Puasa di bulan Ramadhan merupakan ibadah wajib bagi setiap Muslim. Namun, tidak semua orang mampu menuntaskan ibadah puasa genap sebanyak 30 hari lamanya. Contohnya, perempuan yang mengalami haid dan nifas, musafir, orang yang sakit keras, dan lain-lain.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Al-Baqarah:
Artinya: “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidiah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Khusus untuk kondisi tersebut, Islam memberikan solusi yang bijaksana yakni mengganti puasa Ramadhan di lain waktu sebanyak waktu yang ditinggalkan. Sebelum mengganti puasa, ketahui dulu niat dan waktu terbaik untuk mengganti puasa.
Table of Contents
Niat Puasa Bayar Hutang
Dalam pelaksanaannya, tata cara puasa qada sama dengan puasa Ramadhan, hanya berbeda di niatnya. Untuk waktu pembacaan, niat ini bisa dibaca sejak malam sebelum puasa hingga sebelum waktu fajar saat sahur. Berikut adalah bacaan niat puasa qada:
Nawaitu shauma ghadin ‘an qadh?’I fardhi syahri Ramadh?na lillâhi ta’âlâ.
Artinya: “Aku berniat untuk mengqada puasa Bulan Ramadhan esok hari karena Allah SWT.”
Golongan Orang yang Diperbolehkan Batal Puasa Ramadhan
Beberapa golongan orang yang diperbolehkan untuk membatalkan puasa Ramadhan menurut syariat Islam adalah sebagai berikut:
1. Orang Sakit yang Berat
Mereka yang sakit dengan penyakit yang diperkirakan akan memburuk atau memperpanjang proses penyembuhan jika mereka berpuasa, atau yang secara signifikan akan merasa lebih buruk atau sangat lemah jika berpuasa, diperbolehkan untuk tidak berpuasa.
2. Orang yang Sedang dalam Perjalanan (Musafir)
Orang yang sedang melakukan perjalanan yang membutuhkan pergerakan atau mobilitas yang signifikan dan akan mengganggu kenyamanan mereka untuk berpuasa diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama perjalanan mereka.
3. Wanita Hamil dan Menyusui
Wanita hamil dan menyusui diperbolehkan untuk tidak berpuasa jika mereka khawatir puasa akan berdampak negatif pada kesehatan mereka sendiri atau bayi yang dikandung atau yang disusui.
4. Wanita yang Menstruasi atau Nifas
Wanita yang sedang mengalami menstruasi atau nifas diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama periode tersebut, dan mereka harus menggantinya setelah mereka suci.
5. Orang Lanjut Usia yang Lemah
Orang lanjut usia yang tidak mampu untuk berpuasa karena alasan kesehatan juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Ini biasanya mencakup orang-orang yang sangat tua dan lemah atau yang menderita penyakit kronis.
6. Anak-anak yang Belum Balig
Anak-anak yang belum mencapai usia balig (dewasa menurut hukum Islam) tidak diwajibkan untuk berpuasa. Namun, mereka diperkenankan untuk berpuasa jika mereka mampu dan ada manfaatnya bagi mereka.
Ketentuan Saat Membayar Puasa
Syarat-syarat untuk membayar hutang puasa Ramadhan, atau yang dikenal sebagai qada, adalah sebagai berikut:
1. Niat yang Ikhlas
Saat membayar hutang puasa Ramadhan, seseorang harus memiliki niat yang tulus dan ikhlas untuk memenuhi kewajiban agama mereka kepada Allah. Niat ini harus dibuat sebelum memulai puasa di pagi hari, dengan kesadaran penuh bahwa mereka sedang membayar hutang puasa yang sebelumnya tidak dilaksanakan.
2. Keislaman
Membayar hutang puasa Ramadhan adalah kewajiban bagi setiap Muslim yang telah balig (dewasa secara agama) dan berakal sehat.
3. Kesehatan
Seseorang harus dalam kondisi sehat yang memungkinkan mereka untuk berpuasa. Jika seseorang sedang sakit atau sedang menjalani pengobatan yang membutuhkan konsumsi obat atau makanan, maka mereka diperbolehkan untuk menunda membayar hutang puasa sampai mereka sembuh.
4. Bulan dan Hari yang Diperbolehkan
Membayar hutang puasa Ramadhan harus dilakukan di hari-hari yang diperbolehkan untuk berpuasa, yaitu kecuali pada hari-hari yang diharamkan seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dan hari-hari Tasyrik.
5. Ketentuan untuk Wanita
Wanita yang sedang dalam kondisi haid atau nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Namun, mereka harus mengganti puasa yang ditinggalkan setelah mereka suci.
Hari yang Dilarang untuk Puasa Qadha
(Sumber foto: www.pexels.com)
Dalam Islam, ada beberapa waktu tertentu di mana berpuasa, termasuk puasa untuk membayar hutang (qada), tidak diperbolehkan. Waktu-waktu ini biasanya berkaitan dengan hari-hari raya dan beberapa hari khusus lainnya yang telah ditetapkan oleh syariah. Berikut adalah waktu-waktu tersebut:
1. Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal)
Puasa pada hari ini dilarang karena merupakan hari raya umat Muslim untuk merayakan selesainya bulan Ramadhan.
2. Hari Raya Idul Adha (10 Dzulhijjah)
Pada hari ini juga dilarang berpuasa karena merupakan hari raya kurban yang dirayakan setelah pelaksanaan ibadah haji.
3. Hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah)
Puasa pada tiga hari ini dilarang karena merupakan hari-hari makan dan minum serta hari-hari pelaksanaan ibadah kurban.
4. Hari Lainnya
Selain hari-hari yang secara khusus dilarang untuk berpuasa di atas, ada juga beberapa waktu lainnya yang dianjurkan untuk tidak berpuasa, meskipun tidak sekeras larangan pada hari-hari raya dan hari-hari Tasyriq.
-
Hari Syak (30 Sya’ban)
Hari Syak adalah hari yang meragukan, yaitu sehari sebelum masuknya bulan Ramadhan. Puasa pada hari ini makruh karena dikhawatirkan akan mengurangi semangat berpuasa di bulan Ramadhan.
-
Hari Jumat Sendirian
Meskipun tidak dilarang keras, makruh hukumnya untuk berpuasa hanya pada hari Jumat saja tanpa diiringi dengan puasa pada hari sebelum atau sesudahnya (Kamis atau Sabtu).
-
Hari Sabtu Sendirian
Seperti hari Jumat, berpuasa hanya pada hari Sabtu saja juga makruh kecuali jika bersamaan dengan puasa sunnah yang lain atau puasa yang wajib.
-
Hari-hari yang Diragukan (Hari-hari Syaban di Akhir Bulan)
Puasa di akhir bulan Sya’ban, terutama dua atau tiga hari sebelum Ramadhan, juga makruh kecuali bagi yang sudah terbiasa puasa sunah pada hari-hari tersebut atau untuk mengqada puasa.
Hukum Membayar Puasa Ramadhan
Hukum membayar hutang puasa Ramadhan dalam Islam adalah wajib (fardu). Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat. Jika seseorang tidak mampu melaksanakan puasa Ramadhan karena alasan yang sah, seperti sakit, menstruasi, nifas, atau perjalanan jauh (musafir), maka ia diwajibkan untuk mengganti (qada) puasa tersebut di hari lain setelah bulan Ramadhan. Berikut adalah beberapa ketentuan terkait hukum membayar hutang puasa:
Seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan karena alasan yang dibenarkan oleh syariat wajib menggantinya di hari lain. Kewajiban ini harus dilaksanakan sebelum datangnya bulan Ramadhan berikutnya.
Puasa yang ditinggalkan harus diganti sesegera mungkin setelah alasan yang menghalangi puasa tersebut hilang. Dianjurkan untuk segera mengqada puasa tersebut agar tidak menunda-nunda kewajiban ini.
Jika seseorang menunda-nunda mengganti puasa tanpa alasan yang sah hingga datang Ramadhan berikutnya, maka selain mengqada puasa, ia juga diwajibkan membayar fidiah (memberi makan orang miskin) untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Niat untuk puasa qada harus dilakukan pada malam hari sebelum fajar (sebelum masuknya waktu Subuh). Niat ini bisa diucapkan dalam hati dan tidak perlu diucapkan secara lisan.
Puasa qada tidak harus dilakukan secara berturut-turut; bisa dilakukan secara terpisah sesuai kemampuan dan kondisi individu. Yang penting adalah semua hari yang ditinggalkan selama Ramadhan harus diganti.
Bagi yang memiliki hutang puasa yang berat, misalnya karena penyakit kronis atau usia lanjut, yang membuat mereka tidak mampu berpuasa lagi, kewajiban mengganti puasa ini diubah menjadi membayar fidiah, yaitu memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
Orang yang Diperbolehkan Tidak Membayar Hutang Puasa
Dalam Islam, ada beberapa keadaan di mana seseorang diperbolehkan untuk tidak berpuasa selama bulan Ramadhan dan tidak wajib untuk menggantinya (qada). Namun, mereka diwajibkan membayar fidiah sebagai ganti dari puasa yang ditinggalkan. Berikut adalah penjelasan mengenai hukum dan ketentuan untuk orang yang diperbolehkan tidak membayar hutang puasa:
1. Orang Tua Lanjut Usia
Orang yang sudah sangat tua dan tidak memiliki kemampuan fisik untuk berpuasa, baik sekarang maupun di masa depan, diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Mereka tidak perlu mengqada puasa yang ditinggalkan, tetapi wajib membayar fidiah, yaitu memberikan makanan kepada orang miskin sebanyak satu mud (sekitar 750 gram) bahan pokok untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
2. Orang Sakit yang Tidak Diharapkan Sembuh
Seseorang yang menderita penyakit kronis atau penyakit yang tidak diharapkan sembuh, yang membuatnya tidak mampu berpuasa sepanjang hidupnya, juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Sama seperti orang tua lanjut usia, mereka wajib membayar fidiah untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
3. Ibu Hamil atau Menyusui
Ibu hamil atau menyusui yang jika berpuasa khawatir dengan kondisi diri atau bayinya (atas rekomendasi dokter).
Pengertian Fidiah
(Sumber foto: www.pexels.com)
Fidiah adalah bentuk kompensasi yang diberikan oleh seorang Muslim yang tidak mampu berpuasa pada bulan Ramadhan karena alasan tertentu, seperti usia lanjut atau penyakit kronis yang tidak memungkinkan mereka untuk berpuasa sekarang maupun di masa depan.
Fidiah berupa pemberian makanan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Jumlah makanan yang diberikan biasanya setara dengan satu mud (sekitar 750 gram) bahan pokok, seperti gandum, beras, atau makanan lain yang umum dikonsumsi di daerah tersebut.
Pembayaran fidiah dapat dilakukan secara harian selama bulan Ramadhan atau sekaligus setelah bulan Ramadhan berakhir, sesuai dengan kemampuan individu. Dengan membayar fidiah, seorang Muslim tetap bisa memenuhi kewajibannya dan mendapatkan keberkahan dari Allah, meskipun tidak mampu melaksanakan puasa secara langsung.
Fidiah juga mencerminkan prinsip keadilan dan keringanan dalam Islam, yang memperhatikan kondisi dan kemampuan setiap individu dalam menjalankan ibadah.
Ada ketentuan tentang siapa saja yang boleh tidak berpuasa. Hal ini tertuang dalam surat Al-Baqarah ayat 184.
”(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.S. Al Baqarah: 184)
A. Cara Membayar Fidiah
Fidiah yang harus dibayar adalah memberi makan satu orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan. Ukuran makanan yang diberikan adalah satu mud (sekitar 750 gram) dari bahan pokok seperti gandum, beras, atau makanan lain yang biasa dikonsumsi di daerah tersebut.
Fidiah dapat diberikan secara harian atau sekaligus untuk semua hari yang ditinggalkan. Fidiah harus diberikan kepada orang miskin atau fakir yang berhak menerimanya.
1). Contoh Kasus dan Penjelasan
-
Contoh 1:
Seorang lansia yang berusia 80 tahun merasa sangat lemah dan tidak mampu berpuasa. Karena kondisinya yang tidak mungkin membaik untuk bisa berpuasa di masa depan, ia boleh tidak berpuasa dan wajib membayar fidiah setiap hari selama bulan Ramadhan.
-
Contoh 2:
Seseorang yang didiagnosis dengan penyakit kronis yang tidak mungkin sembuh, seperti gagal ginjal atau penyakit jantung yang parah, juga diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Ia tidak perlu mengganti puasa tersebut di hari lain, tetapi wajib membayar fidiah untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Dikutip dari Baznas.go.id, fidiah wajib dilakukan untuk mengganti ibadah puasa dengan membayar sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan untuk satu orang. Nantinya, makanan itu disumbangkan kepada orang miskin.
Namun, apakah fidiah dapat diberikan kepada saudara? Dalam hal fidiah, lebih baik memberikannya kepada orang lain yang membutuhkan. Misalnya, fidiah dapat diberikan kepada fakir miskin, kaum dhuafa, atau yatim piatu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka. Dengan memberikan fidiah kepada mereka, bukan hanya kewajiban berpuasa yang terpenuhi, tetapi juga memberikan kebahagiaan bagi orang yang membutuhkan.
Menurut Imam Malik, Imam As-Syafi’I, fidiah yang harus dibayarkan sebesar 1 mud gandum (kira-kira 6 ons = 675 gram = 0,75 kg atau seukuran telapak tangan yang ditengadahkan saat berdoa).
Sedangkan menurut Ulama Hanafiyah, fidiah yang harus dikeluarkan sebesar 2 mud atau setara 1/2 sha’ gandum. (Jika 1 sha’ setara 4 mud = sekitar 3 kg, maka 1/2 sha’ berarti sekitar 1,5 kg). Aturan kedua ini biasanya digunakan untuk orang yang membayar fidiah berupa beras.
Cara membayar fidiah ibu hamil bisa berupa makanan pokok. Misal, ia tidak puasa 30 hari, maka ia harus menyediakan fidiah 30 takar dimana masing-masing 1,5 kg. Fidiah boleh dibayarkan kepada 30 orang fakir miskin atau beberapa orang saja (misal 2 orang, berarti masing-masing dapat 15 takar).
Menurut kalangan Hanafiyah, fidiah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku seperti 1,5 kilogram makanan pokok per hari dikonversi menjadi rupiah.
Kesimpulan
Hukum membayar hutang puasa Ramadhan dalam Islam adalah wajib bagi setiap Muslim yang meninggalkan puasa karena alasan yang dibenarkan oleh syariat, seperti sakit, perjalanan, atau kondisi khusus lainnya.
Membayar hutang puasa ini merupakan bagian dari kewajiban agama yang harus dipenuhi dengan niat yang tulus dan ikhlas. Selain itu, pembayaran hutang puasa harus dilakukan di hari-hari yang diperbolehkan untuk berpuasa, dan harus segera dilaksanakan di lain waktu.
Pelajari tata cara berpuasa hingga membayar fidiah melalui koleksi buku Agama Islam hanya di Gramedia.com, dan dapatkan promo menarik.
- Aliran Mu’tazilah
- Berpikir Kritis Menurut Islam
- Cara Mandi Wajib
- Cara Menjadi Seorang Ihsan
- Contoh Tawakal
- Doa Kelahiran Anak
- Doa Akhir Tahun Islam
- Doa Setelah Adzan
- Dosa Besar Istri Terhadap Suami
- Fihi Ma Fihi
- Hasad
- Idul Adha
- Iman Kepada Malaikat Allah
- Kerajaan Islam Pertama di Indonesia
- Kerajaan Islam di Indonesia
- Kekuatan Doa Ibu
- Keutamaan Dua Ayat Terakhir dari Surat Al-Baqarah
- Kisah Inspirasi Islami
- Kumpulan Doa Sehari-Hari
- Macam Macam Sedekah
- Mahar Pernikahan dalam Islam
- Niat Puasa Bayar Hutang Ramadhan
- Peninggalan Sejarah Islam di Indonesia dan Fotonya
- Pengertian Toleransi Dalam Islam
- Penjelasan Rukun Iman dan Rukun Islam Lengkap
- Rukun haji, Pengertian Haji, dan Hukum Haji
- Pesantren Kilat
- Permohonan Maaf Menjelang Nisfu Syaban
- Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam
- Rukun Jual Beli Dalam Islam dan Syaratnya
- Rukun Shalat
- Rekomendasi Cerita Anak Islami Untuk Menjadi Teladan Yang Baik
- Sahabat Nabi Muhammad
- Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
- Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera
- Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia
- Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
- Sejarah Kerajaan Mataram Islam
- Sistem Ekonomi Islam
- Sujud Sahwi
- Takabur
- Tanda-Tanda Kiamat Kecil
- Tokoh Ilmuwan Islam (Muslim)
- Umur Hewan Kurban
- Zakat Fitrah dan Zakat Mal
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien