Kumpulan Kata-Kata Bijak Bahasa Jawa – Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia dengan banyak penutur. Bahasa ini dapat dikatakan cukup populer di kalangan masyarakat umum.
Terlebih lagi, akhir-akhir ini banyak masyarakat Indonesia yang mendengarkan lagu-lagu berbahasa Jawa. Inilah yang menyebabkan bahasa Jawa menjadi semakin tidak asing di telinga.
Selain populer, masyarakat umum juga banyak yang mencari kata-kata bijak berbahasa Jawa, yang terkenal sarat dengan petuah, sebagai penyemangat dalam menjalani kehidupan.
Kata-kata bijak bahasa Jawa dapat kalian jadikan sebagai bahan introspeksi supaya menjadi pribadi yang lebih baik dalam menjalani kehidupan. Kalian juga bisa menjadikan kata-kata bijak bahasa Jawa sebagai motivasi agar dapat memecahkan berbagai masalah yang sedang dihadapi.
Jika kalian sedang mencari kumpulan kata-kata bahasa Jawa penuh makna yang cocok dijadikan caption (takarir) foto atau status untuk menunjukkan isi hati, pakailah kata-kata bijak yang singkat dan padat.
Yuk, biar tidak penasaran lagi, langsung simak ulasan tentang kumpulan kata-kata bijak bahasa Jawa berikut ini sampai akhir.
Table of Contents
Kumpulan Kata-Kata Bijak Bahasa Jawa
1. Aja milik barang kang melok.
(Jangan tergiur barang yang berkilau).
2. Akeh wong sing ngrasake tresna, namung gur sethithik wong sing ngrasakne hakekate tresna.
(Banyak orang yang dapat merasakan cinta, tetapi hanya sedikit orang yang dapat merasakan hakikat dari cinta).
3. Aku pancen wedi kelangan kowe, nanging aku luwih wedi yen kowe ora nemu bungah merga aku.
(Aku memang takut kehilanganmu, tetapi aku lebih takut jika kamu tidak menemukan kebahagiaan hanya karena diriku).
4. Ambeg utomo, andhap asor.
(Boleh menjadi yang utama, tetapi tetap rendah hati).
5. Basa iku busananing bangsa.
(Budi pekerti seseorang bisa terlihat dari tutur kata yang diucapkannya).
6. Beras kuwi bakale saka pari, kandas kuwi asale saka ngapusi.
(Beras itu berasal dari padi, putus cinta itu berasal dari sebuah kebohongan).
7. Cekelana impenmu, amarga yen impen mati, urip iku kaya manuk sing swiwine tugel lan ora bisa mabur.
(Berpegang teguhlah kepada mimpi, karena jika mimpi mati, itu seperti burung yang sayapnya patah dan tidak dapat terbang).
8. Cuplak andheng-andheng, yen ora prenah panggonane bakal disingkirake.
(Orang yang menyebabkan keburukan, semua kebaikannya akan terhapus).
9. Eling lan waspada, sadar lan sabar, setiti lan ngabekti, sumeleh tur sareh.
(Ingat dan waspada, sadar dan sabar, hemat dan mengabdi, ikhlas dan tenang).
10. Golek jodho aja mung mburu endhaning warna, pala krama aja ngeceh-ngeceh banda.
(Mencari jodoh jangan hanya memperhatikan warna kulitnya saja, menikah bukan untuk memeras harta seseorang).
11. Kawula namung saderma, mobah-mosik kersaning hyang sukma.
(Lakukan yang kita bisa, selanjutnya serahkan kepada Tuhan).
12. Kebo nyusu gudel.
(Tidak ada yang salah jika orang yang lebih tua meminta petunjuk atau diajari oleh yang lebih muda).
13. Kebo-sapi dikeluhi, wong dikandani.
(Jika kerbau atau sapi dalam melakukan sesuatu perlu dicambuk, berbeda halnya dengan manusia yang hanya diajak berbicara saja untuk bertindak).
14. Kegedhen endhas kurang utek.
(Orang yang kurang ilmu atau pikiran).
15. Manungsa mung ngunduh wohing pakarti.
(Manusia hanya menerima akibat dari perbuatannya sendiri).
16. Ngilo marang ghitokke dhewe.
(Berkaca, introspeksi, evaluasi diri, melihat diri sendiri).
17. Nglurug tanpa bala, menang tanpa ngasorake, sekti tanpa aji-aji, sugih tanpa bandha.
(Berjuang tanpa membawa massa, menang tanpa merendahkan, berwibawa tanpa mengandalkan kekuasaan, kaya tanpa didasarkan harta).
18. Ora usah kakean cangkem, sing penting kuwi buktine.
(Tidak usah banyak berbicara, yang penting itu buktinya).
19. Pondasi sukses iku integritas, yakin, amanah, karakter sing mulya, tresna, lan setya.
(Fondasi kesuksesan itu integritas, keyakinan, amanah, karakter yang mulia, cinta, dan setia).
20. Sabar iku ingaran mustikaning laku.
(Bertingkah laku dengan mengedepankan kesabaran itu sebuah hal yang sangat indah dalam sebuah kehidupan).
21. Sanajan aku sengit banget karo kowe, nanging rasa ning ati ora bisa diapusi. Rasa tresna iki mung kanggo sliramu.
(Walaupun aku sangat membencimu, perasaan di hati ini tidak dapat dibohongi. Rasa sayang yang ada di dalam hati ini hanyalah untukmu).
22. Sapa wani rekasa, bakal nggayuh mulya.
(Siapa pun yang bersungguh-sungguh dalam usahanya pasti akan meraih kemuliaan).
23. Sepi ing pamrih, rame ing gawe, banter tan mblancangi, dhuwur tan nungkuli.
(Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih, cepat tanpa harus mendahului, tinggi tanpa harus melebihi).
24. Urip iku terus mlaku, bebarengan karo wektu, sing bisa gawa lakumu, supaya apik nasibmu.
(Hidup itu terus berjalan, bersamaan dengan waktu yang dapat membawa tingkah lakumu, agar baik biar nasibmu).
25. Urip iku urup.
(Hidup itu hendaknya menyala atau memberikan manfaat bagi orang lain di sekitar).
26. Urip ing donya iki mung sedilit. Kabeh iku mung caramu ngadepi ujiane Gusti.
(Hidup di dunia ini hanya sebentar. Semuanya hanyalah caramu menghadapi ujian dari Tuhan).
27. Wong sabar rejekine jembar, ngalah urip luwih berkah.
(Orang sabar rezekinya luas, hidup mengalah jauh lebih berkah).
28. Yen kabeh wis ginaris nyata, aja nganti ana ati sing rumangsa sengsara nrima pacoban.
(Jika semua sudah menjadi ketentuan Tuhan, jangan ada lagi hati yang merasa sedih saat menerima cobaan).
29. Yen kowe tresna mung amarga rupa, banjur kepiye anggonmu tresna marang Gusti kang tanpa rupa?
(Jika dirimu mencintai hanya karena wajahnya, lalu bagaimana caramu mencintai Tuhan yang tanpa rupa?).
30. Yen urip mung isine nuruti hawa nepsu, sing jenenge mulya mesti saya angel ketemu.
(Jika hidup masih dipenuhi dengan hawa nafsu, sesuatu yang bernama kemuliaan pasti akan semakin sulit ditemukan).
Kata-Kata Jawa Bijak Krama
Tingkatan bahasa Jawa krama adalah bentuk unggah-ungguh bahasa Jawa yang berintikan leksikon krama atau yang menjadi unsur inti di dalam ragam krama, bukan leksikon lain.
Berikut ini kata-kata bijak bahasa Jawa Krama yang dapat dijadikan sebagai inspirasi dan motivasi.
1. Ala lan becik iku gegandhengan, kabeh kuwi saka kersaning Pangeran.
(Artinya: Suatu kebaikan dan keburukan itu saling beriringan, semua itu atas kehendak Tuhan).
2. Angagemen rereh ririh ngatos-atos, den kawang-wang barang laku, ingkang waskitha solahing tiyang.
(Artinya: Seyogyanya berlakulah sabar, cermat dan hati-hati, perhatikanlah segala perilaku dan cermatlah perilaku orang lain).
3. Dene lamun tan miraos yen amuwus, luwung umandela, ananging ingkang semu wingit, myang den dumeh ing pasmon semu dyatmika.
(Artinya: Jika merasa bicaranya tidak berisi, lebih baik diamlah, terutama untuk hal-hal yang penting dan mendalam, bersikaplah tenang).
4. Gusti paring pitedah bisa lewat bungah uga lewat susah.
(Tuhan memberikan petunjuk bisa melalui bahagia maupun bisa melalui kesusahan).
5. Gusti paring margi kangge tiyang ingkang purun wonten ing marginipun.
(Tuhan akan memberikan jalan bagi mereka yang mengikuti jalan-Nya).
6. Ingkang becik kojahipun, njenengan agem kanthi pasthi. Ingkang ala punika becike disinggahaken, ampun dilakoni.
(Artinya: Segala sesuatu yang baik, lakukanlah dengan pasti. Sesuatu yang buruk lebih baik disimpan, jangan dilakukan).
7. Ketungkul gesangipun kaliyan ampun gadhah kareman marang pepas donya siyang dalu, emut yen gesang manggih antaka.
(Artinya: Hiduplah dengan tekun dan hati-hati, jangan mengumbar kesenangan dunia siang malam, ingatlah bahwa hidup berujung kematian).
8. Manungsa namung ngunduh wohing pakarti.
(Artinya: Manusia di dalam kehidupan itu sebenarnya hanya akan memetik hasil atas sesuatu yang diperbuatnya sendiri).
9. Nadyan silih bapa biyung kaki nini, sadulur myang sanak, kalamun muruk tan becik, mboten pantes bilih den anut.
(Artinya: Meskipun itu ayah, ibu, kakek, nenek, saudara, atau sanak keluarga, jika memberi ajaran yang salah, tetap tidak pantas diikuti).
10. Nrima ing pandum.
(Artinya: Menerima sesuatu yang diberikan oleh Tuhan).
11. Samubarang becik menika gampil menawi sampun ditindakake, langkung awrat menawi dereng ditindakake.
(Artinya: Perbuatan baik itu gampang jika sudah dijalani, sulit jika belum dilaksanakan).
12. Tiyang ingkang andhap asor punika yekti pikantuk penganggep becik. Tiyang mendel punika nyata, wonten ing njaban pakewuh.
(Artinya: Orang yang rendah hati, pasti akan dianggap baik. Sementara itu, orang yang diam itu selamat dari bencana lidah).
13. Tiyang ingkang mboten manut pituturipun tiyang sepuh tan nemu duraka wonten ing donya praptaning akir, tan wurung kesurang-surang.
(Artinya: Orang yang tidak menjunjung nasihat orang tua akan menemui kutukan sengsara di dunia sampai akhirat, dan selalu menderita).
14. Tresna niku sanes ingkang dugi saking akal, ananging tresna punika ingkang tumeka wonten ing ati.
(Artinya: Cinta itu bukan yang datangnya dari akal, tetapi cinta itu datang dari hati).
15. Ulat menika nampani rasaning kalbu, wahyaning wacana, pareng lan netya kaeksi, ingkang waspada wruh pamoring pasang cipta.
(Artinya: Mimik wajah itu menunjukkan ekspresi hati, keluarnya tutur kata bersamaan dengan sorot mata, yang waspada akan mampu menilik dalamnya pikiran).
Itulah artikel terkait “Kumpulan Kata-Kata Bijak Bahasa Jawa” yang dapat kalian gunakan sebagai referensi dan menginspirasi kalian. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.
Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!
Rujukan
- Endraswara, Suwardi. 2018. Agama Jawa: Ajaran, Amalan, dan Asal-Usul Kejawen. Yogyakarta: Narasi.
- Purwanti, Lilik. 2021. Weton: Penentu Praktik Manajemen Laba. Malang: Penerbit Peneleh.
- Rudhito, Andy. 2019. Matematika dalam Budaya: Kumpulan Kajian Etnomatematika. Sleman: Garudhawaca.
Rekomendasi Buku dan E-Book terkait Kata-Kata Bijak Bahasa Jawa
1. Agama Jawa: Ajaran, Amalan, dan Asal-Usul Kejawen
Kejawen merupakan kepercayaan dari sebuah etnis yang berada di Pulau Jawa. Filsafat kejawen didasari kepada ajaran agama yang dianut oleh filsuf dari Jawa. Kejawen sebenarnya bukanlah sebuah agama, meskipun merupakan suatu kepercayaan.
Menurut naskah-naskah kuno kejawen, kejawen terlihat lebih berupa seni, budaya, tradisi, sikap, ritual, dan filosofi orang-orang Jawa. Orang-orang Jawa yang percaya dengan kejawen relatif taat dengan agamanya.
Mereka tetap melaksanakan perintah agama dan menjauhi larangan dari agamanya. Caranya adalah dengan menjaga diri sebagai orang pribumi. Pada dasarnya, ajaran filsafat kejawen memang mendorong manusia untuk tetap taat dengan Tuhannya. Sejak dahulu kala, orang Jawa memang dikenal mengakui keesaan Tuhan. Itulah yang menjadi inti dari ajaran kejawen sendiri, yaitu dikenal dengan “sangkan paraning dumadi”.
Manusia Jawa memang selalu mencoba mencari harmoni antara alam makrokosmos dan mikrokosmos. Cara yang banyak ditempuh adalah melalui “laku” kebatinan atau ritual mistik kejawen, yaitu untuk menemukan rasa sejati dalam penggambaran sukma.
Fenomena mistik kejawen bagi sebagian orang memang masih mengundang tanda tanya. Bagaimana bentuk, teori, dan tata caranya? Adakah bentuk “laku” kebatinan yang lebih fleksibel bagi manusia modern? Bagaimana melakukan reinterpretasi terhadap mitos-mitos dalam mistik kejawen, sehingga bisa diterima oleh akal rasional?
Buku Agama Jawa ini memuat segala sesuatu tentang kepercayaan orang Jawa dan tradisinya, yang menjadi dasarnya adalah konsepsi manunggaling kawula Gusti (Tuhan bersemayam dalam diri setiap manusia) yang senantiasa dipegang teguh sejak dahulu hingga sekarang. Manembah (menyembah/menjalankan agama Jawa) adalah jalan seseorang untuk dapat menemukan kebahagiaan dan ajal sejatinya.
Istilah agama Jawa memang sering kali memunculkan perdebatan sengit, tetapi tak dapat dipungkiri bahwa pengekspresiannya bagi banyak orang Jawa dianggap mampu memberikan rasa nyaman dan mengatasi kegelisahan hidup. Tentang cara ajaran itu diuraikan, diamalkan, hingga menempati ruang yang demikian istimewa di hati masyarakat Jawa, itulah yang dijabarkan secara lengkap di dalam buku ini.
Agama Jawa adalah buku yang ditulis atas dasar penelitian dari Prof. Dr. Suwardi Endraswara selama bertahun-tahun, seorang pengamat dan pencinta budaya Jawa dan segala sesuatu yang berkaitan dengan ilmu kejawen.
2. Kitab Primbon Jawa Serbaguna Tetap Relevan Sepanjang Masa
Kitab primbon adalah sekumpulan kearifan lokal supaya seseorang mampu memahami dirinya, sesamanya, dan alam makrokosmos maupun mikrokosmos tempatnya hidup. Selama ratusan tahun, kitab primbon menjadi pedoman sehari-hari bagi orang Jawa untuk mengartikan berbagai fenomena. Kandungan ilmu di dalam primbon Jawa akan membuat kita mengerti sesuatu yang tidak dimengerti oleh orang lain. Ilmu ini terbukti tetap relevan dalam berbagai situasi dan berguna sepanjang masa.
Hal-hal penting yang termuat dalam Kitab Primbon Jawa Serbaguna ini antara lain:
- Sifat, hari, pasaran, neptu, bulan, dan tahun.
- Tabiat manusia menurut waktu kelahiran dan ciri fisik (letak tahi lalat, bentuk kepala, bibir, dagu, raut wajah, dan lain-lain).
- Aneka perhitungan tentang jodoh dan pernikahan, prosesi perkawinan adat Jawa lengkap dengan upacara selamatannya.
- Pengobatan tradisional untuk anak dan orang tua dari jamu khusus untuk ibu hamil dan menyusui, memperbanyak air susu ibu (ASI), cara semakin dicintai suami, hingga aneka resep tradisional untuk merawat bayi.
- Makna berbagai firasat dari mimpi, kedutan, hati yang tiba-tiba berdebar-debar, telinga berdenging, dan lain-lain.
- Arti dari fenomena alam dan lingkungan sekeliling mulai dari gempa bumi, lolongan anjing, perilaku kucing, tikus, kicau burung, datangnya kupu-kupu, terjadinya halilintar, gerhana matahari dan bulan, dan lain-lain.
- Perhitungan tentang barang bisa ditemukan atau tidak.
3. Menguak Rahasia Ramalan Jayabaya
Era reformasi di Nusantara pasca Orde Baru (Orba) telah diramalkan delapan abad silam oleh Jayabaya. Runtuhnya pemimpin tiran, degradasi kualitas pemimpin, dan situasi chaos telah didetailkan dalam ramalan Jayabaya. Gejolak kurs rupiah, krisis politik, gejala perpecahan bangsa, bahkan bencana gempa bumi, tsunami, dan lumpur Lapindo semuanya termuat di dalam ramalan Jayabaya.
Buku ini mengulas mengenai terkuaknya misteri ramalan Jayabaya pada masa kini, serta mencoba membaca tanda-tanda zaman untuk meneropong masa depan bangsa. Bagaimana nasib Nusantara setelah terjadi krisis multidimensi? Siapakah pemimpin Nusantara setelah zaman Kalabendhu berakhir? Temukan jawabannya di buku ini!
4. Bahaya Ramalan vs Dahsyatnya Nubuat dan Penglihatan
Rumor kiamat 2012 menjamur di internet, berita, dan buku. Ramalan kiamat suku Maya ini muncul dari sebuah kesalahpahaman tentang kalender perhitungan panjang Maya Kuno. Fakta ini menunjukkan jika banyak orang masih memercayai ramalan di tengah modernitas zaman. Minat ini ditunjukkan dengan larisnya buku-buku ramalan, seperti karya Nostradamus, Jayabaya, dan film-film yang menyatakan mengenai kejadian pada masa depan.
Dampak memercayai ramalan pun sangat besar. Ramalan-ramalan yang menakutkan dapat menimbulkan ketakutan yang luar biasa. Akibatnya, mereka melakukan tindakan yang tidak realistis. Alkitab juga menyatakan tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa depan. Allah yang Maha Tahu menyatakan pernyataan-Nya tentang masa depan melalui nubuat dan penglihatan yang disampaikan-Nya kepada orang-orang pilihan-Nya. Apakah nubuat dan penglihatan itu sama dengan ramalan? Temukan jawabannya di dalam buku ini!
Buku ini mengupas tentang apa, bagaimana, dan siapa yang ada di balik ramalan, nubuat, dan penglihat. Anda akan memahami bahaya besar yang ada di balik ramalan itu. Buku ini menolong Anda untuk tidak memercayai ramalan, tetapi memercayai Tuhan dalam melihat masa depan.
5. Pitutur Wong Jawa: Belajar Bijak Ala Orang Jawa
Dalam budaya Jawa terdapat banyak nasihat atau pitutur yang dapat kita petik hikmahnya. Pitutur ini berasal dari serat-serat (kumpulan nasihat yang dibukukan) seperti Serat Kalatidha, Serat Wulangreh, Serat Centhini, dan banyak lainnya. Secara umum, serat-serat yang diciptakan para pujangga besar seperti R. Ngabehi Ranggawarsita, R. Ngabehi Yasadipura II, dan Sultan Agung ditulis sekitar tahun 1700-an. Lalu, masihkah relevan dengan masa sekarang? Ternyata, banyak pitutur yang diciptakan itu masih bisa diterapkan hingga saat ini, misalnya nasihat tentang ilmu sejati (menjalankan perintah dan menjauhi larangan Tuhan) hingga menghindari sikap hedonisme dengan menjalankan laku prihatin.
Buku berjudul Pitutur Wong Jawa: Belajar Bijak Ala Orang Jawa ini adalah buku tentang kebudayaan Jawa, khususnya membahas kebijaksanaan-kebijaksanaan yang terkandung di dalam berbagai serat-serat Jawa tempo dahulu. Selain itu, buku ini adalah sebuah cara untuk mempertahankan budaya Jawa yang adiluhung dan berkarakter.
Buku ini ditulis oleh Asti Musman, seorang penulis yang sudah malang-melintang di dalam kepenulisan budaya Jawa dan seluruh tulisannya dirisetnya sendiri selama berbulan-bulan dari lontar-lontar lama yang masih tersimpan di beberapa perpustakaan Yogyakarta.
Penulis: Fandy Aprianto Rohman
[IT_EPOLL_VOTING id=”84466″][/IT_EPOLL_VOTING]ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien