Puisi Sapardi Djoko Damono – Sapardi Djoko Damono adalah salah seorang sastrawan besar Indonesia yang mempunyai karya-karya luar biasa. Melalui karya-karyanya, Sapardi juga banyak memperoleh penghargaan-penghargaan besar, baik dari dalam maupun luar negeri.
Salah satu karyanya berupa puisi-puisi yang luar biasa, bahkan kumpulan puisi itu tidak mati maupun lekang oleh waktu.
Sajak-sajak Sapardi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa daerah. Dia tidak saja aktif menulis puisi, tetapi juga cerita pendek.
Selain itu, dia juga menerjemahkan berbagai karya penulis asing, menulis esai, serta menulis sejumlah kolom atau artikel di surat kabar, termasuk kolom sepak bola.
Ada banyak sekali karya-karya besar yang dimilikinya. Beberapa karya Sapardi Djoko Damono antara lain Duka-Mu Abadi (1969), Mata Pisau (1974), Perahu Kertas (1983), Sihir Hujan (1984), Hujan Bulan Juni (1994), Arloji (1998), Ayat-Ayat Api (2000), Mata Jendela (2000), dan masih banyak lagi. Tentu banyak puisi karya Sapardi Djoko Damono ini mempunyai tempat tersendiri di hati para penggemarnya.
Sapardi banyak menerima penghargaan, di antaranya adalah Cultural Award (Australia, 1978), Anugerah Puisi Putra (Malaysia, 1983), SEA Write Award (Thailand, 1986), Anugerah Seni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), Kalyana Kretya dari Menristek RI (1996), Achmad Bakrie Award (Indonesia, 2003), Akademi Jakarta (Indonesia, 2012), Habibie Award (Indonesia, 2016), dan ASEAN Book Award (2018).
Sebagaimana dilansir dari beberapa sumber, inilah beberapa kumpulan puisi Sapardi Djoko Damono yang menyentuh hati, bahkan tak lekang oleh waktu sampai saat ini. Yuk, langsung saja simak ulasan berikut ini hingga selesai!
Table of Contents
Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono
1. Aku Ingin
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
(1989)
2. Hatiku Selembar Daun
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
3. Hujan Bulan Juni
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dari hujan bulan Juni
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan Juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
4. Yang Fana Adalah Waktu
Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
(1978)
5. Pada Suatu Hari Nanti
Pada suatu hari nanti,
Jasadku tak akan ada lagi,
Tapi dalam bait-bait sajak ini,
Kau tak akan kurelakan sendiri.
Pada suatu hari nanti,
Suaraku tak terdengar lagi,
Tapi di antara larik-larik sajak ini.
Kau akan tetap kusiasati,
Pada suatu hari nanti,
Impianku pun tak dikenal lagi,
Namun di sela-sela huruf sajak ini,
Kau tak akan letih-letihnya kucari.
6. Kuhentikan Hujan
Kuhentikan hujan
Kini matahari merindukanku, mengangkat kabut pagi perlahan
Ada yang berdenyut dalam diriku
Menembus tanah basah
Dendam yang dihamilkan hujan
Dan cahaya matahari
Tak bisa kutolak
Matahari memaksaku menciptakan bunga-bunga
7. Hanya
Hanya suara burung yang kau dengar
dan tak pernah kaulihat burung itu
tapi tahu burung itu ada di sana
Hanya desir angin yang kaurasa
dan tak pernah kaulihat angin itu
tapi percaya angin itu di sekitarmu
Hanya doaku yang bergetar malam ini
dan tak pernah kaulihat siapa aku
tapi yakin aku ada dalam dirimu
8. Menjenguk Wajah di Kolam
Jangan kau ulang lagi
menjenguk
wajah yang merasa
sia-sia, yang putih
yang pasi
itu.
Jangan sekali-kali membayangkan
Wajahmu sebagai rembulan.
Ingat,
jangan sekali-kali. Jangan.
Baik, Tuan.
9. Sajak Kecil Tentang Cinta
Mencintai angin harus menjadi siut
Mencintai air harus menjadi ricik
Mencintai gunung harus menjadi terjal
Mencintai api harus menjadi jilat
Mencintai cakrawala harus menebas jarak
Mencintai-Mu harus menjelma aku
10. Sajak Tafsir
Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.
Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.
Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak memercayai janji api yang akan menerjemahkanku
ke dalam bahasa abu.
Tolong tafsirkan aku
sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.
Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.
Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja — aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.
11. Kita Saksikan
kita saksikan burung-burung lintas di udara
kita saksikan awan-awan kecil di langit utara
waktu itu cuaca pun senyap seketika
sudah sejak lama, sejak lama kita tak mengenalnya
di antara hari buruk dan dunia maya
kita pun kembali mengenalnya
kumandang kekal, percakapan tanpa kata-kata
saat-saat yang lama hilang dalam igauan manusia
(1967)
12. Akulah Si Telaga
akulah si telaga:
berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil
yang menggerakkan bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
perahumu biar aku yang menjaganya.
(1982)
13. Metamorfosis
Ada yang sedang menanggalkan
kata-kata yang satu demi satu
mendudukkanmu di depan cermin
dan membuatmu bertanya
tubuh siapakah gerangan
yang kukenakan ini
ada yang sedang diam-diam
menulis riwayat hidupmu
menimbang-nimbang hari lahirmu
mereka-reka sebab-sebab kematianmu
ada yang sedang diam-diam
berubah menjadi dirimu.
14. Sajak Putih
Beribu saat dalam kenangan
Surut perlahan
Kita dengarkan bumi menerima tanpa mengaduh
Sewaktu detik pun jatuh
Kita dengar bumi yang tua dalam setia
Kasih tanpa suara
Sewaktu bayang-bayang kita memanjang
Mengabur batas ruang
Kita pun bisu tersekat dalam pesona
Sewaktu ia pun memanggil-manggil
Sewaktu Kata membuat kita begitu terpencil
Di luar cuaca
15. Dalam Diriku
Dalam diriku mengalir sungai panjang
Darah namanya;
Dalam diriku menggenang telaga darah
Sukma namanya;
Dalam diriku meriak gelombang sukma
Hidup namanya!
Dan karena hidup itu indah
Aku menangis sepuas-puasnya.
16. Sementara Kita Saling Berbisik
Sementara kita saling berbisik
untuk lebih lama tinggal
pada debu, cinta yang tinggal berupa
bunga kertas dan lintasan angka-angka
ketika kita saling berbisik
di luar semakin sengit malam hari
memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa
unggun api
sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi.
(1966)
17. Tentang Matahari
Matahari yang ada di atas kepalamu itu
Adalah balon gas yang terlepas dari tanganmu
waktu kau kecil, adalah bola lampu
yang ada di atas meja ketika kau menjawab surat-surat
yang teratur kauterima dari sebuah Alamat,
adalah jam weker yang berdering
saat kau bersetubuh, adalah gambar bulan
yang dituding anak kecil itu sambil berkata:
“Ini matahari! Ini matahari!”
Matahari itu? Ia memang di atas sana
supaya selamanya kau menghela
bayang-bayangmu itu.
(1971)
18. Ia Tak Pernah
Ia tak pernah berjanji kepada pohon
untuk menerjemahkan burung
menjadi api
ia tak pernah berjanji kepada burung
untuk menyihir api
menjadi pohon
ia tak pernah berjanji kepada api
untuk mengembalikan pohon
kepada burung
19. Gerimis Jatuh
Gerimis jatuh kau dengar suara di pintu
Bayang-bayang angin berdiri di depanmu
Tak usah kau ucapkan apa-apa; seribu kata
Menjelma malam, tak ada yang di sana
Tak usah; kata membeku,
Detik meruncing di ujung sepi itu
Menggelincir jatuh
Waktu kaututup pintu.
Belum teduh dukamu.
20. Dalam Doaku
Dalam doa subuhku ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Magrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun disana, bersijingkat
di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu,
itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu
Itulah artikel terkait “Kumpulan Puisi Sapardi Djoko Damono” yang bisa kalian gunakan untuk referensi dan bahan bacaan. Jika ada saran, pertanyaan, dan kritik, silakan tulis di kotak komentar bawah ini. Bagikan juga tulisan ini di akun media sosial supaya teman-teman kalian juga bisa mendapatkan manfaat yang sama.
Untuk mendapatkan lebih banyak informasi, Grameds juga bisa membaca buku yang tersedia di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas kami selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan dan pengetahuan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca. Semoga bermanfaat!
Rujukan
- Sarumpaet, Riris K. Toha; Budianta, Melani (2010). Membaca Sapardi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
- Soemanto, Bakdi (2006). Sapardi Djoko Damono: Karya dan Dunianya. Jakarta: Grasindo.
- Tarsyad, Tarman Effendi (2009). Bahasa dan Gaya Puisi Sapardi Djoko Damono: Analisis Stilistika. Banjarmasin: Tahura Media.
Rekomendasi Buku dan E-Book Terkait
1. Sapardi Djoko Damono: Karya dan Dunianya
Kita harus menyadari bahwa Sapardi telah dengan sengaja memilih untuk selalu berada dalam kaitan antara ambiguitas dan konvensi puisi agar bisa memahami dengan baik karya-karyanya. Dalam kenyataannya, dia telah menciptakan genre baru dalam kesusastraan Indonesia…. (A. Teeuw, Modern Indonesia Literature II, 1979).
Buku ini juga memuat tinjauan atas semua karya-karya asli Sapardi. Namun, Bakdi menyodorkan tafsirnya itu sebagai pilihan saja. Sebab, kata Bakdi, di samping tafsir itu bisa sangat macam-macam tergantung dari “latar belakang” yang ada di dalam benak pembaca, Sapardi sendiri menekankan bahwa membaca karya sastra sepenuhnya tergantung dari pembaca. Ya, buku ini penting untuk memahami sosok dan sikap seorang Sapardi.
Buku ini penting untuk memahami sosok dan sikap seorang Sapardi. Setelah itu, berbekal pemahaman yang cukup atas sosok dan sikapnya, tersedia bekal yang memadai pula untuk memahami sajak-sajaknya. Buku ini juga memuat hal-hal trivial dari seorang Sapardi. Sapardi pun pernah ikut bermain drama dan disutradarai oleh Rendra.
Satu alasan lagi kenapa Sapardi layak diberi hormat sebagai sosok penyair yang penting. Dia bukan penyair yang besar kepala, bahkan mengakui bahwa setiap kali menulis puisi sampai sekarang pun selalu merupakan langkah awal belajar menulis lagi. Tentu maksudnya, dia melakukan percobaan-percobaan. Puisi tidak tercipta secara serta merta, tidak siap saji.
[IT_EPOLL_VOTING id=”84466″][/IT_EPOLL_VOTING]2. Hujan Bulan Juni Sebuah Novel
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
– Sapardi Djoko Damono, 1989.
Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri? Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar sapu tangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri, oleh ketabahannya sendiri, oleh tarikan dan hembusan napasnya sendiri, oleh rintik waktu dalam benaknya sendiri, oleh kerinduannya sendiri, oleh penghayatannya sendiri tentang hubungan-hubungan pelik antara perempuan dan laki-laki yang tinggal di sebuah ruangan kedap suara yang bernama kasih sayang?
Bagaimana mungkin?
–
Sajak-sajak 1971 umumnya adalah sajak-sajak yang jika dibaca penyair lain akan menimbulkan seru, “Mengapa saya tidak menulis seperti itu tentang itu!”. Dengan kata lain, merupakan puisi-puisi yang harus (karena layak) dicemburui – Goenawan Mohamad.
Dia telah menciptakan genre baru dalam kesusastraan Indonesia, yang sampai kini belum ada nama yang sesuai untuknya. Dia seorang penyair yang orisinil dan kreatif, yang eksperimen-eksperimennya serta inovasi yang sangat mengejutkan dalam segala kesederhanaannya – A.Teeuw.
3. Hujan Bulan Juni: Sepilihan Sajak
Hujan Bulan Juni – Sepilihan Sajak adalah buku berisi kumpulan sajak karya sastrawan terkenal, Sapardi Djoko Damono, yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama pada 2015. Buku ini tersedia dalam dua format, yakni hard cover dan soft cover.
Penulis merupakan seorang pujangga Indonesia yang terkenal dengan karya-karya literasi sajak dan puisinya. Hasil karya Sapardi Djoko Damono yang tak lekang dimakan waktu tetap diingat hingga sekarang, meskipun ditulis pada tahun 1970-an, bahkan dijadikan panduan bagi sastrawan masa kini. Buku ini berisi kumpulan sajak yang pernah diciptakan oleh penulis untuk mengenang karya-karyanya yang luar biasa.
Hasil karya penulis menjadi pendobrak dalam kesusastraan Indonesia. Pencapaian inilah yang membuat nama Sapardi Djoko Damono menjadi besar dan diakui sebagai salah satu orang paling berpengaruh dalam sejarah kesusastraan Indonesia.
Buku ini diperuntukkan bagi Anda yang menyukai puisi dan ingin memperdalam ilmu sastra, terutama sajak dan puisi. Kehadiran buku ini juga akan menunjukkan keajaiban kata-kata yang ditulis oleh sosok Sapardi Djoko Damono.
Sekilas Cuplikan Hujan Bulan Juni – Sepilihan Sajak
Aku Ingin
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan
kayu kepada api yang menjadikannya abu
aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
– Sapardi Djoko Damono, 1989.
[IT_EPOLL_VOTING id=”84466″][/IT_EPOLL_VOTING]BACA JUGA:
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien