Istilah childfree sempat begitu populer usai seorang pegiat media sosial dan penulis Gita Savitri mengungkapkan bahwa ia dan suaminya memutuskan untuk childfree.
Di Indonesia, istilah childfree memang belum begitu dipahami oleh masyarakat luas. Namun usai Gita Savitri membahas mengenai childfree, istilah ini pun mulai cukup sering didengar dan bahkan menjadi bahasan atau diskusi di berbagai media sosial.
Namun, apa sebenarnya maksud dan arti dari istilah childfree? Dan kenapa ada pasangan yang mengambil keputusan untuk childfree? Simak penjelasannya lebih lanjut, ya!
Table of Contents
Apa yang Dimaksud dengan Istilah Childfree?
Menurut laman HeylawEdu, istilah childfree mengacu kepada keputusan seseorang ataupun pasangan untuk tidak memiliki keturunan atau tidak memiliki anak. Selain itu, menurut Oxford Dictionary istilah childfree merupakan suatu kondisi di mana seseorang atau pasangan tidak memiliki anak karena alasan yang utama yaitu pilihan.
Cambridge Dictionary pun mendefinisikan istilah childfree hampir serupa seperti apa yang dijelaskan oleh Oxford Dictionary, yaitu kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak.
Istilah childfree juga banyak dikenal atau lebih familiar di kalangan para feminis dan dalam agenda-agenda feminisime. Menurut buku berjudul “Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam” yang ditulis oleh Siti Muslikhati, dijelaskan bahwa feminisme merupakan suatu gerakan yang memiliki tujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender secara kuantitatif. Artinya, pria maupun wanita harus saling berperan, baik itu dalam maupun di luar rumah.
Memasuki era reformasi, gerakan feminisme ini mulai menemukan momentumnya untuk mengadakan beragam perubahan di segala bidang, termasuk dalam relasi gender. Istilah ketimpangan gender pun telah menjadi bahasa baku yang selalu dikaitkan dengan kondisi perempuan yang tertinggal, terpuruk, tersubordinasi, dan lainnya yang sejenis.
Kondisi tersebut kemudian memacu para feminis untuk menciptakan beberapa gerakan, di antaranya adalah keputusan perempuan dan pasangan untuk childfree. Keputusan childfree ini digunakan oleh seorang perempuan, untuk memilih kebebasannya untuk menjadi seorang ibu maupun mengalami proses hamil hingga melahirkan.
Sejatinya keputusan seorang perempuan atau pasangan untuk childfree merupakan keputusan yang bersifat sangat personal. Meskipun begitu, keputusan ini masih dinilai tabu di Indonesia.
Contohnya pengumuman yang dibuat oleh Gita Savitri,saat ia memutuskan untuk childfree. Melalui keputusan tersebut, banyak netizen yang mengkritik dan menilai bahwa keputusan tersebut tidaklah tepat dan lain sebagainya.
Namun, apakah benar segala asumsi tersebut? Apa dampak dari keputusan seorang perempuan atau pasangan untuk childfree?
Dampak Childfree untuk Kesehatan
Keputusan childfree seorang perempuan maupun pasangan, rupanya dapat berdampak pada sisi biologis atau kesehatan. Ada beberapa dampak kesehatan, yang dapat dirasakan ketika seorang perempuan maupun pasangan menjalani pernikahan untuk childfree.
Menurut sebuah penelitian, perempuan yang tidak memiliki anak memiliki risiko untuk memiliki kesehatan yang lebih buruk di kemudian hari. Tidak hanya itu saja, kondisi kesehatan ini juga akan meningkatkan risiko kematian dini.
Keputusan tidak memiliki anak, juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Ketika seorang perempuan hamil serta menyusui, risiko dari terkena kanker payudara akan berkurang, sebab terjadi perubahan hormonal ketika menjalani fase hamil serta menyusui.
Ketika seorang perempuan hamil, maka akan mengalami peningkatan progesteron serta mengalami penurunan estrogen, sehingga hal tersebutlah yang membuat perempuan hamil bisa lebih terlindungi dari risiko terkena kanker.
Di sisi lain, ketika seorang perempuan hamil, maka ada hormon yang memiliki hubungan dengan pertumbuhan kanker yang akan berkurang pula. Oleh sebab itu, perempuan yang tidak mengalami fase hamil dapat memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kanker.
Akan tetapi, beberapa penelitian yang lain menyebutkan, bahwa perempuan yang memilih untuk childfree atau tidak memiliki anak akan memiliki masa hidup yang cenderung lebih panjang, serta gaya hidup yang lebih sehat.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Menurut penelitian tersebut, mengurus anak adalah tanggung jawab yang cukup berat dan melelahkan, baik itu secara pikiran maupun fisik. Sehingga, ketika mengurus anak, pikiran yang lelah dari seorang ibu akan diikuti pula dengan penyakit-penyakit lain seperti psikosomatik.
Psikosomatik sendiri adalah suatu kondisi, di mana tubuh seseorang akan merasa sakit, akan tetapi bukan karena luka melainkan karena emosi atau pikirannya.
Menurut dua penelitian yang berbeda tersebut, didapatkan pula kesimpulan yang berbeda mengenai keputusan childfree yang diambil oleh seorang wanita. Ada baiknya, seseorang yang memilih untuk menjalani pernikahan secara childfree, rutin untuk mengecek kondisi kesehatan agar dapat mengetahui lebih dini atau bahkan dapat menurunkan risiko dari beberapa penyakit yang telah disebutkan sebelumnya.
Apakah Pasangan Dapat Hidup Bahagia dengan Keputusan Childfree?
Di Indonesia, masyarakat memiliki perspektif budaya kolektif, di mana masyarakat mengharapkan seseorang yang telah memasuki usia dewasa untuk menikah dan usai menikah maka akan memiliki seorang anak.
Oleh karena itu, ketika seseorang memutuskan untuk tidak memiliki anak, maka timbul keheranan dan bahkan tekanan sosial, di mana masyarakat akan terus menanyakan mengenai kehadiran sang anak.
Selain itu, kehadiran anak, terutama bagi kebanyakan masyarakat Indonesia dianggap sebagai ‘pelengkap’ sebagai penentu pasangan yang telah menikah akan merasa bahagia, sebagai faktor penambah rezeki dan lain sebagainya.
Dengan perspektif kolektif dari budaya masyarakat tersebut, kemudian timbul pertanyaan, akankah pasangan yang memutuskan untuk childfree bisa hidup dengan bahagia?
Kehadiran anak, tentu akan membawa kebahagiaan tersendiri terutama bagi pasangan yang telah menikah. Meskipun begitu, bukan berarti bahwa pasangan yang memutuskan untuk childfree tidak dapat merasakan kebahagiaan.
Ketika pasangan memiliki anak, maka tentu saja fokus dari ibu dan ayah akan terbagi. Ayah harus memikirkan bagaimana memeroleh penghasilan yang cukup, sebab ada anggota keluarga baru yang kebutuhannya harus dipenuhi, sedangkan ibu tentu cenderung lebih fokus pada perkembangan anak. Di antara kesibukan pribadi ibu dan ayah, keduanya pun harus sama-sama fokus memantau dan ikut berperan dalam perkembangan anak.
Hal ini akan menyebabkan pasangan cenderung lupa atau bahkan tidak menerima perhatian secara penuh, terutama apabila dibandingkan dengan masa pernikahan sebelum memiliki anak. Ketika tidak memiliki anak, pasangan akan lebih fokus pada diri sendiri serta pada pasangan. Kemungkinan, romansa-romansa pernikahan pun juga bisa terjaga. Meskipun tentu tidak menutup kemungkinan, jika anak dapat menyebabkan romansa pernikahan hilang.
Selain waktu, uang serta tenaga yang dikhususkan untuk anak, dapat digunakan untuk membantu mencapai tujuan hidup atau bahkan mimpi-mimpi pasangan yang belum terwujud. Contohnya seperti mengejar karier, liburan keliling dunia dan lain sebagainya. Tak elak, ketika pasangan memiliki anak, tentu fokus Grameds untuk mewujudkan impian akan sedikit lambat, terutama apabila hidup secara pas-pasan.
Mengapa Ada Perempuan atau Pasangan yang Memutuskan Childfree?
Tekanan sosial yang dihadapi oleh pasangan yang memutuskan untuk memilih childfree, terutama di Indonesia mungkin akan sangat tinggi. Mengingat penjelasan mengenai perspektif budaya kolektif masyarakat Indonesia, mengenai pernikahan serta memiliki anak yang telah dijelaskan sebelumnya.
Menurut seorang psikolog asal Indonesia, Dr. Tri Rejeki Andayani, meskipun keputusan childfree bersifat sangat personal, akan tetapi Dr. Tri menganggap bahwa keputusan tersebut sebaiknya turut melibatkan kedua anggota keluarga besar, terutama orang tua dari pasangan yang memutuskan untuk childfree.
Jika keputusan untuk childfree tersebut tidak dapat diterima oleh kedua orang tua, tentu saja, tidak menutup kemungkinan bahwa akan muncul tekanan sosial bagi pasangan. Akan tetapi, apabila diterima, maka pasangan pun akan menjadi lebih mudah dalam menghadapi tekanan sosial baik itu dari masyarakat luar maupun keluarga.
Meskipun risiko mendapatkan tekanan cukup besar, mengapa masih ada pasangan yang memutuskan untuk childfree? Terutama belakangan ini, gaya hidup dan keputusan childfree dari pasangan justru mengalami peningkatan, baik itu di Indonesia maupun di luar negeri.
Salah satu alasan yang cukup menarik pasangan memilih untuk childfree adalah karena berkaitan dengan isu maupun masalah lingkungan. Beberapa pasangan atau perempuan yang memutuskan untuk childfree, menilai bahwa populasi penduduk di bumi semakin meningkat.
Akan tetapi, populasi yang meningkat tersebut tidak sejalan dengan kesehatan bumi serta ketersediaan pangan. Sehingga, childfree pun akhirnya dipilih sebagai salah satu langkah yang dapat ditempuh.
Dr. Tri, juga menyinggung mengenai perspektif teori perkembangan dari Erikson. Dalam teori tersebut disebutkan, bahwa setiap orang akan memasuki tahap stagnan versus generativitas. Seseorang yang mengalami stagnan, cenderung akan kesulitan untuk menemukan cara dalam berkontribusi pada kehidupan.
Akan tetapi di sisi lain, generativitas akan mendorong seseorang untuk selalu peduli pada orang lain, lalu menciptakan serta berusaha mencapai hal yang dapat membuat dunia menjadi tempat ‘lebih baik’ termasuk salah satunya melalui pernikahan.
Selain alasan masalah lingkungan, beberapa pasangan yang memutuskan untuk childfree, pada umumnya merasa tidak yakin akan kemampuannya dalam merawat maupun mengasuh anak. Sehingga hal tersebut pun menjadi suatu kekhawatiran bagi pasangan.
Berikut beberapa faktor yang bisa memengaruhi seorang perempuan atau pasangan memutuskan untuk childfree.
1. Latar belakang keluarga
Alasan pertama yang menyebabkan seseorang atau pasangan memilih untuk childfree ialah karena ia memiliki masa lalu sendiri tentang keluarganya. Ia tumbuh dan melihat apa yang terjadi di dalam keluarganya, sehingga apa yang ia lihat semasa kecil pun akan memengaruhi pilihannya ketika ia dewasa.
Begitu pula tentang kenangan yang kurang baik, serta perasaan kecewa yang didapatkan selama masa anak-anak, perasaan dan kenangan tersebut pun bisa menjadi alasan terbesar, kenapa pasangan atau seorang perempuan memilih untuk childfree.
Latar belakang keluarga pun dapat memengaruhi keputusan seseorang untuk childfree, yaitu ketika seseorang memiliki keluarga yang memberikan kebebasan padanya untuk memilih dan memutuskan segala hal. Sehingga, ketika ia memutuskan childfree, ia tidak akan mendapatkan tekanan dan tanpa penghakiman dari pihak keluarga. Justru sebaliknya, ia akan merasa didukung.
2. Isu lingkungan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, alasan yang cukup menarik dari seseorang memutuskan untuk childfree adalah berkaitan dengan isu lingkungan. Over populasi menjadi isu yang cukup hangat saat ini. Populasi manusia semakin banyak di dunia, akan tetapi tidak sebanding dengan jumlah kerusakan lingkungan yang semakin tinggi serta ketersediaan pangan.
Sebagian individu, baik yang telah berpasangan atau bahkan masih single pun menyadari isu tersebut, sehingga mereka merasa prihatin dengan isu tersebut dan memilih untuk tidak memiliki anak atau childfree. Harapannya, tentu saja mereka tidak ingin menambah populasi yang telah ada.
3. Kondisi finansial seseorang
Keadaan finansial seseorang menjadi salah satu faktor seseorang memutuskan untuk childfree. Membesarkan serta merawat anak, seperti yang Grameds ketahui bukanlah yang mudah. Dibutuhkan persiapan mental serta finansial yang matang.
Ketika pasangan telah memutuskan untuk childfree, kemungkinan mereka telah memperhitungkan kemampuan finansial atau bahkan hingga kemungkinan-kemungkinan soal membiayai tumbuh kembang sang anak.
Apabila dalam perhitungan tersebut, rupanya pasangan maupun individu merasa tidak mampu, maka mereka pun memutuskan untuk childfree. Sehingga, mereka akan lebih fokus dalam mengalokasikan dana untuk kebutuhan-kebutuhan pribadi yang tentu saja, nominalnya tidak sedikit.
4. Memiliki kekhawatiran, bahwa mereka tidak mampu membesarkan anak dengan baik
Alasan keempat merupakan salah satu alasan umum yang menyebabkan seseorang atau pasangan memutuskan untuk childfree. Pada umumnya, pasangan atau individu cenderung memiliki kekhawatiran, bahwa mereka tidak mampu membesarkan anak dengan baik.
Atau pasangan atau individu tersebut belum matang dan belum siap secara mental, untuk memiliki seorang anak. Hal ini dikarenakan kondisi mental setiap orang berbeda-beda.
Beberapa orang yang memiliki masalah mental, kemungkinan akan lebih khawatir dan berpikir bahwa mereka tidak cukup mampu untuk membesarkan anak. Akan muncul kekhawatiran, apakah sang anak akan merasa bahagia, apakah kebutuhannya tercukupi, apakah ia bisa membesarkan anak dengan mental dan fisik yang sehat dan lain sebagainya.
Karena kekhawatiran tersebutlah, pasangan maupun individu akhirnya memilih untuk childfree.
5. Memiliki masalah maternal instinct
Maternal instinct merupakan kondisi di mana kemampuan emosional dari seorang perempuan, khususnya seorang ibu dalam menentukan hal-hal yang benar serta salah ketika ia membesarkan seorang anak.
Sebagian orang mungkin memiliki anggapan, bahwa maternal instinct memiliki peran yang penting untuk dimiliki oleh seorang perempuan, atau lebih tepatnya seorang ibu. Alasannya karena maternal instinct ini memiliki kaitan dengan kemampuan seorang ibu untuk melindungi anak-anaknya.
Beberapa dari perempuan merasa khawatir, bahwa mereka tidak memiliki atau mengalami masalah dengan maternal instinct, serta tidak yakin bahwa mereka akan menjadi seorang ibu yang baik sesuai dengan harapan anak atau dirinya.
6. Memiliki kondisi fisik tertentu
Beberapa mungkin memiliki kondisi fisik tertentu yang membuat dirinya tidak bisa atau tidak mampu memiliki seorang anak. Contohnya seperti mengidap penyakit keturunan dan lain sebagainya. Kondisi tersebutlah yang kemudian akan menjadi alasan terbesar seorang individu maupun pasangan memilih untuk childfree.
7. Alasan personal
Alasan terakhir adalah karena alasan personal dari seseorang atau pasangan. Seperti tidak ada alasan khusus, hanya saja mereka memilih untuk childfree, sebab mereka merasa nyaman dengan kondisi tersebut. Mungkin juga, beberapa orang memiliki pandangan bahwa lebih aman, baik itu secara finansial maupun fisik untuk memilih childfree.
Itulah penjelasan terkait istilah childfree dan faktor serta alasan mengapa seseorang atau pasangan memilih untuk hidup childfree. Apabila Grameds tertarik dengan isu-isu semacam childfree, Grameds bisa menguliknya dengan membaca buku yang tersedia di gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas, agar kamu memiliki informasi #LebihDenganMembaca.
Penulis: Khansa
- Ala Carte
- Apa Itu Friendzone
- Beda Trailer dan teaser
- Beauty Privilege
- Boys Don’t Cry
- Buzzer
- Childfree
- Chill
- Cegil
- Connecting Room
- Cowok Fiksi
- Dejavu
- Disrupsi Teknologi
- Emot Batu
- Fabel
- Flexing
- Gap Analysis
- Gaji Kompetitif
- Happy Graduation
- Istilah untuk Orang Merasa Paling Benar
- Inovatif
- Jamet
- Low Profile
- Old Money
- Pseudecode
- Sugar Daddy
- Slebew
- Pengertian NPWP
- Pengertian Pertumbuhan Penduduk
- Privilege
- Represif
- Subjektif
- Tanda Kecakapan Khusus Pramuka (TKK)
- Ottoke
- Vibes
- Volunteering
- You Can Call Me
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien