Rating: 4.18
Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi karya R. F. Kuang merupakan sebuah karya besar yang memadukan unsur sejarah alternatif dengan analisis yang mendalam tentang kolonialisme serta kekuatan bahasa. Sebagai sebuah bestseller instan dan meraih posisi nomor satu di New York Times, novel ini menceritakan kisah Robin Swift, seorang yatim piatu dari Kanton yang dibawa ke London dan disiapkan untuk bergabung dengan Institut Terjemahan Kerajaan di Oxford, pusat terjemahan dunia sekaligus sihir. Berlatar belakang revolusi industri Inggris, novel ini mengangkat tema kekuasaan, pengkhianatan dan perlawanan.
Pertanyaan utama yang diajukan oleh novel Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi ini adalah apakah pengetahuan memiliki kekuatan untuk mengubah institusi yang kuat dari dalam, atau apakah revolusi selalu membutuhkan kekerasan? Novel ini menantang para pembacanya untuk mempertimbangkan kembali sejarah dan melihat peran bahasa dalam dominasi kekuasaan, menjadikannya tidak hanya sebagai bacaan yang menghibur, tetapi juga sarat dengan makna dan relevansi yang mendalam.
Grameds mungkin sudah mengenal Rebecca F Kuang dan karya-karya lainnya yang dikenal secara internasional, seperti The Poppy War, Yellowface, dan The Dragon Republic. Buku yang berjudul Babel: Pertumpahan Darah Sejarah sudah diterbitkan versi terjemahannya oleh Penerbit Solusi Distribusi pada 28 Juni 2024 dengan total 638 halaman.
Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi secara tematis mirip dengan The Poppy War, seri buku pertama R. F. Kuang. Namun, buku ini mengkritik imperialisme Inggris, kapitalisme, dan keterlibatan akademisi dalam melestarikan dan memberdayakannya. Penasaran akan ceritanya? baca artikel ini sampai selesai ya, Grameds!
Table of Contents
Profil Rebecca F. Kuang – Penulis Buku Babel: Pertumpahan Darah Sejarah
Rebecca F. Kuang lahir di Guangzhou, China, pada 29 Mei 1996. Ia adalah seorang penulis yang telah meraih pengakuan internasional dengan karya-karyanya yang menduduki peringkat nomor 1 di New York Times dan Sunday Times, terutama atas trilogi The Poppy War, Babel: An Arcane History, dan Yellowface. Kuang memiliki latar belakang akademis yang kuat, dengan gelar MPhil dalam Studi Tiongkok dari Universitas Cambridge dan MSc dalam Studi Tiongkok Kontemporer dari Universitas Oxford. Saat ini, ia sedang mengejar gelar PhD dalam Bahasa dan Sastra Asia Timur di Universitas Yale, sambil tetap aktif sebagai penulis dan pengajar.
Karya-karya Rebecca F. Kuang mencakup novel debutnya, The Poppy War, yang dirilis pada tahun 2018, diikuti oleh dua sekuel, The Dragon Republic dan The Burning God. Novel-novel ini membawa tema sejarah dan fantasi dengan latar belakang mitologi Tiongkok kuno. Pada tahun 2022, Kuang meluncurkan novel keempatnya yang berjudul Babel, yang segera meraih perhatian luas dan masuk daftar buku terlaris. Babel: Pertumpahan Darah Sejarah, versi terjemahan novel tersebut, juga mendapatkan popularitas serupa, memperkuat posisi Kuang sebagai salah satu penulis yang paling menonjol saat ini.
Di luar kesibukan menulis, Kuang aktif di media sosial, terutama di Instagram melalui akun pribadinya, @kuangrf. Kehadirannya di platform ini memungkinkan penggemar dan pembaca untuk mengikuti perkembangan kariernya, termasuk proses penulisan dan pemikiran di balik karya-karyanya yang mendalam. Hal ini membuatnya lebih dekat dengan para penggemar, sekaligus memberikan wawasan menarik tentang dunia sastra yang ia ciptakan.
Sinopsis Buku Babel: Pertumpahan Darah Sejarah
Pada tahun 1828, Robin Swift menjadi yatim piatu karena wabah kolera di Kanton. Kemudian, ia dibawa ke London oleh seorang pria misterius bernama Profesor Lovell. Robin menghabiskan bertahun-tahun dilatih dalam bahasa Latin, Yunani Kuno, dan Tionghoa sebagai persiapan untuk masuk ke sebuah institut terjemahan bergengsi di Universitas Oxford, yang dikenal sebagai Babel.
Babel adalah pusat dunia dalam hal terjemahan, dan yang lebih penting, menjadi tempat praktik seni cipta-perak—sebuah seni magis yang memanfaatkan makna yang hilang dalam penerjemahan melalui batang-batang perak yang dipahat dengan efek-efek magis. Keberadaan cipta-perak ini telah memberikan Imperium Inggris kekuatan yang tidak tertandingi. Penelitian yang dilakukan di Babel tentang terjemahan turut mendukung usaha Imperium dalam menjajah berbagai wilayah yang ditemuinya.
Bagi Robin, Oxford dengan menara-menara impiannya adalah sebuah dongeng; sebuah komunitas utopia yang didedikasikan untuk pencarian pengetahuan. Namun, di sisi lain, pengetahuan yang didapat ternyata melayani kekuasaan. Sebagai seorang anak keturunan Tiongkok yang tumbuh besar di Britania, mengabdikan diri kepada Babel berarti mengkhianati tanah leluhurnya.
Robin kemudian mendapati dirinya berada di persimpangan antara Babel dan sebuah kelompok bawah tanah bernama Perkumpulan Hermes, sebuah organisasi yang berdedikasi untuk menyabotase pekerjaan cipta-perak yang mendukung ekspansi Imperium. Ketika Britania memulai perang yang tidak adil dengan Tiongkok untuk mendapatkan sumber daya perak, Robin harus membuat pilihan sulit: Apakah sebuah institusi yang kuat dapat diubah dari dalam, atau apakah revolusi selalu memerlukan kekerasan?
Kelebihan dan Kekurangan Buku Babel: Pertumpahan Darah Sejarah
Kelebihan Buku Babel: Pertumpahan Darah Sejarah
Buku Babel: Pertumpahan Darah Sejarah karya Rebecca F. Kuang adalah sebuah cerita yang sangat luar biasa menarik dan berani. Novel ini tidak hanya menyuguhkan kisah yang kompleks, tetapi juga sarat dengan makna dan relevansi sehingga mampu untuk membuat pembaca terpikat sejak awal cerita.
Alur cerita yang kompleks, penuh dengan tikungan dan konflik, menantang pembaca untuk tetap fokus, terutama mereka yang tertarik pada isu-isu kekuasaan, pengkhianatan dan perlawanan. Kejeniusan R. F. Kuang dalam menggabungkan unsur-unsur sejarah alternatif dengan imajinasi yang unik menunjukkan pengetahuannya yang mendalam, menjadikan novel ini tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga sebuah karya sastra yang memberikan wawasan baru.
Salah satu kelebihan lain dari Babel adalah bagaimana novel ini berhasil menangkap relevansi dengan kondisi dunia saat ini. Dalam dunia yang masih menghadapi masalah kolonialisme modern, eksploitasi sumber daya, serta rasisme, cerita ini memberikan cerminan tajam tentang bagaimana kekuasaan dan ketidakadilan beroperasi dalam dunia yang kita tinggali sekarang.
Kuang mampu menggambarkan realitas pahit di mana mereka yang memiliki kekuasaan seringkali memperalat ilmu pengetahuan dan bahasa untuk melanggengkan dominasi mereka. Tema-tema seperti rasisme, kekerasan, pengkhianatan, dan perjuangan demi revolusi disajikan dengan sangat realistis dan menyentuh sehingga membuat pembaca benar-benar merasakan kesedihan yang dialami oleh karakter yang ada dalam novel ini.
Realisme dalam konflik yang dibangun juga menjadi kekuatan utama dalam novel ini. Setiap pertarungan yang dilalui Robin dan kawan-kawannya terasa begitu nyata dan menghantui, membuat pembaca tidak bisa menghindari ketegangan emosional yang ditimbulkan. Akhir cerita yang impactful juga menjadi poin penting yang membuat novel ini semakin membekas. R. F. Kuang tidak takut untuk menunjukkan bahwa revolusi dan perubahan besar sering kali datang dengan harga yang sangat mahal, bahkan mengorbankan mereka yang kita cintai. Ending novel ini membuat perasaan pembaca campur aduk; ada rasa hampa dan kosong, namun itu justru menjadi bukti kuat bahwa cerita ini berhasil melibatkan emosi pembaca hingga titik terdalam.
Kekurangan Buku Babel: Pertumpahan Darah Sejarah
Meskipun Babel: Pertumpahan Darah Sejarah memiliki banyak kelebihan, buku ini tetap tidak luput dari kekurangan. Salah satu yang paling mencolok adalah elemen trigger warning yang terkandung di dalamnya, terutama terkait tema rasisme yang diangkat dengan sangat eksplisit. Penulis tidak ragu menggambarkan diskriminasi rasial, kekerasan, dan ketidakadilan sosial secara detail, yang bisa terasa intens dan mengganggu bagi beberapa pembaca. Bagi mereka yang sensitif terhadap isu-isu ini, penuturan yang gamblang mungkin dapat menimbulkan ketidaknyamanan atau bahkan trauma.
Selain itu, penggunaan catatan kaki dalam novel Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi ini juga menjadi bahan perdebatan di kalangan pembaca. Catatan kaki tersebut dimaksudkan untuk memberikan konteks tambahan atau memperjelas fakta-fakta sejarah yang disinggung dalam cerita. Namun, alih-alih memperkaya narasi, banyak yang merasa bahwa catatan kaki ini malah membuat pembacaan menjadi tersendat. Alur cerita yang semestinya mengalir terkadang terhenti karena pembaca harus bolak-balik membaca keterangan tambahan yang tidak selalu relevan dengan perkembangan karakter atau konflik utama.
Kekurangan lain yang bisa diangkat adalah intensitas tema yang mungkin kurang seimbang dengan penanganan karakter-karakternya. Meski tema besar yang diusung sangat menarik, beberapa pembaca merasa bahwa pengembangan karakter kadang terabaikan demi memprioritaskan agenda naratif. Dalam upaya menggambarkan sejarah kelam dan kekerasan, interaksi antar tokoh utama terasa kurang mendalam. Akibatnya, ada momen di mana emosi yang ingin disampaikan tidak cukup tergali, membuat beberapa bagian cerita kehilangan dampak emosional yang diharapkan.
Penutup
Gramin akan tutup dengan satu kutipan dari buku ini
“Kata-kata menceritakan kisah. Secara khusus, sejarah dari kata-kata tersebut; bagaimana mereka mulai digunakan, dan bagaimana maknanya berubah menjadi seperti yang kita kenal sekarang – memberitahu kita sebanyak, jika tidak lebih, tentang suatu bangsa dibandingkan dengan artefak sejarah lainnya.”
Oh iya Grameds, jika kalian membeli Paket Buku Babel, selain mendapatkan buku ini, kalian akan mendapatkan 1 buah totebag dan 1 buah bookmark juga, lho. Yuk langsung saja dapatkan Babel: Pertumpahan Darah Sejarah karya Rebecca F. Kuang (Paket Totebag) di Gramedia.com! Selain novel ini, Gramin juga sudah siapkan novel best seller karya R. F. Kuang yang lainnya di bawah ini. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Buku
Perang Opium (The Poppy War)
Buku yang berjudul Perang Opium ini merupakan debut dari penulisnya R.F Kuang, yang merupakan lulusan dari sekolah di University of Cambridge. Kisah buku ini merupakan fiksi yang mungkin akan mengingatkan kita pada perang opium yang benar-benar terjadi antara Inggris dan Cina abad 19.
Kisah ini bercerita tokoh perempuan bernama Fang Runin, yang merupakan anak korban perang yatim piatu. Ia bekerja di toko yang sebenarnya melakukan jual beli opium illegal. Rin bertekad untuk menempuh ujian Keju dengan harapan dapat masuk ke dalam sekolah militer Sinegard. Yuk simak sinopsisnya berikut ini!
Yellowface
June Hayward dan Athena Liu sama-sama penulis. Athena, keturunan Asia, ternyata lebih ngetop. Sementara June berpendapat tak ada yang akan tertarik pada karyanya, gadis kulit putih biasa. Ketika Athena mendadak meninggal, June mencuri manuskrip Athena lalu menyerahkannya sebagai karyanya. Penerbit membuatkan citra baru bagi June, lengkap dengan foto yang ambigu mengenai etnik dirinya. Di luar dugaan, buku itu sukses besar. Namun, June tidak bisa lolos dari bayangan Athena, dan bukti-bukti bermunculan, mengancam kesuksesan June. Saat berpacu untuk menutupi rahasianya, June jadi tahu seberapa jauh ia berani bertindak untuk mempertahankan apa yang menurutnya layak ia dapatkan.
Republik Naga (The Dragon Republic)
Kisah Rin berlanjut dalam sekuel “Perang Opium” ini—fantasi epik yang menggabungkan sejarah Cina abad ke-20 dengan dunia dahsyat tempat para dewa dan monster. Tiga kali negara Nikan bertempur dalam Perang Opium yang bersimbah darah. Rin—sang syaman dan pejuang—dicengkeram rasa bersalah dan tak dapat melupakan tindakan keji yang dia lakukan demi menyelamatkan rakyat. Gadis itu bertekad membalas dendam pada Maharani yang mengkhianati tanah airnya.
Sumber:
- https://en.m.wikipedia.org/wiki/Babel,_or_the_Necessity_of_Violence
- https://www.goodreads.com/book/show/57945316-babel
- 1984
- 23:59 : Sebuah Novel
- Alucard
- Adat, Kelas, dan Indigenitas
- Apa yang Harus Dilakukan Ketika Doa Anda Tampak Tak Dijawab
- Apa yang Mengendalikan Kehidupanmu?
- Approximating The Distance Between Two People
- Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi
- Bandung Menjelang Pagi
- Buddha 3: Dewadatta
- Creepy Case Club 6: Kasus Hantu Panggung
- Dulu, Kini, dan Nanti
- Festival Hujan
- Flawed
- Gabriel and Zoe
- Gentayangan
- Going Offline: Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi
- Hukum Perseroan Terbatas
- Impressed
- Inyik Balang
- Janji Untuk Ayah
- Kalung Setengah Hati
- Kendalikan Uangmu: Yuk, Jadi Financial Planner untuk Diri Sendiri!
- Literature for Teens: The Second Fall
- Leadership Mastery
- Make Time: Cara Fokus pada Hal-Hal Penting Setiap Hari
- Mata di Tanah Melus
- Me and Mr. Old
- Merebah Riuh
- Misadventures Season
- Misteri Perpustakaan yang Hilang
- Momo
- My Big Book of Adventures
- Nak, Kamu Gapapa, Kan?
- Perempuan-Perempuan Kelu
- Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa
- Rampok Memori dan Bintang Sambit (We Could be Heroes)
- Relung Rasa Raisa
- Rembulan Cerminan Hatiku (Moon Represents My Heart)
- Rewrite the Stars
- Sang Penyelaras Nada
- Sempurna (Perfect)
- Seni Memenangkan Apa Pun ala Sun Tzu
- Teach Like Finland
- The Boy, the Mole, the Fox and the Horse
- The Night Country
- The Punk
- The Star Diaries
- The Way of Peace
- This is Amiko
- We Free the Stars: Melepas Bintang