Grameds, Novel Merayakan Kesedihan karya Lilpudu merupakan kisah lanjutan dari novel Laut Pasang 1994. Pada novel sebelumnya terinspirasi dari peristiwa tsunami yang melanda kawasan banyuwangi, Jawa Timur pada tahun 1994. Novel ini sangat cocok untuk kamu yang mencari bacaan yang hangat akan ke keluarga, namun menyedihkan. Pada novel Merayakan Kesedihan akan bercerita mengenai raga yang tersisa setelah kejadian tsunami yang merenggut seluruh orang tersayang. Berbagai kilas balik tentang kenangan bersama yang membuat mereka harus bertahan hidup di bawah luka.
Buku Merayakan Kesedihan karya Lilpudu diterbitkan oleh Kawah Media pada September 2023 dengan 160 halaman akan memberikan kamu emosi yang mendalam ketika membacanya dan penuh akan pelajaran dan makna. Nah grameds, sebelum kamu membacanya berikut ini adalah beberapa ulasan singkat beserta sinopsis mengenai buku Merayakan Kesedihan.
Table of Contents
Sinopsis Buku Merayakan Kesedihan
“Tujuh Raga itu akan tetap menjadi Tujuh raga. Mereka hanya hilang untuk sementara tanpa pamit. Mereka akan kembali.. namun tidak dalam waktu dekat”
Mereka hilang dalam hitungan detik. suara tawa anak-anak di teras rumah malam itu akan selalu menjadi kenangan paling menyakitkan. Rasanya baru kemarin aku menghabiskan waktu, duduk bersama mereka di teras rumah sambil menyanyikan beberapa lagu untuk mengobati luka di hati kita masing-masing sudah biasa kupastikan bahwa luka yang ada di hati mereka adalah aku penyebabnya. Alunan gitar yang sesekali kumainkan, menjadi caraku untuk menebus semua kesalahanku selama ini, yang ternyata sama sekali tidak cukup menghapus kesalahanku.
Penyesalan kembali datang, menghantui setiap nafas dan langkahku. Aku hampir kehilangan arah, jika saja Tuhan mengambil semuanya dan hanya menyisakan ku seorang diri. Kalau sampai itu benar-benar terjadi, aku lebih baik ikut mati daripada harus menanggung sakit yang sampai kapan pun tidak akan pernah sanggup aku lewati.
Malam itu, aku hamparkan sajadah satu persatu untuk anakku di ruang tamu. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, aku kembali memimpin shalat. Menjadi imam untuk anak-anakku dalam keadaan hati yang tidak mampu dijelaskan dengan kata-kata. Sampai pada akhirnya aku menangis pada sujud terakhir tanpa siapa pun yang tahu. Aku meminta ampun pada Tuhan atas apa yang telah kulakukan pada anak-anakku di masa lalu. Tak lama setelah hari di mana aku salat bersama, aku anggap Tuhan telah menghapus semua dosaku dengan cara mengambil kembali putra-putra ku pada pelukan-Nya tanpa persetujuan.
Novel ini menceritakan mengenai tiga tokoh yaitu Bapak, Mas Khalid dan Mas Dewangga. Mereka bertiga lah yang tersisa dari musibah yang menyedihkan itu. Diawali dari cerita berdasarkan sudut pandang Bapak, Bapak yang melihat rumahnya hancur rata dengan tanah yang menyisakan puing-puing. Perasaan menyesal, sakit, kecewa dan bersalah semua dirasakan dalam satu waktu hingga membuatnya cukup lama berdiri memandang laut seolah meratapi bagaimana tingginya ombak laut malam itu menyapu daratan dan juga nyawa anak-anaknya. Tak henti ia menangis karena kejadian itu membuat dirinya kehilangan arah dan tanpa tujuan. Secercah harapan dan cahaya muncul ketika kertas yang diberikan Pak Yusri kala itu dan ia melihat anak sulungnya, Khalid Mahavir juga selamat dalam tsunami tersebut.
Pada lembar selanjutnya, dari sudut pandang Khalid si anak sulung juga memiliki rasa sedih dan penyesalan sama seperti ayahnya. Ia menganggap bahwa dirinya gagal menjadi anak pertama. Ia menyalahkan dirinya sendiri karena merasa gagal untuk menjaga adik-adiknya seperti janjinya kepada sang ibu sebelum wafat. Setelah ia tersadar dari pingsannya, matanya berbinar ketika melihat Bapak mengunjungi ke posko. Bapak memeluk anak sulungnya itu dan tangis mereka pecah tak terhindarkan ketika berpelukan. Khalid dan Bapak berusaha menguatkan satu sama lain. Mereka mengetahui jasad Nadi, Esa, Dipa dan Windu sudah dimakamkan namun Apta dan Dewa masih belum dapat ditemukan hingga saat itu.
Selang beberapa hari, Bapak mendengar kembali suara anak ketiganya Batara Dewangga. Hanya mereka bertiga yang masih tersisa dan diberikan hidup yang lebih lama, Apta masih belum ditemukan dimana, kalaupun Apta sudah meninggal, Bapak hanya berharap Apta dapat dimakamkan dengan baik.
Pada lembaran selanjutnya, berdasarkan sudut pandang Dewa, Ia masih teringat luka lama yang diberikan oleh Bapak yang sering menyakiti dan meninggalkannya. Apa daya saat ini malah sisa dirinya, Bapak dan Mas Khalid yang harus berjuang untuk hidup. Dewa masih belum menerima kehadiran Bapak setelah kejadian tsunami itu, ia masih benci karena perbuatan Bapak di masa lalu. Dewa merasa menyesal mengapa ia tidak mati bersama dengan adik-adiknya saja yang selalu bersamanya sedari kecil. Hingga Dewa mempertanyakan apakah kehidupan yang diberikan ini adalah sebuah keberuntungan atau sebuah kesialan?
Mereka bertiga seharusnya saling menguatkan dan bangkit dari keadaan terpuruk ini. Namun Dewa malah selalu diam dan menghindari ketika berbicara dengan Bapak. Mas Khalid kala itu emosi saat melihat Dewa yang terlihat kasar kepada Bapak. Bapak yang sudah jauh berubah menjadi yang lebih baik saat ini memaklumi kondisi Dewa, ia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa agar konflik kedua anaknya tidak berkelanjutan. Akankah Dewa dapat menerima kembali sosok Bapak dan melanjutkan hidup bersama dan bangkit dari keterpurukan? Temukan jawabannya hanya pada buku Merayakan Kesedihan.
Profil Penulis Buku Merayakan Kesedihan
Lilpudu adalah seorang penulis yang mengawali karirnya melalui platform digital menulis yaitu Wattpad. Penulis yang sering dipanggil “Teh Rin” ini telah melahirkan 5 cerita di Wattpad, yakni Dari Ayah Untuk Abang, Tinta Terakhir, Laut Pasang 1994, Laut Padang 2 1994, Dierja Gentala 1997, dan Merayakan Kesedihan. Lilpudu terkenal suka menulis dengan cerita yang sad ending.
Kisah-kisah yang dituliskan Lilpudu atau Airinda Nanda ini sukses menarik hati banyak orang, dibuktikan dengan jumlah followers akun Wattpad-nya yang bernama @Lilpudu, yang mencapai 54 ribu pengikut.
Bagi Grameds yang ingin mengenal sosok Lilpudu lebih dekat, bisa mengikuti karya-karyanya di Wattpad dan mengikuti akun Instagram bernama @lilpuduuuu. Jangan lupa untuk membeli karya tulis Lilpudu lainnya yang sudah diterbitkan, yakni Laut Pasang 1994 dan Laut Pasang 2.
Kelebihan dan Kekurangan Buku Merayakan Kesedihan
Kelebihan Buku Merayakan Kesedihan
Kelebihan buku Merayakan Kesedihan ini adalah dari keunikannya yang menggunakan tiga sudut pandang dari masing-masing tokoh. Pembaca diajak masuk ke dalam perspektif yang berbeda dari Bapak, Mas Khalid dan Dewangga. Penulis sengaja menghadirkan berbagai sudut pandang agar para pembaca dapat memahami alasan dibalik masing-masing tokoh melakukan sesuatu hal. Dengan menggunakan penyajian cerita seperti ini, pembaca yang memiliki kesalahpahaman antar tokoh dapat dijawab dengan baik.
Terdapat ilustrasi yang mendukung visual dari jalan cerita dalam imajinasi pembaca. Ada surat pada akhir lembar atau chapter secara konsisten dari masing-masing tokoh. Hal ini seperti ungkapan hati yang ingin disampaikan tokoh dan penulis mengemasnya dengan baik yaitu dalam bentuk selembar surat.
Selain itu gaya bahasa yang digunakan oleh penulis merupakan gaya bahasa yang dapat dikatakan sederhana dan mudah dipahami. Pemilihan kata tentang kesedihan diucapkan berkali-kali seakan menekan rasa sakit dan kesedihan yang dialami tokoh pada novel ini. Pembaca yang membacanya pun akan semakin larut dalam kesedihan yang dibangun penulis.
Kelebihan lain pada buku ini ada pada cover bukunya yang sangat menggambarkan isi pada novel yaitu 3 orang laki-laki yang sedang berada di atas atap sekaan berusaha bertahan hidup sama seperti Bapak, Mas Khalid dan Dewangga yang hanya sisa bertiga dari seluruh anggota keluarganya dan harus bertahan hidup bertiga.
Kekurangan Buku Merayakan Kesedihan
Ada kelebihan ada juga kekurangan, termasuk Buku Merayakan Kesedihan ini. Kekurangan buku ini ada pada alur cerita yang cukup membosankan karena harus diulang-ulang. Seperti pada suatu peristiwa atau kejadian yang dialami tokoh Khalid dan Dewa akan diceritakan pada chapter Khalid dan Dewa seperti mengulang cerita yang sama namun hanya berbeda sudut pandang.
Masih terdapat beberapa kesalahan pengetikan pada novel ini, namun kesalahan pengetikan ini tidak terlalu banyak dan tidak mengganggu pembaca dalam membaca novel.
Pesan Moral Buku Merayakan Kesedihan
Novel Merayakan Kesedihan memiliki pesan moral dan pelajaran hidup yang bisa diambil untuk renungan hidup kita. Kita diajak untuk merasakan pedih, hancur dan sakit ketika kehilangan orang-orang yang kita sayangi yang selalu bersama dengan kita setiap hari. Namun dari kesedihan tersebut, novel ini mengajarkan kita untuk tidak terus merasa bersalah dan berlarut dalam kesedihan.
Mereka dipanggil Tuhan seakan memang alam sudah memerintahkan dan itu diluar kendali kita. Buku ini mengajarkan kita untuk bisa bangkit dan lebih kuat setelah ditinggal oleh orang yang kita sayangi. Kita harus ikhlas menjalaninya meski dengan terpaksa. Dan kenangan bersama orang yang kita sayangi akan terus ada dalam pikiran kita dan tidak akan hilang bersama dengan raga yang sudah tidak bisa dilihat kembali
Penutup
Nah Grameds, itulah ulasan singkat mengenai novel Merayakan Kesedihan. Novel ini memiliki cerita dengan pesan kehidupan yang sangat bagus. Buku ini akan mengajarkan kita untuk saling mengasihi antar anggota keluarga sehingga ketika maut memisahkan tidak akan ada penyesalan diantaranya. Novel ini sungguh membuat hati pembaca dan emosi pembacanya sangat turun dengan cerita yang menyedihkan.
Jika Grameds tertarik membaca buku Merayakan Kesedihan ini, Grameds bisa mendapatkannya di Gramedia.com atau toko buku Gramedia terdekat di kotamu. Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku yang berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca
Penulis: Devina
Rekomendasi Buku Terkait
Laut Pasang 1994
Tahun 1994 adalah tahun paling menyakitkan bagiku. Bahkan, bagi warga di kampungku. Kejadian yang tak disangka kehadirannya merenggut banyak senyum dan kebahagiaan.
Aku yang keras kepala dan egois seperti Pada peristiwa 2 Juni 1994, aku mendapat balasan atas semua perbuatanku. Malam itu riuh suara air naik dengan cepat ke daratan, teriakan, jeritan, dan reruntuhan barang yang saling berbenturan. Aku bersusah payah meneriaki satu persatu nama ketujuh anak hanyut dihempas air malam itu. yang dicambuk oleh takdir.Di bawah langit malam, tubuh ini sudah kehabisan tenaga. Manusia egois sepertiku hanya bisa menangis menyesali perbuatan pecundang yang telah aku jalani bertahun-tahun. Anak-anakku tidak ada yang pulang satu pun, meski aku sudah berusaha untuk tetap membuka mata, mereka tidak pernah datang. Suaraku nyaris habis, hanya sahutan gemuruh air yang terdengar seperti ledekan di telingaku. Mereka sedang menertawakan sosok Bapak brengsek yang tengah menyesali perbuatannya.
Laut Pasang 2
Perihal kematian hanya Tuhan yang tahu. Namun, jika kehilangan karena kematian terus-menerus dihadapkan. Siapa yang berani berteriak ‘ikhlas?
Gelombang tsunami merenggut lima raga tanpa permisi, berpura pura berterima atas kehilangan adalah hal yang harus Bapak, Khalid, dan Dewangga jalani. Hingga suatu waktu datang sebuah surat yang membuat Bapak sadar jika raga yang hilang yaitu Apta masih hidup.
Banyak emosi menyeruak atas tragedi yang terjadi, tetapi tidak ada satupun manusia yang tahu jika Apta selalu berkelahi dengan pikirannya sendiri.
Raganya memang belum mati namun di kepalanya hanya ada dua pilihan tetap tinggal atau kembali.
“Bu, Apta mau pulang…”
Laut Sebelum Pasang
Tentang kebahagiaan sebelum peristiwa Tsunami 1994. Di mana keluarga Bapak Purnomo masih utuh dan penuh canda tawa setiap harinya.
Meskipun ‘Bahagia’ yang disematkan di atas masih harus dipertanyakan tetapi di antara rasa sakit yang ada dalam kisah ini, rasanya tidak pantas jika dibandingkan dengan bahagia yang dirasakan oleh ketujuh putra Bapak Purnomo.
Tanpa diketahui siapapun, pada tahun 1988 adalah tahun terakhir di mana senyuman dan tawa mereka bisa terdengar nyaring dibanding enam tahun kedepan yang akan mereka jalani. Momen kebersamaan itu seketika lenyap dan tidak lagi mereka temukan setelah beranjak dewasa.