in

Review Novel Rara Mendut Karya Y. B. Mangunwijaya

Rating: 4.20

 

Rara Mendut atau Roro Mendut dalam bahasa Jawa adalah cerita rakyat klasik bagian dari Babad Tanah Jawi, teks kuno Jawa. Kisah ini menceritakan tentang kehidupan dan tragedi cinta seorang perempuan cantik dari pesisir Kadipaten Pati yang hidup pada masa Sultan Agung.

Rara Mendut

button cek gramedia com

Kisah ini menonjolkan erotisme Roro Mendut saat menjual rokok linting dengan lem dari jilatan lidahnya, hal ini menunjukkan bahwa potensi perempuan dalam pemasaran sudah terkenal bahkan pada zaman kerajaan Jawa abad ke-17. Selain itu, penolakan Rara Mendut untuk menjadi istri Tumenggung Wiraguna, seorang kaya dan berkuasa, menunjukkan adanya sifat kemandirian perempuan Nusantara yang meskipun jarang, sudah ada pada masa itu. Salah satu pesan penting dari kisah Roro Mendut adalah tidak semua hal bisa diperoleh hanya dengan mengandalkan kekuasaan.

Kisah Rara Mendut ini diangkat menjadi karya sastra klasik oleh Y.B. Mangunwijaya (atau “Romo Mangun”), seorang tokoh sastra terkenal asal Ambarawa, Jawa Tengah, Indonesia. Ia menulis kisah ini dalam bentuk trilogi novel yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1982 hingga 1987 dalam harian Kompas sebagai cerita bersambung. Trilogi ini terdiri dari Rara Mendut, Genduk Duku, dan Lusi Lindri.

Pada tahun 2008, trilogi ini diterbitkan kembali dalam bentuk novel oleh Gramedia Pustaka Utama. Cetakan terbaru dari novel Rara Mendut ini diterbitkan pada 12 November 2022 dengan ilustrasi yang lebih modern dan menarik. Untuk informasi lebih lengkap tentang novel ini, yuk simak artikel di bawah sampai selesai!

Profil Y. B. Mangunwijaya – Penulis Novel Rara Mendut

Holiday Sale

R.D. Yusuf Bilyarta Mangunwijaya, Dipl.Ing. atau yang sering dikenal dengan Y.B. Mangunwijaya, lahir pada 6 Mei 1929 dan meninggal pada 10 Februari 1999. Ia adalah seorang imam Katolik Roma, aristek, penulis, budayawan sekaligus aktivis sosial yang dikenal sebagai pembela kaum tertindas. Ia sering disebut dengan nama populernya, yaitu Rama Mangun atau Romo Mangun dalam bahasa Jawa. Kedua orang tuanya, Yulianus Sumadi dan Serafin Khamdaniyah memiliki dua belas anak, Romo Mangun adalah anak pertama.

Ayahnya, Yulianus Sumadi, pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Magelang pada era Hindia Belanda. Pada tahun 1936, Y.B. Mangunwijaya mulai bersekolah di HIS Fransiskus Xaverius, Muntilan, Magelang. Setelah lulus pada tahun 1943, ia melanjutkan pendidikannya di STM Jetis Yogyakarta, di mana ia mulai tertarik pada Sejarah Dunia dan Filsafat.

Y.B. Mangunwijaya juga pernah menjadi dosen luar biasa di Jurusan Teknik Arsitektur Universitas Gadjah Mada selama 13 tahun (1967-1980). Setelah itu, ia terus berkarya sebagai arsitek independen.

Romo Mangun terkenal lewat novelnya yang berjudul Burung-Burung Manyar, novel ini memenangkan penghargaan Ramon Magsaysay di tahun 1996 penghargaan sastra bergengsi se-Asia Tenggara. Selain itu, selama masa hidupnya ia sudah menulis banyak novel, di antaranya adalah Ikan-Ikan Hiu, Ido, Homa, Roro Mendut, Durga/Umayi, Burung-Burung Manyar, ia juga menulis banyak esai yang sudah tersebar di berbagai surat kabar di Indonesia. Novel nonfiksinya yang berjudul Sastra dan Religiositas telah mendapat penghargaan sebagai novel non fiksi terbaik pada tahun 1982.

Sinopsis Novel Rara Mendut

Rara Mendut

button cek gramedia com

“Kita hanyalah perempuan rampasan, Den Rara. Mengapa Den Rara tidak mau menikah dengan Tumenggung yang berkuasa dan kaya raya? Kan enak nanti.” 

“Tubuh kita mungkin dirampas, tetapi hati kita tidak. Nduk, sayangku Genduk. Sebentar lagi kau akan tumbuh menjadi seseorang yang cantik juga. Tidak mudah menjadi wanita cantik, Nduk. Tidak mudah. Apalagi di kalangan istana. Di sini kita hanya menjadi barang hiburan. Di luar, kita lebih mudah menjadi diri sendiri.”

Rara Mendut, seorang wanita rampasan, menolak dinikahi oleh Tumenggung Wiraguna demi cintanya kepada Pranacitra. Rara Mendut dibesarkan di kampung nelayan pantai utara Jawa, ia tumbuh menjadi gadis yang tangguh dan berani menyuarakan pendapatnya. Sosoknya dianggap melanggar tatanan di lingkungan istana, di mana perempuan diharuskan bersikap halus dan patuh. Namun, ia tidak pernah gentar. lebih baik mati di ujung keris Sang Tumenggung daripada dipaksa seumur hidup untuk melayani nafsu seorang panglima tua, Ucap Rara Mendut dalam pikirannya.

Kelebihan dan Kekurangan Novel Rara Mendut

Rara Mendut

button cek gramedia com

Pros & Cons

Pros
  • Narasi yang kaya.
  • Pemilihan tema yang tidak biasa
  • Hasil perpaduan yang baik antara roman dan humor.
  • Pembawaan narasi tidak bertele-tele.
  • Latar belakang budaya yang sangat kuat.
  • Gaya penulisan yang unik.
  • Penggunaan bahasa yang lugas.
  • Karakter yang kuat.
  • Netralitas keagamaan.
Cons
  • Beberapa bagian novel ini sulit untuk dipahami.

Kelebihan novel Rara Mendut

Rara Mendut

button cek gramedia com

Novel Rara Mendut karya Y. B. Mangunwijaya memiliki banyak kelebihan yang menjadikannya bisa menjadi novel best seller. Narasi yang luar biasa, novel ini tidak hanya mengisahkan tentang ketidakseimbangan kehidupan sosial manusia pada saat itu tetapi seluruh sejarah Tanah Jawa berhasil dimasukan disini, ketimpangan kelas sosial, keberanian perempuan, dan protes terhadap ketidakadilan.

Tema-tema yang diangkat dalam novel Rara Mendut ini juga tidak biasa, salah satunya adalah necrophilia, hal ini memberikan elemen kejut dan keunikan tersendiri. Penyisipan roman dan humor dalam cerita ini juga berhasil menambah variasi emosi sehingga menjadikannya lebih menarik dan menghibur.

Setiap bagian dari cerita ini saling melengkapi dan membentuk satu kesatuan yang utuh, tanpa ada bagian yang terasa dipaksakan atau ditambahkan hanya untuk memperpanjang cerita. Hal ini berbeda dengan beberapa sinetron Indonesia yang seringkali menambahkan alur cerita untuk memperpanjang durasi. Latar budaya Jawa yang kuat dan detail dalam novel ini memberikan keindahan dan keunikan tersendiri, membuat pembaca terpesona oleh kekayaan budaya Jawa, adat istiadat, dan sudut pandangnya.

Gaya penulisan Romo Mangun ini sangat unik dan khas, dilengkapi dengan sentuhan Jawa yang autentik dan adanya terjemahan yang membantu, berhasil memberikan keaslian dan kedalaman pada cerita untuk novel ini. Bahasa yang digunakan juga selalu lugas dan akrab, sehingga membuat pembaca merasa nyaman dan terhubung dengan cerita. Semua karakter dalam novel ini memiliki kepribadian yang kuat, bukan hanya tokoh utamanya saja, karakter pendukung seperti Peparing, Slamet, Wiraguna, Putri Arumardi, dan Mangkurat juga hadir untuk menambah kekayaan dan kompleksitas cerita.

Salah satu kelebihan lain dari novel Rara Mendut ini adalah netralitas keagamaan yang dijaga oleh Romo Mangun. Meskipun sebagai seorang imam Katolik, Ia mampu menulis cerita tentang kebudayaan yang mayoritas mulai memeluk agama Islam tanpa memasukkan pendapat pribadinya. Lewat hal ini ia berhasil menunjukkan profesionalisme dan penghormatannya terhadap latar budaya dan agama dalam cerita.

Kekurangan Novel Rara Mendut

Rara Mendut

button cek gramedia com

Gaya bercerita Romo Mangun yang penuh dengan majas dan metafora, mungkin bisa membuat beberapa pembaca merasa sulit untuk memahami isi novel Rara Mendut ini. Hal ini juga bisa menjadi tantangan bagi pembaca yang lebih menyukai kalimat yang ringkas dan transparan. Terutama bagi pembaca muda, gaya penulisan yang kompleks dan bertele-tele ini dapat membuat mereka cepat jenuh dan kehilangan minat untuk menyelesaikan novel Rara Mendut ini sampai halaman terakhir.

Pesan Moral Novel Rara Mendut

Rara Mendut

button cek gramedia com

Novel Rara Mendut ini menggambarkan pemberontakan jiwa seorang perempuan terhadap adat istiadat yang ada, serta keberanian yang dianggap tabu untuk menentang kemauan seorang laki-laki bangsawan demi mempertahankan kebebasannya memilih kekasih hatinya sendiri. Kisah ini menunjukkan bahwa perempuan tidak seharusnya selalu menurut terhadap perintah laki-laki, dan melalui perjuangan Rara Mendut, kita dapat melihat bahwa hak-hak perempuan itu wajib untuk diperjuangkan.

Selain itu, novel Rara Mendut ini juga mengajarkan bahwa kemerdekaan sejatinya bukanlah hadiah, melainkan hasil dari perjuangan. Setiap hak dan kebebasan yang kita nikmati saat ini adalah hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan mereka yang berani melawan ketidakadilan. Lewat hal ini kita harus terus menghargai dan mempertahankan kebebasan serta hak-hak yang telah kita peroleh.

Nah Grameds, itu dia sinopsis, ulasan, dan pesan moral dari novel Rara Mendut karya Y. B. Mangunwijaya. Yuk langsung dapatkan novel ini hanya di Gramedia.com! Selain novel ini, Gramin juga sudah memberikan beberapa rekomendasi buku karya Y. B. Mangunwijaya lainnya di bawah ini. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.

Penulis: Gabriel

 

Rekomendasi Buku Terkait

Genduk Duku

Genduk Duku

button cek gramedia com

Genduk Duku, adalah sahabat Rara Mendut yang telah membantunya untuk menerobos benteng Keraton Mataram dan melarikan diri dari kejaran Tumenggung Wiraguna. Setelah kematian Rara Mendut dan Pranacitra, Genduk Duku pun hidup sebagai pelarian bersama dengan Slamet. Genduk Duku juga menjadi seorang saksi dari perseteruan diam-diam yang terjadi antara Wiraguna dan Pangeran Aria Mataram, yaitu putra mahkota yang kelak akan bergelar Sunan Amangkurat I dan sesungguhnya juga jatuh hati kepada Rara Mendut.

Novel “Genduk Duku” merupakan novel kedua dari Trilogi Rara Mendut, yaitu mahakarya dari Y.B. Mangunwijaya. Sebuah narasi yang tidak hanya mengisahkan tentang tumpang tindih hidup manusia saja, tetapi juga dengan apik menyinggung soal sejarah Tanah Jawa, keberanian perempuan, dan juga protes atas ketidakadilan.

“Memang kau benar. Itu tidak adil. Tetapi itulah kekuasaan. Tidak menimbang mana adil dan tidak adil. Kekuasaan seperti angin topan saja. Menghancurkan apa saja yang menghadang di jalan…”

“Kalau begitu, perkenankanlah hambamu Duku untuk sementara minta diri dan bersembunyi di tempat yang cukup jauh saja. Sebab hambamu Duku khawatir, bila beliau datang lagi dan minta hal-hal yang bukan-bukan, tangan abdimu tidak dapat dikendalikan, dapat melayang ke wajah beliau.”

Lusi Lindri

Lusi Lindri

button cek gramedia com

“Panglima-panglima medan perang, raja, serta adipati adalah jago-jago perang, pendekar dalam seni menyebar maut. Mungkin itu nasib lelaki. Tetapi kita kaum perempuan, Lusiku sayang, kita punya keunggulan lain: mengandung, menyusui, mengemban, dan memekarkan kehidupan. Rahim kita serba menerima. Tetapi juga serba memberi. Payudara perempuan adalah buah yang membanggakan kaum kita, Lusi. Sumber pancuran kehidupan dan kesayangan. Bukan senjata. Bukan racun kepongahan.”

Lusi Lindri, anak Genduk Duku dipilih menjadi anggota Trinisat Kenya—pasukan pengawal Sunan Amangkurat I. Lusi Lindri menjalani kehidupan penuh warna di balik dinding-dinding istana yang menyimpan ribuan rahasia dan intrik-intrik jahat. Sebagai istri perwira mata-mata Mataram, ia tahu banyak… Bahkan terlalu banyak… Semakin lama nuraninya semakin terusik melihat kezaliman junjungannya. Tiada pilihan lain! Bulat sudah tekadnya, baginya lebih baik mati sebagai pemberontak penentang kezaliman daripada hidup nyaman bergelimang kemewahan. Lusi Lindri merupakan novel ketiga dari Trilogi Rara Mendut, mahakarya Y.B. Mangunwijaya. Sebuah narasi yang tidak hanya mengisahkan tumpang tindih kehidupan manusia, juga dengan apik menyinggung sejarah Tanah Jawa, ketimpangan kelas, keberanian perempuan, dan protes atas ketidakadilan.

Sekolah Merdeka : Pendidikan Pemerdekaan

Sekolah Merdeka : Pendidikan Pemerdekaan

button cek gramedia com

Di tengah perkembangan pendidikan dasar dan berbagai kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas pendidikan dasar, cita-cita Y.B. Mangunwijaya mengenai pendampingan para guru untuk membangun budaya belajar dalam hal pengenalan terhadap para murid, pola asuh, dan jiwa keguruan serta semangat asah, asih, asuh masih perlu diperjuangkan terus-menerus. Gagasan Y.B. Mangunwijaya (1929-1999) tentang guru sejati, pohon kurikulum, modal dasar anak, dan eksperimentasi pendidikan perlu dibaca lagi secara kontekstual sebagai titik pijak untuk mengembangkan pemikiran pendidikan yang relevan dengan perkembangan zaman.

Di buku ini, Y. B. Mangunwijaya atau Romo Mangun bercerita banyak hal mulai dari masalah dasar pendidikan, mencari visi dasar pendidikan, bagaimana proses mengetahui/memahami berjalan dalam anak. Pemahaman integral dan organis tentang komponen-komponen kurikulum SD, metode belajar mengajar SD Kanisius Eksperimental Mangunan, tahap-tahap perkembangan kemampuan anak, proses pembelajaran anak, kebijakan mengajak disiplin, pendekatan pedagogik dan didaktik SD anak miskin, sistem sekolah/kelas terbuka, kerjasama seluruh jenjang di SD Kristen Mangunan, prinsip Taman Kanak-Kanak, menumbuhkan sikap religius anak-anak, iman dan agama, dan hubungan IPA dan IPS dalam konsep dan proses pembelajaran. Semua dibahas tuntas dengan bahasa yang tidak mendaki-daki.

Sumber:

  • https://id.wikipedia.org/wiki/Rara_Mendut
  • https://id.wikipedia.org/wiki/Y.B._Mangunwijaya
  • https://www.goodreads.com/en/book/show/3060904-rara-mendut

Written by Gabriela

Hai, saya Gabriel. Saya mengenal dunia tulis menulis sejak kecil, dan saya tahu tidak akan pernah lepas dari itu. Sebab, segala informasi yang kita dapat setiap hari, salah satunya berbentuk tulisan. Sebuah kebanggaan tersendiri bagi saya untuk bisa turut memberikan informasi melalui tulisan saya.

Membuat karya tulis akan selalu menyenangkan bagi saya, karena saya bisa terus belajar melalui kata-kata. Setiap kali menulis, saya akan terlebih dahulu membaca sumber untuk memperoleh informasi yang tepat. Keseluruhan proses merangkai kata tersebut adalah proses pembelajaran yang tak berkesudahan.

Saya suka menulis review buku, karena setiap buku menyajikan dunia yang baru dan memberikan banyak pengetahuan baru. Saya juga suka menulis tentang dunia kuliner dan trivia, karena ada banyak fakta unik, tips, dan juga trik yang bisa saya coba praktikkan.

Keahlian
Review buku
Kuliner
Trivia

Pendidikan
Universitas Multimedia Nusantara

Linkedin: Gabriela Estefania
Instagram: @gaby_tandean