Buku Filsafat (Ilmu, Pendidikan, Hukum, Islam)
Jelajahi Buku Filsafat (Ilmu, Pendidikan, Hukum, Islam) dari Gramedia yang disusun berdasarkan rekomendasi Gramedia
Berlangganan Gramedia Digital
Baca majalah, buku, dan koran dengan mudah di perangkat Anda di mana saja dan kapan saja. Unduh sekarang di platform iOS dan Android
- Tersedia 10000++ buku & majalah
- Koran terbaru
- Buku Best Seller
- Berbagai macam kategori buku seperti buku anak, novel,religi, memasak, dan lainnya
- Baca tanpa koneksi internet
Rp. 89.000 / Bulan
Berlangganan Gramedia Digital
Baca majalah, buku, dan koran dengan mudah di perangkat Anda di mana saja dan kapan saja. Unduh sekarang di platform iOS dan Android
- Tersedia 10000++ buku & majalah
- Koran terbaru
- Buku Best Seller
- Berbagai macam kategori buku seperti buku anak, novel,religi, memasak, dan lainnya
- Baca tanpa koneksi internet
Rp. 89.000 / Bulan
Tetang Buku Filsafat (Ilmu, Pendidikan, Hukum, Islam)
Jelajahi Buku Filsafat (Ilmu, Pendidikan, Hukum, Islam) dari Gramedia. Buku disusun berdasarkan rekomendasi Gramedia.
Seller.gramedia.com – Ilmu dan filsafat memiliki kaitan yang demikian erat. Sebab, sebelum menelusuri seluk beluk filsafat, pemahaman soal teori pengetahuan juga harus dipahami terlebih dahulu. Sebuah pengetahuan atau ilmu lahir dari hasil pemikiran manusia. Kemajuan yang dialami manusia kini tentu karena pengetahuan yang mereka miliki. Simak Penjelasan lebih lengkapnya mengenai Filsafat berikut ini:
Definisi Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata philein atau philos yang berarti “cinta” dan sophia yang berarti “kebijaksanaan”. Secara etimologis, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Sehingga seorang filosof adalah pencinta, pendamba atau pencari kebijaksanaan.
Filsafat dalam KBBI sendiri berarti pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan, hingga ke ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemology.
Ciri-Ciri Filsafat
Seperti halnya dalam pengetahuan ilmiah, metode dan objek formal bidang filsafat tidak dapat dipisahkan. Metode yang dapat digunakan untuk berfilsafat berdasarkan pegangan teorinya masing-masing. Misalnya berfilsafat dapat dilakukan dengan cara dialektis, yaitu dengan mengambil konsep atau pengertian yang lazim diterima dan jelas.
Kemudian membuat bantahan dari pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu kedua pendapat yang saling bertentangan tersebut diambil simpulan atau jalan tengahnya untuk kemudian menjadi hakikat yang lebih baik dari sebelumnya.
Beberapa metode filsafat antara lain Metode kritis, Metode Intuitif, Metode Skolastik, Metode Matematis, Metode Empiris-Eksperimental, Metode Transendental, Metode Dialektis, Metode Fenomenologis, Eksistensialisme, Analitika Bahasa.
Filsafat Menurut Nur A. Fadhil Lubis memiliki tiga ciri utama, yakni:
- Radikal (mendasar), yaitu pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental dan esensial.
- Universal (menyeluruh), yaitu pemikiran yang luas dan tidak aspek tertentu saja.
- Sistematis, yaitu mengikuti pola dan metode berpikir yang runtut dan logis meskipun spekulatif.
Beberapa ahli lain menambahkan ciri-ciri lain, yaitu:
- Deskriptif, yaitu suatu uraian yang terperinci tentang sesuatu, menjelaskan mengapa sesuatu berbuat begitu.
- Kritis, yaitu mempertanyakan segala sesuatu (termasuk hasil filsafat), dan tidak menerima begitu saja apa yang terlihat sepintas, yang dikatakan dan yang dilakukan masyarakat.
- Analisis, yaitu mengulas dan mengkaji secara rinci dan menyeluruh sesuatu, termasuk konsep-konsep dasar yang dengannya kita memikirkan dunia dan kehidupan manusia.
- Evaluatif, atau normatif, merupakan upaya yang sungguh-sungguh untuk menilai dan menyikapi segala persoalan yang dihadapi manusia. Penilaian ini dapat bersifat pemastian kebenaran, kelayakan dan kebaikan.
- Spekulatif, merupakan upaya akal budi manusia yang bersifat perekaan, penjelajahan dan pengandaian dan tidak membatasi hanya pada rekaman indera dan pengamatan lahiriah.
Filsuf Besar
Socrates
Socrates hidup antara tahun 469-399 SM adalah seorang filsuf Yunani yang sangat menaruh perhatian pada manusia dan menginginkan agar manusia mampu mengenali dirinya sendiri. Menurutnya, jiwa manusia merupakan asas hidup yang paling dalam. Jadi, jiwa merupakan hakikat manusia yang memiliki arti sebagai penentu kehidupan manusia.
Ia menggunakan metode dialektika, yaitu dengan berdialog dengan orang lain sehingga orang lain dapat mengemukakan atau menjelaskan pandangan atau idenya. Dengan demikian, dapat timbul pandangan atau alternatif yang baru. Socrates tidak meninggalkan tulisan-tulisan tentang pandangannya, namun pandangan Socrates tadi dikemukakan oleh Plato salah seorang muridnya.
Plato
Plato (427-347 SM) mengemukakan pandangannya bahwa realitas yang mendasar adalah ide atau idea. Ia percaya bahwa alam yang kita lihat atau alam empiris yang mengalami perubahan bukanlah realitas yang sebenarnya. Dunia penglihatan atau dunia persepsi, yakni dunia yang konkret hanyalah bayangan dari ide-ide yang bersifat abadi dan immaterial. Plato menyatakan bahwa ada dunia tangkapan indrawi atau dunia nyata, dan dunia ide.
Memasuki dunia ide, diperlukan adanya tenaga kejiwaan yang besar dan untuk itu manusia harus meninggalkan kebiasaan hidupnya, mengendalikan nafsu serta senantiasa berbuat kebajikan. Plato menyatakan pula bahwa jiwa manusia terdiri atas tiga tingkatan, yaitu bagian tertinggi ialah akal budi, bagian tengah diisi oleh rasa atau keinginan, dan bagian bawah ditempati oleh nafsu.
Aristoteles
Aristoteles (384-322 SM) pernah menjadi murid Plato selama 20 tahun hingga Plato meninggal. Ia senang melakukan perjalanan ke berbagai tempat dan pernah menjadi guru Pangeran Alexander yang kemudian menjadi Raja Alexander Agung.
Ia juga mendirikan sebuah sekolah bernama Lyceum. Aristoteles merupakan seorang pemikir kritis, banyak melakukan penelitian dan mengembangkan pengetahuan pada masa hidupnya. Ia banyak menaruh perhatian pada ilmu kealaman dan kedokteran. Tulisan-tulisannya dapat dikatakan, meliputi segala ilmu yang dikenal pada masanya, termasuk ilmu kealaman, masyarakat dan negara, sastra dan kesenian, serta kehidupan manusia. Tulisan Aristoteles yang terkenal hingga sekarang ialah mengenai logika yang disebut analitika.
Analitik Bertujuan mengajukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pemikiran yang bermaksud mencapai kebenaran. Dalam hal ini, inti logika Aristoteles disebut silogisme, yaitu cara berpikir yang bertolak dari dua dalil atau proposisi yang kemudian menghasilkan proposisi ketiga yang ditarik dari dua proposisi semula.
Aliran Filsafat yang Mempengaruhi Pola Pikir Manusia
Filsafat adalah kegiatan berpikir secara lebih mendalam terkait pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul dalam kehidupan seperti untuk apa alam semesta diciptakan, apa saja tanggung jawab manusia terhadap Tuhan, bagaimana cara berorganisasi, dan masih banyak lagi.
Filsafat sudah ada lebih dari 2000 tahun, tetapi dalam waktu tersebut filsafat belum mampu dan takkan pernah mampu memberi jawaban yang mutlak. Tetapi filsafat mampu memberikan jawaban yang rasional, sistematis, dan kritis. Filsuf-filsuf yang terkenal akan pemikiran besarnya antara lain seperti Aristoteles, Plato, Jacques Derrida, Immanuel Kant, dan Thomas Aquinas. Setiap filsuf memiliki cara pandang yang berbeda, oleh sebab itu filsafat sangat menarik untuk dipelajari. Berikut ini aliran filsafat yang mempengaruhi pola pikir manusia.
Rasionalisme
Rasionalisme merupakan aliran filsafat yang berpegang teguh pada akal. Itulah sebabnya mengapa Rasionalisme menganggap akal adalah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan.
Menurut aliran ini, pengetahuan dapat dicari dengan akal dan penemuan dapat diukur dengan akal pula. Maksud dari dicari dengan akal adalah dengan menggunakan pemikiran yang logis, sementara maksud dari diukur dengan akal adalah menentukan apakah penemuan tersebut dapat dikatakan logis atau tidak. Jika logis maka dapat dipastikan benar, jika tidak logis maka sebaliknya.
Rasionalisme ada dalam menalar dan menjelaskan pemahaman-pemahaman yang rumit, kemudian Rasionalisme memberikan kontribusi pada mereka yang tertarik untuk menggeluti masalah–masalah filosofi.
Rasionalisme berpikir menjelaskan dan menekankan kala budi sebagai karunia lebih yang dimiliki oleh semua manusia, mampu menyusun sistem-sistem kefilsafatan yang berasal dari manusia.
Empirisme
Secara epistemologi, istilah empirisme berasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya pengalaman. Tokoh-tokohnya yaitu Thomas Hobbes, John Locke, Berkeley, dan yang terpenting adalah David Hume. Berbeda dengan Rasionalisme yang hanya mengandalkan akal untuk menentukan kebenaran.
Empirisme memerlukan pembuktian secara indrawi. Pembuktian secara indrawi yaitu dilihat, didengar, dan dirasa. Menurut aliran filsafat ini,pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman dan perantaraan indera. Kebenaran berdasarkan pengalaman berhasil membawa pengaruh terhadap bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Positivisme
Positivisme secara etimologi berasal dari kata positif, yang dalam bahasa filsafat bermakna sebagai suatu peristiwa yang benar-benar terjadi, yang dapat dialami sebagai suatu realitas. Ini berarti, yang disebut sebagai positif bertentangan dengan sesuatu yang hanya ada di dalam angan-angan (impian), atau terdiri dari sesuatu yang hanya merupakan konstruksi atas kreasi kemampuan untuk berpikir dari akal manusia.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian positivisme secara terminologi berarti suatu paham yang dalam “pencapaian kebenaran”-nya bersumber dan berpangkal pada kejadian yang benar-benar terjadi. Segala hal di luar itu, sama sekali tidak dikaji dalam positivisme.
Naturalisme
Merupakan aliran filsafat dari hasil berlakunya hukum alam fisik. Menurut aliran ini manusia yang lahir ke bumi membawa tujuan yang baik dan tidak ada seorang pun membawa tujuan buruk.
Layaknya setiap bayi yang terlahir dalam keadaan suci dan Tuhan telah menganugerahkan berbagai potensi yang dapat berkembang secara alami kepadanya. Kaum Naturalisme menyebut hal itu sebagai kodrat. Untuk mempertahankan kodrat tersebut, maka diperlukan adanya pendidikan.
Materialisme
Aliran filsafat yang menghakikatkan materi sebagai segalanya. Oleh sebab itu, materialisme menggunakan metafisika. Jenis metafisika yang digunakan tentu saja metafisika materialisme.
Materialisme menekankan bahwa faktor-faktor material memiliki keunggulan terhadap spiritual dalam fisiologi, epistemologi, penjelasan histori, dan sebagainya. Menurut Materialisme, pikiran (roh, jiwa, dan kesadaran) merupakan materi yang bergerak.
Kritisisme
Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-batasnya. Filsafat kritisisme adalah faham yang mengkritik terhadap paham Rasionalisme dan faham Empirisme.
Yang mana kedua paham tersebut berlawanan. Pelopor kritisisme adalah Immanuel Kant (1724 – 1804) mengkritik Rasionalisme dan Empirisme yang hanya mementingkan satu sisi dari dua unsur (akal dan pengalaman) dalam mencapai kebenaran.
Menonjolkan satu unsur dengan mengabaikan yang lain hanya akan menghasilkan sesuatu yang berat sebelah. Kant menolak cara berfikir ini dan menawarkan sebuah konsep “Filsafat Kritisisme” yang merupakan sintesis dari rasionalisme dan empirisme.
Idealisme
Idealisme adalah aliran filsafat yang percaya bahwa sesuatu yang konkret hanyalah hasil pemikiran manusia. Kaum Idealisme menyebutnya sebagai ide atau gagasan. Menurut Idealisme, ide atau gagasan adalah pengetahuan dan kebenaran tertinggi.
Untuk memahami sesuatu, Idealisme menggunakan metode dialektik. Yaitu metode yang menggunakan dialog, pemikiran, dan perenungan.
Intuisionisme
Aliran filsafat yang menganggap intuisi (naluri atau perasaan) sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi adalah aktivitas berpikir yang tidak didasarkan atas penalaran dan tidak bercampur aduk dengan perasaan.
Ketika seseorang telah berpikir dengan keras namun ia tak kunjung mendapatkan solusi dari suatu masalah, lalu setelah itu ia menghentikan dan mengistirahatkan pikirannya sejenak, maka pada saat itulah intuisi kerap hadir. Intuisi ada begitu saja secara tiba-tiba.
Fenomenalisme
Aliran filsafat yang menganggap fenomena (gejala) sebagai sumber pengetahuan dan kebenaran. Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Kaum Fenomenalisme menggunakan metode penelitian “a way of looking at things”. Oleh sebab itu, mereka berbeda dengan ahli ilmu positif yang menggunakan metode penelitian berupa mengumpulkan data, mencari korelasi dan fungsi, serta menentukan hukum dan teori.