Merindu Cahaya De Amstel – Apakah Grameds penikmat novel romance sekaligus buku religi? Tepat sekali, koleksi buku Gramedia ada rekomendasi novel romance religi baru yang bisa Grameds masuk dalam list bacaan. Judul novelnya adalah Merindu Cahaya De Amstel karya Arumi Ekowati, seorang penulis novel romance religi terkenal Indonesia.
Menariknya lagi, buku ini juga diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama. Itu artinya recita dalam novel ini memang menarik dan sayang untuk Grameds lewatkan. Agar semakin yakin untuk membaca habis buku ini, simak review novel Merindu Cahaya De Amstel berikut ini:
Table of Contents
Informasi Buku
- Judul Buku : Merindu Cahaya De Amstel
- Pengarang : Arumi Ekowati
- Tahun Terbit : 19 Januari 2022
- Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
- Jumlah Halaman : 280
Novel Merindu Cahaya De Amstel adalah buku yang menceritakan tentang kisah pahit kehidupan Khadijah, seorang gadis Belanda yang memutuskan untuk masuk Islam. Sebelum masuk Islam, nama asli Khadija adalah Marienvenhofen, namun ia mengubah namanya karena ingin menjadi seperti seorang Muslim yang sangat dihormatinya.
Khadija memutuskan untuk masuk Islam setelah mengunjungi rumah temannya di Turki. Saat itu, dia mendengar suara adzan sekaligus yang menenangkan pikirannya. Ketika dia kembali ke kampung halamannya, Khadija mulai semakin tertarik untuk belajar tentang Islam. Namun keputusannya untuk masuk Islam tersebut ditentang oleh keluarganya.
Dia tidak lagi dianggap dalam keluarganya, bahkan oleh ayah dan ibunya. Namun demikian, Khadijah pada prinsipnya menjadi seorang Muslim dan terus berkembang. Terbit 19 Januari 1011, novel Merindu Cahaya De Amstel mengambil dari kisah nyata yang ditulis oleh Arumi Ekowati yang juga seorang penulis buku anak.
Sinopsis Buku Merindu Cahaya De Amstel
Sebelum masuk mereview buku ini, Grameds bisa simak sinopsisnya terlebih dahulu agar bisa memperoleh gambaran tentang ini novel ini. Cerita berawal saat Khadijah ada di Museum Square, tak jauh dari Sungai Amstel, pertama kali bertemu dengan seorang fotografer bernama Nicholas van Dijk. Nico keliru memotret Khadija sedang membaca buku di lokasi ini.
Saat foto itu keluar, Khadijah tampak dikelilingi cahaya. Untuk itulah, Nico tertarik untuk mengenal Khadijah lebih dekat lagi. Sebenarnya Nico tidak terlalu suka dengan agama Islam karena ibunya juga seorang muslim. Ibunya orang Indonesia dan ayahnya adalah orang Belanda. Setelah mengetahui bahwa Islam tidak mengizinkan pernikahan beda agama, sang ibu menceraikan suaminya.
Sang Ibu kemudian kembali ke Indonesia, meninggalkan Nico dan ayahnya. Sejak saat itu, dia membenci Islam dan memutuskan untuk tidak menerima dan memeluk agama apapun. Suatu hari, Khadijah bertemu dengan seorang gadis Indonesia di halte bus. Nama gadis itu adalah Mara dan dia mengambil jurusan tari. Mara awalnya khawatir dengan pertemuan dengan Khadijah.
Melihat bagaimana Khadijah berpakaian dan bertindak, dia berpikir Khadijah akan menasehatinya untuk menjadi seorang Muslim yang baik seperti dirinya. Meski beragama Islam, Mala sudah lama tidak shalat, menjalankan ibadah puasa Ramadhan atau amalan-amalan agama islam lainnya. Namun, ternyata Mara salah, dan Khadijah tidak pernah memaksanya dan menyarankannya untuk menirunya.
Ketika Khadijah bertemu Nico dan Mara, mereka saling mengenal. Nico juga pernah ke Indonesia bersama Mara untuk bertemu ibunya, yang sudah belasan tahun tidak ditemuinya. Rasa penasaran pada Khadijah mengusik kenangan Nico dan bundanya yang meninggalkannya dikala kecil. Tidak sempat terpikir olehnya buat mencari si bunda.
Hingga suatu saat Khadijah memperkenalkannya pada Mala, penari asal Jogja yang menerima beasiswa di salah satu kampus seni di Amsterdam. Ditemani Mara, Nico mengawali pencariannya di tanah kelahiran si bunda. Tetapi Pieter, dokter gigi yang terpikat pada Mala, tidak membiarkan Nico serta Mala berangkat tanpa dirinya. Ia menyusul serta menyelinap di antara keduanya.
Tatkala Nico memutuskan berdamai dengan masa lalunya tersebut, seakan Tuhan belum mengizinkannya Nico untuk memeluk kebahagiaan. Ia didera masalah serta rasa kecewa itu ia lampiaskan pada Khadijah yang sudah mengajarinya menabur benih harapan. Akhirnya Nico kembali mencari jawaban atas hal yang mengganjal di hatinya.
Sampai ia menyadari cahaya memantul di permukaan Sungai Amstel dan menyadarkan pikiran dan perasaannya. Apa yang dicarinya ternyata ada di kota Amsterdam ini serta semenjak dini telah mengirimkan tanda-tanda. Akankah kali ini Nico berhasil bisa menemukan memeluk kebahagiaannya?
Review Buku Merindu Cahaya De Amstel
Alur cerita yang diramu penulis dalam novel Merindu Cahaya De Amstel ini akan membuat kaget sekaligus iri dengan tokoh utamanya, Khadijah, yang memilih masuk Islam sebagai minoritas di tengah negara yang penduduknya muslim sedikit. Setelah memutuskan untuk pindah agama, Khadijah terus belajar dan memperbaiki diri. Dia mengikuti kewajiban Islam dan menjalankan sunnahnya.
Mungkin pembaca akan menemukan realita bahwa pemeluk Islam sejak lahir, terkadang tidak sealim Khadijah. Setelah membaca sampai akhir, cara penulis mengisi halaman demi halaman begitu rapi dan menyusun konflik demi konflik yang akan menyenangkan pembaca. Arumi Ekowati berupaya menyampaikan pesan dengan sangat baik melalui dialog dan konflik antar tokoh dalam novel ini.
Pembaca akan dibuat terpesona dengan proses yang dialami para karakter dalam novel ini. Khadijah, Mala, Nico dan Pieter ditantang melalui proses panjang untuk berubah menjadi lebih baik. Khadijah yang selalu dikatakan sebagai wanita Muslim yang lebih baik, juga bisa disebut sangat manusiawi. Dia jatuh cinta dengan Nico, jadi Khadijah tidak sengaja pergi ke tempat pembuatan bir sendirian dengan Nico.
Hal ini membuat Mala merasa bahwa Khadijah adalah wanita yang munafik. Khadijah sendiri mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan, terutama yang bukan mahramnya, dilarang menyendiri. Saya pikir topik ini adalah bagian yang sangat penting untuk menyadari bahwa tidak ada orang yang salah atau bebas dari kesalahan.
Secara keseluruhan, novel Merindu Cahaya De Amstel bisa dinikmati sebagai referensi sekaligus hiburan. Sebuah novel Islami yang mendorong pembaca Islam untuk melakukan perbaikan terus-menerus. Kami juga mengharapkan pembaca kami memiliki masa depan yang tidak dapat mengubah masa lalu, tetapi dapat diubah dengan perbaikan terus-menerus.
Membaca novel ini begitu mengasyikkan, ini bukan cuma tentang cerita Khadijah yang berjuang menempuh kehidupan barunya sebagai seorang mualaf, namun ini lebih daripada itu. Pembaca bisa memandang wujud Khadijah yang begitu teguh dalam menempuh kehidupan barunya, yang pastinya tidak gampang. Pergantian yang sedemikian besar dalam hidupnya.
Bahkan sampai pertentangannya dengan keluarga besarnya. Belum lagi pemikiran orang-orang di sekelilingnya. Interaksinya dengan wujud Nico yang begitu apatis dengan Islam sebab memiliki peristiwa kurang baik dengan ibunya. Sampai wujud Mala, yang terlahir muslim tetapi kurang ingat dengan seluruh kewajibannya sebagai seorang muslim.
Metode penulis menggambarkan cerita ini tidak terkesan menggurui ataupun menasihati. Seluruhnya dinarasikan dengan berjalan pada posisinya serta mengalir dengan mudah. Pembaca hendak diajak berkenalan dengan wujud Khadijah, pertemuannya dengan Mala, serta Nico yang penuh dengan tragedi. Bermacam konflik timbul bersamaan berjalannya waktu.
Sampai mereka memiliki kesimpulannya masing-masing yang berkaitan dengan masalah satu sama lain. Pembaca akan dibuat betul-betul terbuat jatuh cinta dengan wujud Khadijah yang santun serta berpendirian teguh terpaut permasalahan keyakinannya. Buku ini berhasil menyadarkan pembaca yang terlahir selaku muslim saja masih terasa sulit sekali buat jadi muslimah seutuhnya.
Wujud Khadijah yang berdakwah tentang Islam pelan- pelan, tidak berupaya buat memforsir terhadap Mala, ataupun Pieter sepupunya yang pula tertarik terhadap Islam. Seorang Khadijah ini juga tidak digambarkan sebagai sosok wanita yang sangat sempurna, baik agama atau perilakunya. Khadijah juga masih manusia biasa yang masih bisa salah dan khilaf.
Khadijah juga memiliki masa lalu yang buruk bahkan bisa dibilang cenderung kelam. Tetapi dia tetap mau berubah sebagai sosok yang baru dan selalu berusaha menjadi manusia yang lebih baik lagi dengan memeluk agama islam. Nah, review novel kurang rasanya jika tidak membahas kelebihan dan kekurangannya. Berikut ini rangkuman kelebihan dan kekurangan novel Merindu Cahaya De Amstel:
1. Kelebihan Buku Merindu Cahaya De Amstel
- Sama halnya dengan Nico, pembaca juga akan dibuat penasaran dengan gimana gambar Khadijah dapat menimbulkan sinar? Sampai akhirnya Nico ingin meyakinkan sekali lagi dengan mengambil gambar Khadijah. Kali ini ia memohon izin kepada Khadijah, tetapi ditolak. Diam-diam Nico mengambil gambar Khadijah lagi tanpa sepengetahuannya.
Gimana hasilnya? Masih memancarkan sinar apa tidak? Buku ini memang berhasil membuat pembaca terus ketagihan mengikuti kisahnya. Jika Grameds penasaran, maka bisa segera membaca buku hingga selesai. Sebenarnya ada apa dengan foto Khadijah yang dipotret oleh Nico?
- Interaksi antara Nico-Khadija, Nico-Mala memiliki porsi yang imbang. Hal ini membuat novel ini terasa padat dan sangat mengeksplorasi cerita. Mala yang menemai Nico ke Yogya, kemudian Khadijah lah yang memperkenalkannya pada Mala. Serta baik Khadijah ataupun Mala sama-sama menyukai Nico. Lalu siapa yang sebenarnya Nico sukai?
Sang wanita Belanda, mualaf yang hidupnya sangat berbeda 180 derajat setelah memahami islam? ataupun wanita Indonesia, yang membuat Nico jatuh cinta pada kota kelahiran ibunya? Cerita romance yang menarik dan penuh dengan peristiwa dramatis di dalamnya
- Konflik dalam novel ini menguras emosi pembacanya hingga bisa dibuat kesal sekaligus was-was. Terutama pada konflik yang dirasakan Nico pada ibunya. Ibunya orang Indonesia, bapaknya Belanda. Mereka beda agama, ibunya Nico Islam. Serta ibunya baru ketahui dikala Nico berusia 6 tahun kalau dalam islam dilarang menikah dengan orang yang beda agama.
Ibunya meninggalkan Belanda, meninggalkan Nico serta bapaknya. Nico senantiasa membenci ibunya, serta tidak paham pada keputusan ibunya. Ia menyalahkan kepercayaan ibunya sebab kepercayaan itu yang membuat ibunya meninggalkannya. Kala ia memutuskan mencari ibunya ditemani Mala, ia bahagia berjumpa kembali dengan ibunya setelah 16 tahun terpisah.
Tetapi senantiasa saja ia masih belum dapat memaafkan ibunya, ia berlagak ketus. Serta kala Nico mau membetulkan hubungannya dengan si bunda, ia kembali ke Yogya, menemui ibunya yang telah wafat. Nico menyalahkan Tuhan atas kejadian ini, menyangka Tuhan tidak adil. Bagaimana penulis menyelesaikan konflik batin Nico?
- Novel Merindu Cahaya De Amstel ini memiliki banyak nilai-nilai sosial yang menyadarkan pembaca tentang banyak hal. Jadi wajar saja jika novel ini juga bisa jadi motivasi sekalian pembelajaran yang berharga bagi kita yang sedang ditambah kehampaan hati dan pikiran. Baik karena masalah diri sendiri, keyakinan, keluarga, sampai kisah percintaan.
2. Kekurangan Buku Merindu Cahaya De Amstel
- Meskipun konflik yang dibangun penulis cukup komplit dalam novel ini, mulai dari konflik agama, diri sendiri, keluarga, sampai percintaan, namun konflik tersebut terasa kurang greget. Konflik-konflik tersebut bisa jauh lebih berkembang untuk menampilkan setiap pergolakan batin setiap karakter dalam cerita novel ini.
- Pada beberapa bagian, tampak penulis menggambarkan tokoh utama, yakni Khadijah sebagai manusia yang sangat sempurna. Sehingga mungkin sulit kita temukan di kehidupan nyata. Selain itu buku ini juga dibangun dengan narasi cerita yang diambil dari kisah nyata.
Tentang Penulis
Setelah menyimak review novel merindu Cahaya De Amstel di atas, mungkin bertanya siapa sih penulis buku ini? Dia adalah Arumi Ekowati ataupun yang akrab diketahui dengan nama penanya Arumi E yang merupakan seorang penulis tersohor yang telah banyak menuliskan karya berbentuk novel dan cerpen. Arumi E lahir di Jakarta 6 Mei 1974 dan berzodiak Taurus.
Ia mempunyai kebiasaan yang kurang baik menunda pekerjaan tetapi dapat menerbitkan banyak karya. Arumi E, berhasil dalam dunia kepenulisan serta telah menciptakan tulisan di berbagai genre semacam cerita anak, romance, teenlit, romance religi serta horror. Arumi E memulai karirnya selaku penulis pada tahun 2005 kala Cerpen remajanya di memuat di majalah anak muda Aneka.
Setelah itu pada tahun 2009 mulai menulis cerita anak yang bertajuk“ Menculik Gadis Matahari” yang juga berhasil dimuat. Tahun 2011 barulah dia mulai menulis novel. Novel awal dari Arumi E berjudul Saranghae, kemudian di tahun selanjutnya di susul oleh karya-karya kondangnya yang berjudul Monte Carlo, We Could Be in Love, Second Chance Series Replace, Sepertiga Malam di Manhattan, Road to Your Heart: Love In Ho Chi. Minh, TeenLit: Teror Diari Tua, Listen to My Heartbeat, Cinta Valenia serta Merindu Cahaya de Amstel yang sudah difilmkan.
Salah satu karyanya yang populer adalah novel We Could Be in Love yang merupakan karya yang ke- 30. Novel tersebut adalah kelanjutan dari novel Listen to My Heartbeat. Arumi E adalah mahasiswa lulusan Arsitektur Universitas Trisakti Jakarta yang mempunyai Hobby traveling ala backpacker ke bermacam kota di luar negeri.
Traveling untuk Arumi E adalah sumber inspirasi serta gagasan buat menulis yang tidak habis- habis. Dia juga mempunyai cita- cita menerbitkan satu novel di tiap kota yang sempat dikunjungi selaku wujud apresiasi serta terimakasih pada dirinya sendiri. Tidak hanya aktif menulis dengan sasaran wajib diterbitkan, Arumi E pula mempunyai akun Wattpad@Arumi_e.
Dia juga aktif memberikan panduan dan trik bagaimana menulis itu. Pada akun wattpad- nya juga dia aktif memberikan bocoran karyanya yang hendak diterbitkan. Jadi bisa dibilang bahwa Arumi Ekowati adalah penulis yang produktif.
Nah, itulah review novel Merindu Cahaya De Amstel karya Arumi Ekowati yang jadi rekomendasi novel romance religi yang bisa Grameds baca. Apakah Grameds tertarik membaca sampai selesai? Selain novel Merindu Cahaya De Amstel, koleksi Gramedia juga ada rekomendasi novel romance lainnya yang bisa diakees di www.gramedia.com atau www.ebooksgramedia.com, selamat membaca. #SahabatTanpabatas.
- Novel Fantasi
- Novel Best Seller
- Novel Romantis
- Novel Fiksi
- Novel Non Fiksi
- Buku Tentang Perempuan
- Rekomendasi Novel Terbaik
- Rekomendasi Novel Horor
- Rekomendasi Novel Remaja Terbaik
- Rekomendasi Novel Fantasi
- Rekomendasi Novel Fiksi
- Rekomendasi Novel Dewasa
- Rekomendasi Novel Pernikahan
- Rekomendasi Novel Romantis Korea
- Rekomendasi Novel Romantis Islami
- Rekomendasi Novel Sejarah
- Rekomendasi Novel Tentang Kehidupan
- Review Novel Amba
- Review Novel Badai Pasti Berlalu
- Review Novel Catatan Harian Sang Pembunuh (Diary Of A Murderer)
- Review Novel Funiculi Funicula
- Review Novel Kita Pergi Hari Ini
- Review Novel Perempuan yang Menangis Kepada Bulan Hitam
- Review Novel Petualangan Jack dan Piggy Natal
- Review Novel The Architecture of Love
- Review Novel The Hunger Games
- Review Novel Samuel
- Review Novel One Of Us Is Next
- Review Novel Angkasa dan 56 Hari
- Review Novel Cantik Itu Luka
- Review Novel Dollagoot: Toko Penjual Mimpi
- Review Novel Guru Aini
- Review Novel Garis Waktu
- Review Novel The Star And I
- Resensi Novel Ruin and Rising
- Review Novel Crooked Kingdom
- Review Novel Six Of Crows
- Review Novel Kig Of Scars
- Review Novel Rules Of Wolves
- Review Novel Novel Botchan Natsume Soseki
- Review Novel Must Be a Happy Ending
- Review Novel Merindu Cahaya De Amstel
- Resensi Novel Teluk Alaska