di kanvas yang sering diabaikan itu.

Dari sketsa minimalis hingga mural yang hidup, buku ini menangkap luasnya ekspresi artistik yang dapat ditemukan di toilet umum di seluruh dunia.

Di luar keindahan visual, Corat-Coret di Toilet menyelami makna seni toilet yang lebih dalam. Eka Kurniawan menelusuri komentar sosial yang tersemat dalam ungkapan-ungkapan tersebut, mulai dari pernyataan politik hingga refleksi pribadi.

Melalui pengamatan dan analisisnya, dia menantang pembaca untuk merenungkan norma-norma masyarakat, identitas individu, dan kekuatan kebebasan artistik.

Corat-Coret di Toilet memuat 12 cerpen, meliputi: Peter Pan, Dongeng Sebelum Bercinta, Corat-Coret di Toilet, Teman Kencan, Rayuan Dusta untuk Marietje, Hikayat Si Orang Gila, Si Cantik yang Tak Boleh Keluar Malam, Siapa Kirim Aku Bunga?, Tertangkapnya Si Bandit Kecil Pencuri Roti, Kisah dari Seorang Kawan, Dewi Amor, dan Kandang Babi.

Cerpen-cerpen tersebut bercerita tentang kisah perjuangan pemuda melawan pemerintahan diktator, pemberontakan perempuan terhadap perjodohan, kehidupan nyata masyarakat umum yang pro dan kontra pada kebijakan pemerintah dan menuangkan aspirasi lewat dinding toilet, kisah seorang pencuri kecil yang tak pernah tertangkap, kisah sekelompok mahasiswa, kisah cinta seorang Belanda kepada gadis pribumi yang berakhir kandas karena alasan tak terduga, dan kisah mahasiswa serta kisah cinta lainnya yang dihadapkan pada benturan realita.

Pada akhirnya, Corat-Coret di Toilet merayakan keberanian dan kecerdikan seniman yang menemukan inspirasi di tempat tak terduga. Dengan menyoroti seni kamar mandi, Eka Kurniawan mendorong pembaca untuk mengenali potensi artistik di ruang yang paling biasa sekalipun. Melalui penceritaannya yang menawan, dia mengajak kita untuk menantang praduga tentang seni dan untuk menghargai kekuatan ekspresi kreatif dalam segala bentuknya.

Biar Grameds nggak penasaran lagi dengan jalan cerita dari Corat-Coret di Toilet dan merasakan keseruan dari setiap cerpen yang ada di dalamnya, segera dapatkan bukunya di gramedia.com, ya.

 

Review Buku Corat-Coret di Toilet

Pros & Cons

Pros
  • Buku ini menawarkan perspektif unik pada seni toilet dan menggali topik yang sering terabaikan.
  • Narasi yang disajikan berisi isu sosial dan diskusi yang dapat mengunggah pemikiran pembaca.
  • Buku ini memberikan pesan yang menarik dan mendorong pembaca untuk melihat keindahan dan makna yang tersembunyi di balik grafiti dan corat-coret di toilet umum.
Cons
  • Buku ini berfokus pada seni kamar mandi, yang mungkin tidak menarik bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan subjek khusus ini.
  • Sifat seni toilet yang provokatif dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi individu tertentu, sehingga buku ini kurang dapat diakses untuk bacaan konservatif.

 

Corat-Coret di Toilet menawarkan perspektif unik pada seni toilet dan menggali topik yang sering terabaikan. Dengan menjelajahi dunia di balik grafiti dan corat-coret yang ditemukan di toilet umum, Eka Kurniawan memberikan pandangan yang segar dan menggugah pemikiran tentang bentuk seni yang tidak konvensional.

Buku ini memungkinkan pembaca untuk menghargai keragaman dan kreativitas yang ditemukan dalam seni toilet. Narasi dan visual yang gamblang memberikan gambaran menyeluruh tentang berbagai gaya artistik, teknik, dan pesan yang disampaikan oleh para seniman di ruang yang tidak konvensional.

Ini mendorong pembaca untuk melihat keindahan dan makna di tempat yang tak terduga, menantang gagasan konvensional tentang apa yang dimaksud dengan seni. Corat-Coret di Toilet menyediakan platform untuk komentar sosial dan diskusi yang menggugah pikiran.

Eka Kurniawan mengeksplorasi pesan dan tema yang disampaikan melalui seni toilet, mulai dari pernyataan politik hingga refleksi pribadi. Dia mendorong pembaca untuk merenungkan isu-isu sosial, memicu percakapan tentang norma-norma masyarakat, identitas individu, dan kekuatan kebebasan artistik.

Meski buku dengan tebal 158 halaman ini mengangkat tema yang fresh, buku ini bukan cup of tea untuk semua orang, karena Corat-Coret di Toilet berfokus pada seni kamar mandi, yang mungkin tidak menarik bagi pembaca yang tidak tertarik atau terbiasa dengan subjek khusus ini.

Selain itu, beberapa pembaca mungkin menganggap isi buku tersebut kontroversial atau melihatnya sebagai promosi aktivitas ilegal. Sifat seni toilet yang provokatif dapat menyebabkan pendapat yang terbagi dan ketidaknyamanan bagi individu tertentu, membuat buku ini kurang dapat diakses untuk bacaan konservatif.

Namun, Corat-Coret di Toilet menawarkan pandangan yang unik dan menarik tentang dunia seni kamar mandi. Narasi-narasi yang ditulis mampu menggugah pemikiran pembaca dan membuat pembaca melihat keindahan dari hal-hal yang sering terabaikan.

Dapatkan buku Corat-Coret di Toilet di toko gramedia terdekat atau di gramedia.com. Yuk, beli bukunya sekarang juga!

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Ananda Aprilia

Referensi:

  • Kurniawan, Eka. 2023. Corat-Coret di Toilet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rekomendasi Buku Terkait

Novel Cantik Itu Luka

 

Kecantikan Dewi tidak hanya terkenal dikalangan para penjajah saja, seluruh desa pun mengakui pesona parasnya itu. Namun bagi Dewi, kecantikannya ini seperti kutukan, kutukan yang membuat hidupnya sengsara, dan kutukan yang mengancam takdir keempat anak perempuannya yang ikut mewarisi genetik cantiknya.

Tapi tidak dengan satu anak terakhir Dewi, si Cantik, yang lahir dengan kondisi buruk rupa. Bagaimana takdir yang akan menghampiri si Cantik? Apa yang membuat Dewi harus kembali ke dunia bak neraka ini? Ungkap rahasia dibalik misteri kisah masa kolonial dalam novel Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan.

Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi

 

Mimpi itu memberitahunya bahwa ia akan memperoleh seorang kekasih. Dalam mimpinya, si kekasih tinggal di kota kecil bernama Pangandaran. Setiap sore, lelaki yang akan menjadi kekasihnya sering berlari di sepanjang pantai ditemani seekor anjing kampung.

Ia bisa melihat dadanya yang telanjang, gelap dan basah oleh keringat, berkilauan memantulkan cahaya matahari. Setiap kali ia terbangun dari mimpi itu, ia selalu tersenyum. Jelas ia sudah jatuh cinta kepada lelaki itu.

Kumpulan cerita Eka Kurniawan yang sangat khas: eksploratif dan penuh kejutan; satir dan merefleksikan kenyataan; intim dan menyadarkan. Yuk, segera dapatkan bukunya di gramedia.com.

Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong: Novel Terbaru Eka Kurniawan

Setelah 8 tahun tidak menerbitkan karya baru, Eka Kurniawan kembali dengan sebuah novel berjudul Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong. Kabar tentang terbitnya buku ini telah santer terdengar dari akhir tahun 2023 lalu, namun baru di awal Juli 2024 ini pembaca berkesempatan untuk ikut memesan buku terbaru sang penulis, yang hadir dalam cetakan hard cover setebal 135 halaman. Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong kini dapat kamu pesan di Gramedia.com!

Anjing Mengeong, Kucing Menggonggong

https://cdnwpseller.gramedia.com/wp-content/uploads/2024/04/button_cek-gramedia-com.png

Dalam karya terbarunya, Eka Kurniawan bercerita tentang seorang anak bernama Sato Reang yang memutuskan untuk tidak lagi mengikuti jalan yang telah ditunjukkan oleh sang ayah. Kadang erat, kadang renggang; pembaca akan ikut terlibat dalam pergulatan di kepala Sato Reang yang berisik, melintasi perjalanan masa kecil Sato Reang yang membentuknya menjadi Sato Reang yang sekarang. Dikejar-kejar hantu sang ayah, Sato Reang memutuskan untuk kabur ke hidup yang ia inginkan. Sato Reang lahir baru, meninggalkan anak saleh yang dibentuk sang ayah berkalang tanah bersamanya.

“Berbuatlah sedikit dosa, Jamal,” kata Sato Reang kepada satu kawan sekelasnya. Jamal anak yang saleh, selalu sembahyang lima kali sehari, juga rajin mengaji. “Pahalamu sudah banyak. Bertumpuk-tumpuk. Tak akan habis dikurangi timbangan dosamu.”

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy