Resensi Novel Misteri Soliter Jostein Gaarder: Teka-Teki Kehidupan dalam Kartu Remi – Jostein Gaarder, penulis yang dikenal karena karya tulis fenomenalnya bertajuk Sofie’s Verden (1991) atau Dunia Sophie. Siapa yang tak terpukau oleh berbagai karya tulisnya yang seakan hidup dalam pikiran para pembaca.
Selain Dunia Sophie, banyak berbagai karya tulis novelnya yang menjadi incaran para pembaca, terlebih yang memang sudah mengikuti karya-karya memukau dari Jostein Gaarder, salah satunya berjudul Misteri Soliter: Filsafat dalam Setumpuk Kartu Remi.
Penulis asal Norwegia ini, memang kerap menuliskan novel dengan genre fiksi dan literatur anak dengan gaya khas dari novelnya, yaitu cerita yang ringan dan sederhana, tetapi bernas akan makna sebagai bahan renungan.
Selain itu, Gaarder yang pernah menjadi pengajar filsafat selama bertahun-tahun di Bergen (Norway), kerap menuangkan dan mengaitkan berbagai ide filsafatnya ke dalam cerita dari novel-novelnya.
Berbicara mengenai filsafat, manusia tentu tak akan luput dari segala pertanyaan terkait kehidupan yang kadang kala terlupakan untuk kita pikirkan.Padahal, bisa saja segala pertanyaan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi kehidupan kita sebagai manusia.
Mungkin kalian pernah bertanya kepada diri sendiri, seperti “Dari mana diri ini berasal? Apa tujuan manusia hidup di dunia ini? Dan segala pertanyaan mendasar lainnya. Dalam novel Misteri Soliter, tokoh Pa atau ayah dari Hans Thomas menyinggung hal tersebut pada suatu percakapannya dengan sang anak ketika mereka sedang rehat sejenak dalam perjalanannya menuju kota para filsuf, yaitu Athena untuk membaca kembali mamanya Hans.
Segala pertanyaan mendasar itu, rupanya bagi beberapa orang masih menjadi sebuah tanda tanya besar alias misteri. Karena sedemikian misteri atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu, terlebih hanyalah sebagian orang yang memikirkan terkait hal tersebut. Bagi orang yang memang sudah memiliki ‘keyakinan’ tersendiri, barangkali tahu untuk menjawab segala pertanyaan mendasar seperti itu.
Lain halnya dengan novel Misteri Soliter, dialog antara Hans Thomas dan sang ayah, Pa menjadi pengingat dan bahan renungan kembali teruntuk para pembacanya agar memahami asal mula dirinya diciptakan dalam lapangnya kehidupan di dunia ini.
Lantas, seperti apa alur cerita yang disajikan oleh Jostein Gaarder dalam novel Misteri Soliter ini?
Table of Contents
Sinopsis Novel Misteri Soliter
Tidak sama dengan perjalanan berlibur yang lazimnya dilakukan oleh seorang ayah dan anaknya. Akan tetapi, Hans Thomas, seorang anak berusia 12 tahun melakukan perjalanan bersama sang ayah ke negeri filsuf Yunani guna mencari sang ibu yang sudah delapan tahun pergi.
Mereka memiliki niat untuk membawa kembali sang ibu sekaligus istri–Anita namanya–yang sedang mencari dan menemukan jati diri. Hal itu karena dirinya terjatuh dalam gejolak mimbar popularitas di Yunani.
Diceritakan dalam novel ini bahwa Anita merupakan seorang model tersohor di tanah filsuf tersebut. Perjalanan Hans dengan sang ayah demi mendapati ibunya justru ditemani oleh berbagai peristiwa unik sekaligus aneh.
Terdapat peraturan tertulis di antara Hans atau ayahnya (Pa), yaitu Pa tidak diperkenankan untuk merokok di dalam mobil, sementara Hans dilarang untuk mengeluh selama perjalanan. Kesepakatannya adalah mereka akan sering berhenti sekadar istirahat dan membolehkan ayahnya untuk merokok.
Ketika dalam perjalanan, mereka berjumpa dengan pria seukuran kurcaci yang menuntun mereka untuk melewati Dorf. Saat di sana, Hans dan sang ayah berjumpa dengan seorang tukang roti. Tukang roti itu memberikan Hans empat roti kadet, kemudian berkata bahwa Hans diizinkan untuk membagi roti tersebut dengan sang ayah, tetapi bagian terbesar harus dimakan oleh Hans.
Sementara kurcaci yang ditemui Hans memberikan semacam kaca pembesar. Namun, ternyata di balik itu semua terdapat misteri yang perlu dirahasiakan oleh Hans kepada ayahnya. Di dalam roti kadet miliknya, terdapat sebuah buku mini yang mana kaca pembesar itu sebagai alat bantu Hans untuk menguak teka-teki atau misterinya.
Selama perjalanan, pada saat momen berhenti itu, sang ayah mengajari Hans banyak hal terkait kehidupan. Ayahnya sendiri bisa dikatakan merupakan seorang anak haram, bahkan lebih menyedihkan dari itu sebab sang ayah merupakan tentara Jerman yang menyerang Norwegia.
Berdasarkan kejadian tersebut, menjadikan ayah sebagai anak yang terbuang. Sampai akhirnya, sang ayah memutuskan untuk menjadi seorang pelaut. Tak hanya itu, sang ayah mengutarakan berbagai pertanyaan filosofis kepada anaknya, Hans, seorang anak yang baru berusia 12 tahun itu.
Buku mini yang Hans dapati dari dalam roti kadet, di dalamnya memuat kisah petualangan seorang pelaut yang terdampar di sebuah pulau, pulau itu bisa dikatakan aneh dan misterius. Di pulau tersebut, pemuda (baca:pelaut) itu bersua dengan banyak kurcaci yang menjadi simbolisasi dari kartu remi.
Pelaut itu bertemu dengan Forde–berukuran manusia normal pada umumnya–yang mengisahkan tentang asal mula keberadaan para kurcaci di tempat itu, serta latar belakang Forde bisa sampai berada di pulau misterius tersebut.
Hans merasa heran sekaligus bingung. Mengapa banyak persamaan antara cerita yang ada di dalam buku mini tersebut dan kisah kehidupannya di dunia nyata? Akan tetapi, Hans tetap harus menjaga misteri mengenai buku mini tersebut. Hans sendiri jadi mempunyai kosakata filosofis untuk menyamai kisah yang dijelaskan oleh ayahnya. Hal itu ia miliki karena membaca buku mini tersebut.
Perjalanan mereka semakin dekat ke Athena, justru membuat Hans dan sang ayah menaruh khawatir, apakah perjalanan ini akan berakhir pada sebuah kesia-siaan, atau membawa kembali ibu dan menariknya dari perangkap mendapati jati diri di sana?
Baca kisah selengkapnya pada novel Misteri Soliter.
Sophie, seorang pelajar sekolah menengah berusia empat belas tahun. Suatu hari sepulang sekolah, dia mendapat sebuah surat misterius yang hanya berisikan satu pertanyaan: “Siapa kamu?”
Belum habis keheranannya, pada hari yang sama dia mendapat surat lain yang bertanya: “Dari manakah datangnya dunia?” Seakan tersentak dari rutinitas hidup sehari-hari, surat-surat itu membuat Sophie mulai mempertanyakan soal-soal mendasar yang tak pernah dipikirkannya selama ini. Dia mulai belajar filsafat.
Hal yang Menarik dalam Novel Misteri Soliter
Hal utama yang menarik sebenarnya memang terletak pada pembawaan novel ini. Penulis sengaja menyuguhkan cerita berbingkai yang mana ada sebuah cerita di dalam cerita. Layaknya sebuah tatanan masyarakat terbentuk dalam buku mini yang Hans Thomas dapatkan dari roti kadet.
Setumpuk kartu remi memiliki simbol yang diibaratkan sebagai makhluk hidup, seperti simbol Keriting sebagai petani, Hati sebagai pembuat roti, Sekop sebagai tukang kayu, dan Wajik sebagai pembuat gelas.
Setelah membaca novel Misteri Soliter ini, pandangan pembaca–mungkin–akan berubah pada tumpukan kartu remi dan menganggapnya bukan sekadar permainan kartu saja. Filsafat pada setumpuk kartu remi memang benar nyatanya.
Jumlah 52 pada kartu remi bukan sebatas angka, melainkan jumlah pekan dalam setahunnya. Pada setiap angka kartu remi, masing-masing mempunyai minggunya dalam setahun. Adapun empat simbol kartu sebagai penanda musim yang ada di dunia, yaitu musim dingin, musim panas, musim gugur, dan musim semi.
Akan tetapi, tentu sering kali kita membuang kartu Joker yang mana dalam novel ini Joker mempunyai peranan penting. Dikisahkan bahwa Joker tidak bertaut oleh suatu sistem yang terdapat di pulau tersebut sebab dirinya memang beda dari yang lain. Joker bukanlah Wajik, Hati, Keriting, ataupun Sekop.
Joker tersingkirkan, sama seperti ketika bermain kartu remi yang mana kita sering kali menyingkirkan kartu Joker. Dalam novel ini, Joker memiliki harinya tersendiri, yaitu setiap empat tahun sekali di tahun kabisat.
Joker merupakan tokoh yang bergerak ke luar dari cerita tersebut. Sebenarnya, tokoh Joker ini juga masih menjadi tanda tanya besar yang belum terungkap secara gamblang dalam novel ini. Barangkali, Joker memang ada dalam wujud manusia, siapa yang tahu?
Apabila dibandingkan dengan berbagai novel Jostein Gaarder lainnya, bisa dikatakan novel Misteri Soliter inilah yang cenderung rumit. Semua perjumpaan yang Hans lakukan serta semua jawaban yang terjawab akhirnya menjadikan satu ini cerita yang sungguh memukau.
Seperti halnya, terungkap siapa sosok tentara Jerman bernama Ludwig Messner, siapakah pelaut yang terdampar di pulau misterius tersebut, dan siapakah sosok Frode, pencipta pulau misterius itu.
Cerita berbingkai yang sangat memukau. Pembaca akan merasakan layaknya sebuah petualangan dalam perjalanan menuju tanah para filsuf, yakni Athena. Pemilihan bahasa yang digunakan oleh penulis juga terbilang mudah dan tidak membuat pembaca mengerutkan dahi. Saat membaca novel ini, serasa membaca sebuah dongeng atau literatur anak yang sedang berkhayal akan pulau ajaib dan misterius.
Sebagaimana biasa, dunia filsafat yang disajikan oleh Jostein Gaarder tidak akan membuat pembaca untuk beristirahat sejenak untuk berpikir. Hal menarik lainnya, Gaarder menampilkan seorang tokoh utama anak-anak berusia 12 tahun pada sebuah cerita yang erat akan filsafat ini.
Pemilihan usia karakter tokoh akan sangat berdampak pada alur cerita yang disajikan–yang mana anak seusia Hans memang berada pada fase keingintahuan yang besar akan kehidupan di dunia.
Dalam hal tersebut pun, karakter Hans digambarkan sebagai anak-anak yang memiliki pemikiran luas dan cerdas sehingga meskipun cerita tersebut terdapat unsur ‘dongeng’ yang mana tokoh utamanya adalah seorang anak-anak, pembaca tidak akan meremehkan tokoh utama tersebut.
Selain itu, dalam filosofis yang ceritakan oleh sang ayah kepada Hans sungguh menarik dan dapat dijadikan sebuah pengetahuan bagi yang baru saja masuk dan mempelajari dunia filsafat. Pada saat itu sang ayah menceritakan terkait mitologi Yunani, cerita filsuf di masa lalu, kemudian menyinggung persoalan Socrates.
Bagi yang sudah mengikuti berbagai karya tulis novel Jostein Gaarder, tentu tak heran bila dirinya memang senang mengaitkan ceritanya dengan disiplin filsafat. Segala keindahan dunia yang mewah dan megah, segala hal yang menjadi sebuah bentuk ‘kebetulan’, takdir, dan semacamnya, menjadi pembahasan yang menyenangkan dan cukup ringan dalam novel ini.
Intensitasnya pun sampai pada sebenarnya ‘apa’ atau ‘siapa’ yang membuat semuanya ini bergerak maju. Seperti halnya saat Hans tercengang karena menyadari bahwa apa yang ia baca dari buku mininya adalah salah satu bagian dari kehidupan yang tengah ia jalani, yaitu saat itu dirinya bersama sang ayah dalam perjalanan ke Athena (Yunani) untuk mencari mamanya. Namun, mengapa bagian-bagian yang ada di buku mini roti kadet itu justru erat dan berkaitan dengan hasil pencariannya?
Tokoh Hans merasa heran sebab bagaimana bisa sebuah buku yang sudah ditulis oleh seseorang, serupa dengan kehidupan manusia secara langsung yang mana Hans pun belum mengetahuinya.
Sebelumnya, memang cukup jelas bahwa Filsafat saja tidak cukup atau dikatakan kurang mampu memenuhi segala jawaban setiap manusia yang bertanya-tanya akan kehidupan di dunia ini.
Hal itu karena filsafat menggunakan akal manusia yang mana akal manusia sendiri itu terbatas sehingga tidak dapat mencakup atau menjangkau segala sesuatu, termasuk kehidupan yang ada di dunia ini. Maka untuk mencapai sesuatu yang tidak terbatas itu, akal manusia diperuntukkan memikirkan bagian yang mampu dipikirkannya saja.
Hal yang menjadi minat pembaca untuk membaca berbagai novel dari karya-karyanya Jostein Gaarder, yakni seolah penulis sangat mengetahui keberlangsungan kehidupan seseorang. Segala cerita bak dongeng yang disajikan oleh Gaarder, sangat menyenangkan untuk dibaca dan diselami lebih jauh, tidak jenuh walaupun pembahasan di dalam ceritanya cukup mendalam.
Pembaca akan menemukan berbagai hal menarik dalam novel Misteri Soliter, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu Soda Pelangi, berbagai macam kartu yang seakan hidup, sistem kalender kartu, dan masih banyak lagi. Kemudian, para tokoh yang diceritakan pun memiliki keunikan karakternya masing-masing.
Berbagai bab yang disuguhkan cenderung pendek dan singkat sehingga saat membacanya, bahkan sudah beratus-ratus halaman sekalipun, tidak akan terasa. Bisa dikatakan, pembaca tidak akan kewalahan dalam mengikuti perjalanan Hans dan sang ayah–yang hampir seluruh isinya merupakan perjalanan di luar dongeng buku mini roti kadet tersebut.
Novel Dunia Maya karya Jostein Gaarder ini menyoroti gagasan-gagasan yang besar: penciptaan alam semesta, evolusi kehidupan di bumi, munculnya manusia, dan tujuan dari keberadaan manusia.
Hal yang Kurang dalam Novel Misteri Soliter
Dilihat dari segi ‘hal yang kurang’ dalam novel Misteri Soliter, dirasa memang tidak begitu banyak sebab sang penulis sudah menuliskan sedemikian cerita yang apik dan menakjubkan.
Barangkali hanya beberapa hal yang menjadi kelemahan di novel ini, seperti pada akhir cerita terbilang mudah tertebak oleh pembaca. Kemudian, setelah delapan tahun mereka tidak bertemu, tidak ada konflik yang mendalam. Bisa dikatakan endingnya cenderung flat.
Selain itu, kisah dalam buku mini yang ada di roti kadet milik Hans, membuat kita berpikir secara mendalam. Gaarder selaku penulis novel Misteri Soliter menghidangkan fiksi dan realitas secara bergandengan sehingga mengundang berbagai tanya dari pembaca, salah satunya di manakah batas antara kenyataan dan khayalan berdasarkan penjelasan yang rasional.
Sebenarnya ini masih menjadi hal yang rancu, apakah dapat dikategorikan sebagai hal yang kurang atau justru hal yang menarik? Tentu itu semua tergantung dari cara berpikir masing-masing pembaca.
Kemudian, bagi pembaca yang belum terbiasa pada cerita-cerita milik Gaarder yang kerap menuangkan disiplin filsafat dalam karyanya, akan mengalami kesulitan untuk memahaminya secara mendetail. Hal itu karena diperlukannya konsentrasi tinggi dan pikiran yang luas mengenai hal demikian.
Terlebih, Gaarder bukan hanya menyisipkan filsafat, melainkan dunia khayal yang tentunya membutuhkan keluasan dan ketakterbatasan pembaca dalam berimajinasi. Maka ketika membaca novel Misteri Soliter, diusahakan pikiran terfokus pada alur cerita yang disuguhkan.
Namun, terlepas dari itu semua, hal terpenting adalah kehadiran cerita dalam cerita yang menemani dan mewarnai perjalanan Ayah dan Hans Thomas menuju ke Athena untuk menemui sang ibu–yang mana dalam perjalanan mereka justru layaknya sebuah petualangan luar biasa.
Pesan Moral dalam Novel Misteri Soliter
Sebuah karya novel tentu akan memuat pesan moral yang dapat dijadikan sebuah renungan dan pembelajaran bagi pembacanya. Di buku ini memuat pesan bahwa jangan terlalu berlebihan dalam menikmati kehidupan di dunia ini.
Dalam Misteri Soliter, dunia diibaratkan sebagai minuman soda pelangi. Semakin banyak dosis yang diminum, justru akan membutakan pikiran dan hakikat keberadaan manusia. Akibatnya adalah berbagai kejadian dan segala penciptaan di bumi akan dianggap sebagai sesuatu yang lazim, tanpa mau menelaah atau mengkajinya lebih mendetail untuk dijadikan sesuatu yang memukau.
Tidak hanya itu, pembaca jadi dapat memahami akan jati diri sesungguhnya. Jangan pernah hanyut dengan hal yang sedang dilakukan atau dikerjakan dan mabuk pada segala kebiasaan yang membosankan. Mabuk dunia yang mengakibatkan kehilangan untuk menjajaki siapa diri ini sebenarnya.
Itulah Resensi Novel Misteri Soliter karya Jostein Gaarder. Apabila Grameds tertarik dan ingin memperluas pengetahuan terkait bidang apapun atau ingin mencari novel dengan berbagai genre, tentu kalian bisa temukan, beli, dan baca bukunya di Gramedia.com dan Gramedia Digital karena Gramedia senantiasa menjadi #SahabatTanpaBatas bagi kalian yang ingin menimba ilmu.
Penulis: Tasya Talitha Nur Aurellia
Sumber: dari berbagai sumber
Petter membenci ketenaran dan tak mau mempublikasikan tulisannya. Dia memilih menciptakan Writers Aid, sebuah program yang didesain untuk menyediakan cerita-cerita bagi para pengarang-pengarang internasional yang mengalami kebutuhan ide.
Meskipun programnya ini pada awalnya sangat sukses, Petter akhirnya terjebak dalam jaring yang ditenunnya sendiri. Skandal memalukan dalam dunia sastra internasional perlahan-perlahan terkuak dan nyawa Petter terancam oleh pengarang-pengarang besar yang ingin menyelamatkan nama baik mereka.
Tak disangka, kehancuran Petter ternyata bersumber dari perbuatannya di masa lalu.
- Urutan Novel karya Jostein Gaarder
- Resensi Novel Misteri Soliter
- Resensi Novel The Magic Library
- Resensi Novel Dunia Maya
- Resensi The Orange Girl
- Review Novel The Orange Girl
- Resensi Novel The Castle in the Pyrenees
- Resensi Dunia Anna
- Resensi The Puppeteer
- Resensi House Of Teles
- Resensi Princess Of Teles
- Resensi Cecilia and The Angel
- Resensi Dunia Sophie
- Resensi Novel Cecilia and The Angel