Pengertian Playing Victim – Setiap manusia tentu memiliki sikap dan perilaku yang berbeda-beda. Akan tetapi, sikap dan perilaku tersebut bisa dilihat dari sisi negatif dan positif. Salah satu sikap dan perilaku yang cukup negatif adalah Playing victim.
Sayangnya, tak sedikit yang memiliki sifat tersebut. Sama seperti sikap dan perilaku menyimpang lainnya, orang-orang yang gemar melakukan playing victim adalah mereka yang mempunyai masalah dengan cara berpikirnya.
Tak hanya itu, masih banyak penyebab lain seseorang bersikap menyalahkan orang lain atas perbuatannya sendiri. Maka dari itu, apabila Anda adalah salah satu dari orang-orang tersebut, atau memiliki teman seperti itu, penting untuk mengetahui lebih jauh tentang playing victim. Untuk itu, simak penjelasan di bawah ini supaya Anda bisa menangani masalah tersebut dengan tepat ya.
Table of Contents
Pengertian Playing Victim
Playing victim adalah sebuah sikap seseorang yang dengan sengaja menimpakan kesalahan kepada orang lain.
Padahal, ia tahu, kesalahan tersebut adalah kesalahan yang dilakukannya sendiri. Bahkan, orang tersebut bisa mengaku sebagai korban, lantaran hendak menghindari tanggung jawab sebagai pelaku.
Namun sebenarnya masih banyak alasan orang-orang tersebut melakukan hal itu, seperti hendak mencari perhatian, mengontrol pikiran dan perasaan orang lain, atau sebagai cara untuk menghindari situasi yang tidak disukainya.
Playing victim adalah perilaku yang toxic, dan bisa dianggap sebagai sesuatu yang menyimpang. Mereka yang melakukan tindakan ini biasanya juga bertujuan untuk memperoleh belas kasihan orang lain.
Itulah mengapa mereka justru mengaku sebagai korban, meski kesalahan dilakukan oleh mereka sendiri. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa playing victim merupakan perilaku seseorang yang melimpahkan kesalahan kepada orang lain, padahal kesalahan tersebut merupakan perbuatan dia sendiri. Nah, lalu apa saja tanda-tanda orang yang playing victim? Berikut jawabannya.
Tanda-tanda Perilaku Playing Victim
1. Tidak mau bertanggung jawab
Seorang terapis dari California, yaitu Vicki Botnick mengatakan, salah satu ciri playing victim adalah mereka yang suka menghindar dari tanggung jawab. Ia juga menjelaskan, orang yang memiliki sifat playing victim atau victim mentality akan sangat sulit ketika diberi tanggung jawab dan kepercayaan. Mereka cenderung memiliki sifat sering menyalahkan orang lain, tidak ingin dibebani tanggung jawab dengan banyak alasan, dan selalu menghindar dari kesalahan yang diperbuatnya.
Sebenarnya, ada banyak hal buruk yang akan menimpa setiap orang. Bahkan meski ia adalah orang paling baik sekalipun. Namun ketika hal buruk terus saja terjadi pada kehidupan seseorang, barangkali itu menjadi awal di mana mereka menanamkan pikiran negatif bahwa hidup tidak pernah berpihak padanya, dan dunia seolah-olah tidak menginginkan kehadirannya.
2. Tidak memikirkan solusi, hanya fokus pada masalah
Orang-orang yang memiliki sikap playing victim adalah mereka yang pesimis, dan biasanya tidak memiliki inisiatif dalam membuat perubahan. Selain itu, mereka juga lebih senang mengasihani diri sendiri dibanding menerima bantuan orang lain. Padahal, mengasihani diri sendiri dengan bersedih sepanjang waktu bukanlah sesuatu yang baik dan menyehatkan.
Mengasihani diri sendiri bukanlah sesuatu yang salah, namun jika berlebihan dan dilakukan terus menerus maka akan berdampak buruk terhadap kondisi mental seseorang. Anda harus memiliki kesadaran untuk bangkit dan memberikan waktu pada diri sendiri untuk berjuang. Dengan begitu, pikiran pun akan lebih positif, dan badan juga akan lebih mudah untuk diajak bergerak.
Hal tersebut penting dipahami oleh pelaku playing victim. Sebab biasanya mereka terbelenggu pada masalah dan enggan untuk memikirkan solusi atas masalah tersebut. Mereka justru lebih memilih menyalahkan orang lain dan keadaan, kemudian merasa terpuruk atas apa yang menimpanya. Setiap masalah tentu hadir bersama dengan penyelesaian atau solusi, asalkan Anda mau berusaha dan berjuang mencari jalan keluar.
Rekomendasi Buku:Tak Apa untuk Merasa Tak Baik-Baik Saja
Deskripsi Buku
Lelah mengejar karier yang sempurna, keseimbangan finansial dan hubungan? Lelah dengan perasaan yang berlebihan dan sepertinya kamu merasa tidak pernah cukup. Kamu tidak sendirian. Tak Apa untuk Merasa Tak Baik-Baik Saja adalah panduan yang paling tepat untuk generasi perempuan yang diam-diam merenungkan apa yang mungkin bisa dilakukan tetapi tidak tahu harus mulai dari mana atau terlalu takut.
3. Tidak memiliki kepercayaan diri yang tinggi
Tanda ketiga dari orang yang memiliki sifat ini adalah memiliki kepercayaan diri yang rendah. Mereka ini umumnya adalah orang yang tidak memiliki pandangan positif terhadap kemampuan dirinya sendiri. Mereka ini selalu menganggap dirinya sebagai korban dan orang yang tidak berani mengambil langkah. Mereka ini juga kerap dilanda ketakutan saat hendak melakukan sesuatu. Seakan-akan ia tidak akan mampu dan gagal dalam melakukan hal tersebut.
Orang dengan victim mentality justru akan menjadi semakin buruk dengan pikiran tersebut. Apalagi jika mereka selalu memiliki pikiran “saya tidak pintar”, ” Saya tidak cakap melakukan itu”, “saya tidak berbakat”, ” Saya tidak se perfect dia”, dan pikiran lain yang merendahkan diri sendiri. Pikiran negatif tersebut lah yang justru akan menjebak mereka dalam zona keterpurukan. Selain itu pikiran negatif tersebut juga akan menutup kesempatan dan peluang yang sebenarnya bisa didapatkan.
Rekomendasi Buku: Insecurity Is My Middle Name
Isi buku:
1. Kenapa good-loking yang selalu dipilih?
2. Lalu, siapa yamg akan memilihku?
3. Aku juga kayaknya nggak bisa apa-apa deh.
4. Skill apa, ya, yang cocok buat aku?
5. Tapi, aku harus mulai dari mana, ya?
6. Aku bukan malas, hanya takut gagal lagi.
7. Dan, aku malu, belum bisa banggain orangtua.
8. Dan, aku kalah jauh dari teman-temanku.
9. Jujur, aku iri sama pencapaian mereka.
10. Nggak ada yang bisa dibanggakan dariku..
.. tapi, di sinilah kamu, menyentuh buku ini, trying to feel something, trying to be something, dan kamu sudah ada di langkah yang tepat, karena di buku ini, ada 45 bab yang membantumu berdamai dengan insecunty-mu.
4. Selalu berpikir negatif tentang hal buruk pada dirinya
Kemudian, orang playing victim juga cenderung memiliki pemikiran bahwa banyak hal buruk akan menimpa mereka. Mereka lebih mudah percaya pada kalimat negatif seperti “hal buruk akan menimpa saya”, ” saya memang pantas menerima hal-hal buruk”, “tidak ada orang yang memperdulikan saya”, serta kalimat negatif lain. Padahal, pergulatan pikiran atau monolog dalam dirinya hanya akan membuatnya semakin tak berdaya.
Rekomendasi Buku: Bagaimana Menghancurkan Pikiran2 Negatif
Deskripsi Buku
“Buku ini menyajikan bagaimana menghancurkan pikiran-pikiran negatif agar kita dapat menjadi pribadi yang positif sekaligus bahagia. Buku ini juga dapat dijadikan motivator sederhana tentang bagaimana melenyapkan pikiran negatif sebagai sumber penyakit dan derita.
5. Merasa menjadi orang lemah
Tanda ketiga orang playing victim adalah merasa bahwa dirinya lemah. Ketika seseorang menjadi korban, adalah hal wajar jika beranggapan bahwa ia lemah. Akan tetapi, jika hal itu berlangsung terus dan pemikiran itu masih sama, tentu akan menimbulkan perasaan lemah yang dalam. Artinya, ia akan merasa tidak bisa bangkit dan tidak pula memiliki kekuatan untuk mengubah dirinya menjadi orang yang kuat.
Rekomendasi Buku: Ketika Dunia Tak Berpihak Kepadamu
Deskripsi Buku
Dunia adalah tempat segala permasalahan hidup bermunculan. Mengenai karier, keluarga, percintaan, impian, serta harapan; tak ada satu pun manusia yang benar-benar hidup tanpa masalah. Setiap orang mendapatkan porsi yang sama, bobot yang sama, kesulitan yang sama. Akan tetapi, setiap orang pula memiliki caranya masing-masing untuk mengatasi kepelikan tersebut.
Bagaimana berdamai dengan masalah, bagaimana berdamai dengan hidup yang kadang tak sesuai harapan, dan terutama, berdamai dengan emosi. Cerita-cerita yang termuat dalam buku ini barangkali tak semuanya berasal dari pengalaman saya pribadi, melainkan juga berasal dari pengalaman orang lain. Tak bermaksud menggurui, hanya ingin berbagi pengalaman dan rasa. Bahwa setiap kesulitan selalu memiliki jalan keluar, dan setiap permasalahan selalu membawa pelajaran berharga yang membuat kita mampu melangkah lebih bijaksana di masa depan. Semoga Anda memetik sesuatu darinya…
Penyebab Munculnya Sifat Playing Victim
Sifat buruk playing victim ini tentu tidak datang begitu saja. Ada banyak hal yang bisa menjadi latar belakang munculnya sifat ini. Nah berikut adalah beberapa alasan atau penyebab seseorang memiliki sifat playing victim:
1. Memiliki gangguan kepribadian narsistik dan manipulasi
Playing victim menjadi orang yang cenderung senang ketika menyalahkan orang lain dan berpura-pura menjadi korban. Hal tersebut bisa jadi sebagai sebuah tindakan yang juga senang memanipulasi orang lain dengan tujuan mendapat simpati dan perhatian. Akan tetapi biasanya hal ini juga berkaitan dengan kepribadian narsistik. Gangguan ini membuat seseorang berpikir bahwa dirinya adalah orang yang penting dibanding orang lain.
2. Memiliki trauma masa kecil yang mendalam
Penyebab kedua bisa juga karena adanya trauma masa kecil. Mereka yang biasa melimpahkan kesalahan kepada orang lain biasanya memiliki masa lalu yang cukup traumatik. Jadi ketika ia bertindak sebagai playing victim, artinya ia sedang melakukan pertahanan diri. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh stres masa lalu yang kemudian mengubah struktur kimia dalam otaknya. Meski begitu, ternyata rasa sakit emosional yang dialaminya juga cukup berpotensi untuk membuatnya menjadi orang yang sulit mengontrol segala sesuatu.
3. Memiliki pengalaman dikecewakan orang lain
Penyebab ketiga playing victim adalah adanya pengkhianatan yang ia terima berkali-kali. Perasaan kecewa atas penghianatan yang terus diterima dari orang lain akan membuat ia sulit untuk mempercayai orang lain. Maka dari itu ia akan merasa bahwa ia adalah seorang korban, dan kesalahan selalu dilakukan orang lain, bukan dirinya. Hal tersebut muncul lantaran ia merasa lebih banyak disakiti dan dikecewakan. Maka pada akhirnya ia lebih memilih untuk menyalahkan orang lain dan menjebak mereka atas rasa bersalah tersebut.
Apabila Anda ingin mengatasi rasa sakit hati karena dikecewakan orang lain, cobalah untuk membaca buku Gramedia berjudul Seni Menyembuhkan Sakit Hati, atau dapatkan melalui link
Rekomendasi Buku: Seni Menyembuhkan Sakit Hati
Deskripsi Buku
Buku ini akan menunjukkan kepada Anda tentang cara menyembuhkan kebencian terhadap masa lalu yang menyakitkan, dan menciptakan hubungan yang lebih dekat juga sehat yang akan bertahan seumur hidup. Jika hubungan Anda benar-benar berada pada titik kehancuran, maka isi buku ini mengajak Anda untuk menyembuhkan rasa sakit Anda dengan membuat keputusan yang tepat. Panduan di dalam buku ini sangat cocok untuk Anda. Setiap langkahnya adalah pedoman praktis yang dapat mendorong Anda untuk berkomitmen pada perbaikan kehidupan.
Dengan membaca buku ini, setidaknya, Anda bisa mengatasi masalah yang sedang dialami.
4. Memiliki kecenderungan untuk menghancurkan diri sendiri
Keempat yang bisa juga menjadi penyebab adalah adanya kecenderungan untuk menghancurkan diri sendiri. Orang yang suka playing victim biasanya juga berkutat dengan pembicaraan dan pikiran yang negatif tentang dirinya. Sehingga menganggap diri sendiri sebagai orang lemah dan kecil. Padahal pikiran tersebut justru adalah sebuah tindakan yang akan menghancurkan. Sebab self talk yang negatif bisa menghancurkan pertahanan diri seseorang dan membuat ia terbelenggu dalam lingkaran keputusasaan, sehingga akan sulit baginya untuk bangkit dari keterpurukan.
Rekomendasi Buku: Semoga Kamu Baik-Baik Saja
Deskripsi Buku
Bahagia, capek, galau, stres, bangga, sedih, kasmaran, takut, semangat, kesal, panik, pusing, penuh harapan, kecewa… Hidup pasti ada naik turunnya. Tapi dalam keadaan baik maupun buruk, selalu ada pesan-pesan kehidupan yang bisa membantu kita buat jadi lebih kuat. Buku ini adalah pengingat bahwa apapun yang sedang kita alami, hidup tetap bisa dinikmati, mumpung kita masih di sini!
5. Memiliki dendam terhadap orang yang sukses
Penyebab terakhir yang bisa membuat orang bersikap playing victim adalah adanya dendam terhadap orang lain yang lebih sukses darinya. Karena pada faktanya, perilaku playing victim menjadi salah satu cara bagi seseorang untuk untuk melindungi diri. Hal ini muncul lantaran ia merasa bahwa ia tak boleh dikalahkan oleh orang lain, sehingga muncullah rasa iri dalam hatinya. Rasa iri pada orang yang lebih sukses ini kemudian menjadi dendam di dalam hati. Maka dari itulah, ketika ada kesempatan, ia akan mengeksploitasi orang lain dengan kesalahan yang dilakukan dan mencemarkan nama baiknya.
Cara Mengatasi Perilaku Playing Victim
Memiliki perilaku atau sikap playing victim bukanlah sesuatu yang baik. Namun bagi siapapun yang merasa memiliki sikap tersebut, bukan berarti ia adalah orang yang buruk, asalkan ada keinginan untuk mengubah dirinya menjadi lebih baik. Nah, berikut ini adalah beberapa hal yang bisa membantu setiap orang dengan playing victim untuk menjadi lebih baik lagi:
1. Pandang diri sebagai pejuang, bukan korban
Sebagai korban, biasanya akan berpikir bahwa tidak ada harapan bagi hidupnya, sementara pejuang selalu mencoba mengambil alih kehidupan. Korban juga selalu melawan kehidupan, sementara pejuang akan menyambut kehidupan. Mentalitas korban akan muncul dalam sikap suka dikasihani, dan inilah yang perlu diubah. Merasa menjadi korban akan membuat siapapun merasa ia tidak bersalah, bahwa orang lainlah yang salah.
Padalah, menjadi seorang pejuang jauh lebih menyenangkan. Hidup akan lebih bermakna saat mampu memperjuangkan sesuatu. Dan sekali seseorang mendapatkan kemenangan atas perjuangannya sendiri, maka perasaan lebih baik dan ingin terus berhasil akan dimilikinya. Seorang pejuang tentu juga akan berkumpul dengan orang-orang seperjuangan, yang memiliki berbagai sikap dan pikiran positif.
Rekomendasi Buku: Patah Untuk Tumbuh
Deskripsi Buku
“Setelah tidak denganmu lagi, ternyata aku bisa sebahagia ini” Masih belum sampai di fase setabah itu memang, tapi aku percaya, entah kapan waktunya, kelak aku akan sampai dan menemukan titik itu. Saat ini aku harus sedikit lebih kuat saja. Siapa pun tidak akan dengan cepat melupakan beberapa kejadian yang begitu melukai perasaan. Namun, ada satu hal yang selalu aku percaya bahwa di setiap hati yang patah akan ada kedewasaan yang tumbuh perlahan. Biarlah berjalan semestinya, mungkin aku butuh waktu untuk membaik seperti sebelumnya. Saat ini, aku hanya perlu lebih kuat dari biasanya, tapi aku pasti mampu melewati semuanya. Barangkali Tuhan akan mengganti yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Mempertemukanku dengan seseorang yang menunjukkan arah ketika aku salah langkah. Dibersamakan dengan seseorang yang menerima apa adanya, bukan ada apanya. Lalu ketika bersamanya, aku akan paham bahwa setelah hati yang tersayat, ternyata ada bahagia yang begitu hebat.
2. Miliki rasa tanggung jawab atas diri sendiri
Pertama-tama cobalah untuk mengevaluasi diri ketika mendapatkan simpati dari orang lain. Simpati ini akan membuat Anda merasa spesial, sehingga tidak mungkin melakukan kesalahan. Kesalahan hanya dilakukan oleh orang lain. Pikiran tersebut muncul lantaran Anda merasa sebagai orang yang spesial, sehingga dapat melemparkan kesalah para yang lain.
Maka dari itu, langkah kedua untuk menghindari perilaku playing victim adalah milikilah rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri. Hal utama yang harus diubah adalah mindset atau cara berpikir yang salah. Jika selama ini ada pikiran sebagai orang spesial sehingga patut menyalahkan orang lain, maka ubahlah dengan kalimat yang lebih positif. Seperti kalimat aku bertanggung jawab atas hidupku sendiri, atau kalimat positif aku dapat mengubah hidupku menjadi lebih baik lagi. Dengan pikiran yang lebih positif, akan berpengaruh pada sikap playing victim yang selama ini dilakukan.
3. Berlatih meditasi dan menyadari diri
Hal ketiga yang juga bisa dilakukan adalah dengan melakukan meditasi. Ada banyak sekali hal yang dapat dilakukan saat meditasi. Seperti merenungi kesalahan, memusatkan pikiran pada hal-hal positif, mengubah pikiran negatif, menyadari keberadaan diri, dan banyak hal lainnya. Ketika Anda merasa sering melakukan playing victim, cobalah untuk bermeditasi dan memikirkan alasannya.
Jika melalui meditasi ini Anda berhasil mengevaluasi diri dan menemukan alasan atas sikap yang tidak tepat, maka Anda juga dapat berbicara dengan diri sendiri. Bagaimana cara agar tidak mengulanginya lagi dan mengubah pikiran negatif yang ada dengan pikiran yang lebih positif lagi. Dengan meditasi secara rutin, maka Anda akan menemukan sedikit pencerahan terhadap cara berpikir yang ternyata selama ini salah.
Rekomendasi Buku: Filosofi Teras Edisi Khusus Cover Orange
Deskripsi Buku
Lebih dari 2000 tahun lalu, sebuah mazhab filsafat menemukan akar masalah dan juga solusi dari banyak emosi negatif. Stoisisme, atau Filosofi Teras, adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang bisa membantu kita mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental yang tangguh dalam menghadapi naik-turun nya kehidupan. Jauh dari kesan filsafat sebagai topik berat dan mengawang-awang, Filosofi Teras justru bersifat praktis dan relevan dengan kehidupan Generasi Milenial dan Gen-Z masa kini.
4. Jangan memperlakukan diri sendiri terlalu keras
Cara keempat untuk bisa keluar dari sifat playing victim adalah dengan tidak memperlakukan diri secara keras. Ketika Anda sering menjadikan diri sendiri sebagai korban, berarti Anda juga telah siap untuk selalu menjadi korban. Jangan sampai perilaku pura-pura menjadi korban ini malah justru menjadikanmu korban betulan. Padahal, dalam hal apapun menjadi korban tidaklah menyenangkan. Meski akan mendapat simpati dan perhatian dari orang lain, namun itu tak akan lebih menyenangkan dibanding Anda bisa bangkit dan melawan.
Rekomendasi Buku: Love Yourself by Dr Jiemi Ardian
Deskripsi Buku
“Pengetahuan tidak membuat seseorang berubah.” Menambah informasi saja tidak membuat seseorang berubah. Masih ada tahapan yang dibutuhkan, selain informasi itu sendiri. Apa itu? Emosi di Balik Informasi. Dalam buku ini, saya akan bicara tentang kesehatan mental, melawan stigma terhadap kesehatan mental, merawat kesejahteraan batin, dan mengajah untuk kembali kepada KEBAHAGIAAN.
Maka dari itu, dibanding berpura-pura menjadi korban dan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang tidak mereka lakukan, lebih baik melihat diri sendiri. Perlakukan diri dengan lebih lembut dan baik. Jika merasa memiliki luka yang belum sembuh, tak perlu dilampiaskan ke orang lain. Cobalah untuk mencari bantuan profesional yang mampu membimbing menangani luka-luka tersebut. Dengan begitu, sikap dan perilaku Anda pun akan dapat diubah. Sebab luka yang dibiarkan terus menerus, justru akan membuat Anda semakin terpuruk dan tenggelam dalam sikap playing victim tadi.
Nah, itulah tadi beberapa hal yang harus Anda pahami tentang Playing victim. Playing Victim memiliki dampak yang buruk, tak hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi orang lain. Bagi mereka yang kerap mendapat perlakukan tak adil dari pelaku playing victim tentu tak akan segan untuk menjauhi orang tersebut. Apalagi jika di pelaku memiliki sikap keras kepala dan tak mau bertanggung jawab sama sekali atas kesalahan yang diperbuat.
Jadi, playing victim adalah perilaku yang sama sekali perlu dihindari. Jangan sampai Anda terjebak dalam lingkaran korban yang ingin mendapat perhatian lebih dan simpati orang lain. Padahal, masih banyak cara lain yang lebih positif untuk tetap mendapat perhatian dan simpati dari sesama.
Jika Anda ingin mengubah sikap dan perilaku yang cenderung ke arah negatif tersebut, Anda bisa membaca buku-buku pengembangan diri. Cobalah membaca buku Gramedia berjudul How to be Positive Millennial Generation
Rekomendasi Buku: How To Be Positive Millennial Generation
Deskripsi Buku
Menjadi bagian dari milenial berarti menjadi bagian dari dunia yang bergerak dengan cepat. Teknologi berkembang dengan cepat dan memengaruhi pola hidup dan berpikir. Perkembangan tersebut dapat memberi dampak positif dan negatif bagi kehidupan pelakunya (para milenial). Terkadang, perubahan yang terlalu cepat membuat semua batas menjadi kabur.
Hal baik bisa menjadi buruk, begitu pula sebaliknya. Lalu, bagaimana melakukan hal baik dan tetap menjadi baik? Generasi milenial tetap memiliki jalannya sendiri. Mereka bisa saja memilih jalan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Ya, generasi milenial lebih memiliki warna. Buku ini mengulas jalan atau pilihan yang sering diambil oleh generasi milenial agar tetap positif di tengah arus zaman yang begitu cepat.
Playing victim itu seperti apa?
Orang dengan sifat playing victim selalu merasa diserang dan menganggap semua hal buruk yang terjadi pada mereka memang sengaja dilakukan untuk menyakiti mereka.
Apa itu playing victim dalam bahasa gaul?
Playing Victim adalah sebuah perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang yang sering menudingkan kesalahan pada pihak lain. Padahal bisa jadi masalah tersebut berasal dari dia sendiri.
Bagaimana cara menghadapi orang yang playing victim?
Cara paling mudah untuk menghadapi pelaku tindak playing victim adalah membuat batasan yang jelas. Tidak harus memutus komunikasi, tapi kamu hanya berbicara atau berinteraksi dengan pelaku apabila ada hal yang memang bersifat urgensi. Misalnya urusan pekerjaan.
Mengapa orang menjadi playing victim?
Hal yang bisa membuat mereka memiliki victim mentality adalah karena mereka mengalami beragam kondisi sulit dari waktu ke waktu. Ketidakmampuan diri untuk keluar dari kondisi sulit bisa membuat mereka terpuruk dalam perasaan yang membuat mereka merasa sebagai korban secara terus menerus.
- Affirmasi Pagi
- Affirmasi Islami
- Affirmasi Dalam Hubungan
- Anger Issue
- Altrutisme
- Berdamai Dengan Diri Sendiri
- Berpikir Positif
- Berpikir Kreatif dan Inovatif
- Broken Home
- Cara Agar Tidak Insecure
- Cara Agar Tidak Mudah Menangis
- Cara Menjadi Dewasa
- Cara Menjadi Orang Ikhlas
- Cara Mengenal Diri Sendiri
- Cara Mencintai Diri Sendiri
- Cara Menjadi Orang Cuek
- Cara Menhilangkan Banyak Pikiran
- Cara Menghadapi Orang dengan Trust Issue
- Cara Meditasi Yang Benar
- Cara Melatih Mental
- Ciri Orang Yang Sombong
- Critical Thinking
- Childish
- Contoh Hard Skill
- Contoh Self Control
- Denial
- Demotivasi
- Deja Vu
- Duck Syndrome
- Eksibisionis, Pedofilia, Fetisme
- Etika
- Emosi Tidak Stabil
- Fixed Mindset
- Ghosting
- Guilt Tripping
- Hantu Seram
- Highly Sensitive Person
- Insecure
- Jemawa
- Kepribadian Ganda
- Manajemen Stres
- Me Time
- Menangis Tanpa Sebab
- Mengapa Kutu Buku Pakai Kacamata
- Mindfulness
- Moody
- Mood Swing
- Mood Booster
- Maladaptive Daydreaming
- Narsisme
- Konsep Diri
- Konsep Berpikir Komputasional
- Logika
- Obsesi
- Obat Sedih
- Perbedaan Introvert dan Ekstrovert
- Percaya Diri
- Perfeksionis
- Pesimis
- Sikap Pesimis
- Pengertian Hard Skill
- Perkembangan Emosi
- Penyebab Kenapa Afirmasi Gagal
- Philophobia
- Pikiran Negatif
- Playing Victim
- Produktif
- Regulasi Emosi
- Sifat Manipulatif
- Self Awarness
- Self Afirmasi
- Self Control
- Self Care
- Self Development
- Self Diagnosis
- Self Efficacy
- Self Esteem
- Self Healing
- Self Healing Terbaik
- Self Harm
- Self Improvement
- Self Love
- Self Management
- Strict Parents
- Self Reward
- Self Reminder
- Self Talk
- Sikap Optimis
- Soft Skill
- Tanggung Jawab
- Trauma Healing
- Trust Issue
- Overthinking
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien