Sudah lebih dari 21 tahun Wiji Thukul hilang. Kabar mengenai dirinya tak kedengaran lagi sejak Mei 1998. Pada Maret 2000, Sipon atau Siti Dyah Sujirah, sang istri, melapor soal hilangnya Thukul ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Sejak awal era 1990-an hingga 1998, penyair pelo dan aktivis prodemokrasi ini memang dianggap berbahaya oleh pemerintah Orde Baru.
Biografi Singkat Wiji Thukul, Penyair Cadel Bernyali Besar
Tempat : Sorogenen, Solo, Indonesia
Lahir : 23 Agustus 1963
Menghilang : 23 Juli 1998 (pada umur 34 tahun)
Pekerjaan : Sastrawan, aktivis
Wiji Thukul ”yang bernama asli Widji Widodo ini” bukanlah penyair yang hanya piawai menyuarakan kata-kata puitis. Dia dan kata-katanya adalah penggerak massa yang tertindas.
Pada 11 Desember 1995, misalnya, Thukul membakar semangat lebih dari 15 ribu buruh pabrik garmen PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Desa Jetis, Sukoharjo, Solo, untuk berhenti kerja sejak pagi.
Penyebabnya, para buruh menuntut kenaikan upah kerja. Selama ini, mereka digaji di bawah standar minimal provinsi dan sering lembur berlebih sehingga alami sakit. Padahal, kas perusahaan sedang bagus.
Thukul, selaku Ketua Jaringan Kesenian Rakyat (Jaker) yang dekat dengan Partai Rakyat Demokratik (PRD), lalu menggerakkan buruh untuk berdemonstrasi.
Bagi PRD, demonstrasi buruh Sritex adalah gerakan politik kaum buruh melawan Orde Baru. Namun, sebelum pukul tujuh pagi, aparat tetiba merangsek barisan para buruh.
“Saya hanya mendengar ibu-ibu menjerit ketakutan. Tapi jeritan itu tidak bisa menghentikan pukulan,” ujar Thukul, seperti dikutip buku Wiji Thukul: Teka-teki Orang Hilang (2015).
Thukul tertangkap dan dihajar bertubi-tubi oleh aparat. Mata kanannya bengkak dan membiru, sehingga terancam buta. Kondisi matanya membaik setelah dioperasi di sebuah rumah sakit mata di Yogyakarta beberapa bulan kemudian.
Meski matanya belum pulih, Thukul nekat pergi ke Jakarta untuk mengikuti Deklarasi PRD di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia pada 22 Juli 1996.
Walau akhirnya menjadi bagian dari PRD, Jaker mulanya berdiri terpisah dan tak bergerak di bidang politik. Jaker didirikan untuk menggalang kekuatan dan solidaritas sesama seniman, sehingga tindakan represif pemerintah Orde Baru bisa dibendung.
Pada 1994, Jaker menggelar pertunjukan seni rupa di Solo, pameran di Bendungan Wonorejo, dan pameran seni rupa yang merefleksikan kehidupan nelayan di Yogyakarta.
Masuknya Jaker ke tubuh organisasi PRD, ternyata membuat para seniman yang menjadi anggotanya berselisih paham dengan Wiji Thukul. Cempe Lawu Warta, guru Thukul di Teater Jagat, pun berpikiran demikian.
Dia mengingatkan Thukul untuk hati-hati, karena terlibat politik praktis saat itu dapat mengancam jiwanya.
Namun, Thukul bersikukuh memilih politik sebagai upayanya untuk mengubah keadaan. “Lawu, kamu itu tidak berani. Karena itu, kamu dan Teater Jagat sampai kapan pun tidak akan bisa merombak keadaan,” kata Lawu menirukan Thukul, seperti dikutip Wiji Thukul: Teka-teki Orang Hilang.
Teater Jagat sejatinya menempa Thukul hingga menjadi penyair yang berani dan radikal.
Ia masuk ke teater tersebut pada 1981 saat masih duduk di kelas dua Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) di Kepatihan, Solo. Lawu, pendiri Teater Jagat, mengingat Thukul saat itu sebagai remaja yang penakut dan tidak percaya diri.
Kata Lawu, persoalan psikologis itu barangkali lantaran Thukul kerap diolok-olok oleh temannya sejak kecil. Pria kelahiran 26 Agustus 1963 ini memang pelo alias cadel, tidak peka di bidang musik, dan tidak bisa main teater maupun menari.
Semua kekurangan itu jelas membuat Thukul “berbeda sendiri†dengan anggota Teater Jagat lainnya. Akan tetapi, Lawu melihat anak didiknya itu suka membaca dan menulis.
“Saya tahu dia punya bakat sebagai pujangga. Karena itu, saya mengarahkan dia untuk membuat puisi,” ujar Lawu. Perlahan, Thukul jadi punya rasa percaya diri yang besar dan berani mengamen puisi hingga ke luar Kota Solo.
Puisi-puisinya pada masa itu sudah mengandung kritik, tapi tidak politis dan lebih kontemplatif tentang diri dan lingkungannya.
Keterlibatannya di Jaker sejak 1994 juga menunjukkan nyali besar Thukul. Suatu ketika dalam acara peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia, ia membaca puisi tanpa henti. Warga yang kesal sampai harus menyeretnya turun dari panggung.
Pada 1994, ia pernah membawa anak-anak Sanggar Suka Banjir untuk memperingati malam pembredelan Majalah Tempo, Editor, dan Detik.
Salah satu bukti tak terbantahkan tentang nyali besar Wiji Thukul yaitu pada saat ia membacakan puisi dalam acara deklarasi berdirinya PRD pada 22 Juli 1996.
Dengan mata kanan yang menampakkan bekas cedera hasil hantaman aparat saat demonstrasi buruh Sritex, Thukul membacakan puisinya yang terkenal, “Sajak Suara dan Peringatan“.
Apabila usul ditolak tanpa
ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang
tanpa alasan
Dituduh subversif dan
mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata:
lawan!
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien