in

Konflik Destruktif: Pengertian, Penyebab, dan Contohnya

Konflik Destruktif – Apakah Grameds akhir-akhir ini sedang mengikuti berita terkait konflik antara Ukraina dan Rusia? Konflik dari kedua negara tersebut menyita perhatian sejumlah negara besar di dunia dan menyebabkan korban jiwa. Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda bahwa konflik ini akan selesai dalam waktu dekat.

Atau mungkin, Grameds lebih mengikuti perkembangan konflik 2 negara Timur Tengah, yakni Israel dan Palestina? Konflik kedua negara tersebut dikabarkan sudah berlangsung sejak tahun 1948 dan masih terus berjalan hingga sekarang. Seperti konflik antara Ukraina dan Rusia, konflik ini pun tampaknya belum akan usai.

Pengertian Konflik Destruktif

Holiday Sale

Kedua konflik tersebut merupakan beberapa dari banyak contoh mengenai konflik destruktif. Dan seperti yang Grameds sudah ketahui, konflik tersebut hanya membawa korban dan kesengsaraan bagi pihak-pihak yang terlibat. Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan konflik destruktif?

Untuk memahami pengertian dari konflik destruktif, kita bisa membedah arti dari kedua kata tersebut. Merujuk ke Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata ‘konflik’ dapat diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan. Sementara ‘destruktif’ memiliki pengertian bersifat destruksi, dalam artian merusak, memusnahkan, atau menghancurkan.

Dari definisi kedua kata tersebut, Grameds bisa menyimpulkan bahwa konflik destruktif memiliki arti sebagai perselisihan antara 2 pihak yang dapat menyebabkan kerusakan bagi pihak-pihak yang terlibat. Kerusakan ini dapat berupa kerusakan berbentuk fisik maupun non-fisik.

Konflik destruktif sendiri tidak harus berupa peperangan antarnegara. Konflik ini bisa berupa perang antarsuku, kerusuhan, hingga perkelahian massal suatu kelompok. Jika konflik tersebut menghasilkan kerusakan dalam bentuk apapun, Grameds dapat menyebut konflik tersebut sebagai konflik destruktif.

Dan merujuk pada definisi dari konflik destruktif, Grameds bisa kembali melihat 2 contoh konflik yang sudah disebutkan di awal artikel ini. Berapa banyak kerusakan yang sudah dihasilkan dari konflik antara Rusia dan Ukraina maupun Israel dan Palestina? Tentu tidak sedikit, bukan?

Terlebih jika kita menelusuri sejarah konflik di antara Israel dan Palestina yang sudah berlangsung secara berkepanjangan. Berapa banyak kerusakan yang dihasilkan dari konflik ini? Bagi Grameds yang ingin mempelajari lebih dalam mengenai konflik antara kedua negara Timur Tengah tersebut, buku “Jerusalem: Kesucian, Konflik, Dan Pengadilan Akhir (Edisi Revisi)” dapat menjadi referensi bacaan.

Konflik Destruktif

Penyebab Konflik Destruktif

Setiap konflik terjadi karena suatu alasan khusus. Alasan-alasan tersebut bisa jadi merupakan alasan sederhana, sehingga biasanya konflik juga dapat terselesaikan dengan mudah dan cepat. Namun, dalam kasus konflik destruktif, alasan-alasan ini umumnya bersifat kompleks dan harus diselesaikan secara perlahan dan bertahap.

Dalam kasus konflik antara Rusia dan Ukraina, konflik bermula dari perebutan sebuah wilayah yang terletak di perbatasan antara kedua negara. Namun, konflik memuncak akibat wacana Ukraina bergabung ke North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang merupakan aliansi pertahanan negara barat. Hal ini membuat Rusia menyerang Ukraina untuk mencegah terjadinya hal tersebut.

Sementara itu, jika kita membahas konflik Palestina melawan Israel, alasannya jauh lebih kompleks. Konflik di antara kedua negara tersebut dilandasi dari perbedaan suku, keyakinan, dan juga perebutan wilayah. Akibat rumitnya alasan dari konflik tersebut, kedua belah pihak kesulitan menemukan titik tengah untuk berdamai.

Jika Grameds menyimak dan memperhatikan penyebab dari kedua konflik di atas, Grameds dapat menemukan beberapa alasan mengapa konflik destruktif bisa terjadi. Di bawah ini merupakan penjelasan dari apa saja penyebab terjadinya konflik destruktif.

1. Perbedaan Kepentingan dan Tujuan

Ketika sebuah kelompok memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain, maka mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk menjalankan segala hal agar kepentingan mereka bisa berjalan dengan baik. Dan prinsip yang sama juga akan berlaku jika mereka mempunyai suatu tujuan tertentu.

Jika kepentingan atau tujuan mereka berbenturan dengan kepentingan maupun tujuan dari kelompok lain, perbedaan ini yang dapat menyebabkan konflik antara kedua belah pihak. Lebih buruk, mereka tidak segan untuk memilih jalan kekerasan dan menyerang kelompok lain yang berpotensi menyebabkan destruksi.

2. Perbedaan Pendirian dan Keyakinan

Pendirian dan keyakinan dari seseorang, kelompok, hingga suatu negara, merupakan identitas masing-masing yang sudah terbentuk sejak mereka lahir atau terbentuk. Akan sulit untuk menerapkan pendirian atau keyakinan baru, terlebih jika mereka sudah memiliki kedua hal tersebut sejak lama.

Ketika mereka menemukan kelompok lain memiliki pendirian dan keyakinan berbeda dari mereka, perbedaan tersebut dapat menimbulkan konflik, yang lagi-lagi bisa menuju ke arah kekerasan. Terlebih, jika mereka tidak bisa menghormati dan menoleransi pendirian maupun keyakinan dari kelompok lain.

3. Perbedaan Kebudayaan

Sama halnya dengan pendirian serta keyakinan, kebudayaan merupakan identitas yang umumnya dimiliki oleh kelompok atau suku tertentu. Kebudayaan dari suatu kelompok biasanya berbeda dengan kebudayaan yang dimiliki oleh kelompok lain, karena keduanya belum tentu memiliki sejarah yang sama dalam proses pembentukannya.

Normalnya, perbedaan kebudayaan merupakan sesuatu yang indah untuk dilihat. Namun, jika kedua kelompok tidak mau menerima perbedaan tersebut dan memaksakan kebudayaan mereka kepada satu sama lain, pemaksaan ini dapat berujung konflik antara keduanya. Dan jika mereka melibatkan kekerasan dalam konflik itu, maka ini sudah masuk ke dalam kategori konflik destruktif.

Dari 3 penyebab konflik destruktif, Grameds dapat melihat bahwa biasanya konflik destruktif dapat terhindarkan, tapi dengan catatan 2 pihak yang bersangkutan memilih untuk menyelesaikan masalah perbedaan mereka dengan cara damai dan kekeluargaan, alih-alih menggunakan metode kekerasan.

Sayangnya, tidak semua kelompok bisa menerapkan cara-cara tersebut untuk menyelesaikan konflik, dan memilih untuk memasukan unsur kekerasan dalam penyelesaiannya. Dan seperti yang sudah dibahas sebelumnya, metode ini hanya membawa konflik yang lebih buruk, serta menyebabkan kerusakan fisik maupun non-fisik.

Contoh Peristiwa Konflik Destruktif

Dalam sejarah peradaban manusia, sudah banyak sekali peristiwa konflik destruktif yang terjadi di berbagai belahan dunia, baik itu berskala regional hingga internasional. Contoh kasus konflik antara Rusia dan Ukraina maupun Palestina dan Israel hanyalah sebagian kecil dari jenis konflik tersebut.

Grameds bisa melakukan pencarian informasi mengenai konflik destruktif yang pernah terjadi di masa lampau dan akan menemukan cukup banyak kejadian seperti itu. Kali ini, kita akan membahas beberapa contoh dari sekian banyak peristiwa konflik destruktif. Simak pembahasan berikut.

1. Perseteruan Suporter Klub Sepak Bola River Plate dan Boca Junior

Sepak bola adalah salah satu dari sedikit olahraga yang bisa menyebabkan konflik destruktif. Umumnya, konflik disebabkan karena ulah dari suporter tim maupun klub sepak bola tersebut. Namun, terkadang tindakan para pemainnya juga bisa menjadi alasan terbentuknya konflik tersebut.

Salah satu konflik dalam sepak bola yang terkenal menyebabkan kerusakan dan korban adalah perseteruan antara 2 suporter klub asal Argentina, yaitu klub River Plate dan klub Boca Junior. Kedua klub sepak bola tersebut merupakan klub terbesar di Argentina yang berasal dari ibu kota Argentina, Buenos Aires.

Perselisihan antara kedua suporter disebabkan perbedaan ideologi dari klub masing-masing. Akibatnya, setiap kedua klub bertanding satu sama lain, kedua suporter nyaris selalu berselisih. Tidak jarang konflik dari kedua suporter bersifat destruksi dan menyebabkan kerusakan maupun korban.

2. Perang Dunia Pertama dan Perang Dunia Kedua

Grameds mungkin sudah mengetahui banyak peperangan yang sudah masuk ke dalam catatan buku sejarah. Baik itu perang antarsuku atau etnis, maupun perang dengan negara lain, sepertinya perang sudah menjadi bagian dari hidup manusia. Dua perang terbesar yang pernah terjadi dalam sejarah kita adalah Perang Dunia Pertama dan Perang Dunia Kedua.

Perang Dunia Pertama berlangsung mulai dari tahun 1914 sampai dengan 1918. Perang ini dimulai karena Adipati Utama Austria-Hongaria Franz Ferdinand beserta istrinya, Sophie, tewas ditembak oleh pria asal Serbia, Gavrilo Princip. Perang ini melibatkan sejumlah negara di berbagai belahan dunia dan menyebabkan puluhan juta orang tewas atas dampak perang tersebut.

Sementara Perang Dunia Kedua dilandasi oleh invasi Jerman ke Polandia yang dipimpin oleh Adolf Hitler pada tahun 1939. Peristiwa ini mengakibatkan beberapa negara menyatakan perang terhadap Jerman. Pada akhirnya, Jerman beserta sekutunya takluk dalam perang tersebut, dan Hitler dikabarkan bunuh diri di dalam bunker bawah tanah.

3. Konflik Sampit Antara Suku Dayak dan Suku Madura

Indonesia juga tidak luput dari konflik destruktif. Dalam mata pelajaran sejarah, Grameds mungkin sudah mempelajari beberapa konflik yang pernah terjadi sepanjang sejarah Indonesia, baik itu dengan pihak eksternal maupun dengan pihak internal atau rakyatnya sendiri.

Salah satu dari beberapa konflik destruktif yang pernah terjadi di Indonesia adalah Konflik Sampit antara suku Dayak dan suku Madura pada tahun 2001. Konflik antarsuku ini merupakan salah satu peristiwa memilukan dalam sejarah Indonesia, yang hingga kini belum bisa dipastikan penyebab terjadinya.

Setidaknya, sekitar 500 orang tewas dalam konflik ini. Video dan gambar yang menunjukan kekejaman dari perang tersebut sempat beredar di media massa pada masa itu, dan beberapa di antaranya bahkan sudah beredar di media sosial. Saat ini, suku Dayak dan suku Madura sudah menandatangani perjanjian damai dan membentuk tugu perdamaian di Sampit sebagai simbol dari perdamaian antara kedua suku.

4. Kerusuhan Mei 1998

Selain perang, Indonesia juga kerap mengalami sejumlah kerusuhan di berbagai daerah. Tidak jarang kerusuhan tersebut menyebabkan korban dan kerusakan. Di antara kerusuhan-kerusuhan tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu kerusuhan terbesar yang pernah terjadi adalah kerusuhan Mei 1998.

Berawal dari aksi damai mahasiswa Universitas Trisakti dalam mengkritik kebijakan pemerintah orde baru dan menanggapi krisis finansial pada masa itu, tapi kemudian kerusuhan mencuat karena para mahasiswa menemukan 4 teman mereka tewas ditembak. Aksi damai tersebut berubah menjadi kerusuhan yang terjadi di sejumlah kota di Indonesia.

Kerusuhan ini menghancurkan ratusan gedung di berbagai kota dan menewaskan ratusan orang. Warga etnis Tionghoa menjadi sasaran amarah dari kerusahan tersebut. Pada akhirnya, Presiden Soeharto memutuskan untuk melepas jabatannya sebagai kepala negara lalu posisinya saat itu digantikan oleh B.J. Habibie pada 21 Mei 1998.

5. Gerakan 30 September oleh PKI (G30S PKI)

Jauh sebelum 2 konflik destruktif tersebut terjadi, Indonesia sendiri sudah beberapa kali harus menangani konflik-konflik lain yang pernah terjadi di masa lampau. Banyak dari konflik tersebut yang tidak bisa diselesaikan melalui metode diplomatik, sehingga mengarah ke jalan kekerasan dan berujung destruksi.

G30S adalah peristiwa berdarah pada 30 September 1965 di Indonesia, di mana 7 Jenderal Besar dan 3 Perwira Tentara Angkatan Darat (TNI-AD). Jasad dari para tentara ini dibuang ke dalam sumur yang terletak di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Pembunuhan para jenderal ini adalah salah bagian dari rencana untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno, dan mengganti identitas negara Indonesia. Atas hal ini, terjadi perburuan besar-besaran ke seluruh pelosok Indonesia terhadap orang-orang yang dianggap menjadi bagian dari PKI yang saat itu dianggap sebagai dalang peristiwa sadis tersebut. Saat ini, 10 jenderal yang tewas dalam peristiwa tersebut namanya telah diabadikan menjadi pahlawan revolusi.

Alasan mengapa peristiwa G30S PKI tidak pernah dilupakan begitu saja adalah untuk mengenang jasa pahlawan yang gugur dan agar peristiwa ini tidak lagi terjadi di masa mendatang. Tentunya, ini juga berlaku bagi peristiwa sejarah lainnya. Jika Grameds ingin mempelajari sejarah lebih dalam lagi, Grameds bisa mencoba membaca buku “UUD 1945 Lengkap dengan Pahlawan Nasional & Revolusi“.

Konflik Destruktif

Konflik Konstruktif

Sekarang Grameds sudah mengetahui betapa berbahayanya dampak yang dihasilkan dari konflik destruktif, akibat tidak bisa menggunakan jalan perdamaian dalam menyelesaikan masalah, dan memutuskan untuk menggunakan jalur kekerasan demi keuntungan satu pihak saja.

Meskipun begitu, tidak semua konflik tidak selalu selesai dengan hasil akhir berupa destruksi. Terdapat juga banyak sekali konflik yang bisa juga terselesaikan dengan jalur diplomatik, dan justru bersifat membangun serta menguntungkan kedua belah pihak. Konflik seperti ini disebut sebagai konflik konstruktif.

Jika mengacu ke KBBI, kata konstruktif memiliki arti sebagai sesuatu yang bersifat membina, memperbaiki, membangun, dan sebagainya. Artinya, konflik ini alih-alih menyebabkan destruksi, justru malah menyelesaikan masalah dengan baik, dan malah memperkuat serta mempererat hubungan kedua pihak yang sedang berkonflik.

Bagi Grameds yang berada dalam lingkungan pekerjaan atau lingkungan organisasi, pasti pernah mengalami situasi di mana Grameds memiliki perbedaan pendapat dengan rekan Grameds mengenai suatu masalah. Meskipun begitu, bukan berarti kamu akan menyelesaikan perbedaan ini dengan cara kekerasan bukan?

Justru, Grameds tentu akan mencari solusi bersama dengan rekan masing-masing, yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Dan setelah masalah selesai, Grameds tidak akan membenci rekan Grameds, melainkan akan semakin mengenal dan memahami rekan kalian. Bahkan hubungan Grameds dan rekan akan lebih dekat dari sebelumnya.

Contoh di atas dapat disebut sebagai konflik konstruktif. Dan setiap konflik pada umumnya dapat diselesaikan dengan metode seperti ini. Selama kedua belah pihak memiliki kemauan untuk menyelesaikan masalah dengan asas perdamaian, tidak perlu yang namanya beralih ke jalan kekerasan.

Memang perlu adanya kepala dingin dalam menghadapi konflik, agar tidak semakin meluas. Namun, hal itu bisa didapatkan dengan pengalaman dan kemauan untuk memahami orang lain. Buku “Seni Mengelola Konflik” merupakan buku yang dapat membantu Grameds untuk menyelesaikan konflik dengan damai dan memiliki hasil akhir positif.

Konflik Destruktif

Demikian pembahasan terkait konflik destruktif beserta contoh dan penyebabnya. Semoga artikel ini dapat membuka mata Grameds mengenai dampak buruk yang bisa muncul akibat konflik destruktif dan menyadarkan kita bahwa ada berbagai cara lain untuk menyelesaikan konflik.

Jika Grameds ingin mengetahui lebih lanjut mengenai beragam informasi, silakan kunjungi situs www.gramedia.com untuk mencari buku-buku yang Grameds butuhkan. Karena Gramedia, #SahabatTanpaBatas, selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi Grameds.

Penulis: Adrianto

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by Ananda