Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya merupakan buku kumpulan puisi karya Ibe S. Palogai, seorang penyair ternama Indonesia. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama pada 2 Agustus 2024, dengan total 96 halaman. Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya dilengkapi ilustrasi yang dibuat oleh Dita Safitri.
Kalau hidupmu pernah dipandang sebagai hal buruk, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah menghadapi keputusasaan dan disuruh pergi dari tempat tinggalmu yang kamu cinta, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah menghadapi pengkhianatan dari temanmu di tengah perjalanan kalian, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah disalahkan atas kejadian sial yang terjadi terus-menerus, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah dipakai sebagai sosok pelarian untuk membalas dendam kepada mantan kekasih, itu bukan salahmu.
Kalau opinimu pernah ditertawakan oleh orang lain, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah direndahkan oleh orang tuamu, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah menyalakan lampu ketika terbangun di tengah malam karena semua hal tampak gelap, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah berada dalam hubungan cinta segitiga, itu bukan salahmu. Kalau kamu pernah menangis sampai tertidur, itu bukan salahmu.
Grameds pastinya akan menemukan kalimat dan frasa penuh makna dalam buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya. Informasi lebih banyak tentang buku ini sudah Gramin rangkum di bawah ini. Selamat membaca, Grameds!
Table of Contents
Profil Ibe S. Palogai – Penulis Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya
Ibe S. Palogai adalah seorang penyair Indonesia yang lahir pada 7 Juli 1993. Selain dikenal sebagai penyair, Ibe juga merupakan pendiri Institut Sastra Makassar, sebuah lembaga yang berperan penting dalam pengembangan sastra di wilayahnya. Karya-karyanya sebagian besar membahas tema-tema perang kolonial, dan telah dipublikasikan di berbagai media ternama seperti Tempo, Horison, Fajar, Media Indonesia, dan Jurnal Ruang, menjadikannya salah satu penyair muda yang diperhitungkan.
Pada tahun 2016, Ibe terpilih sebagai penulis muda untuk diundang ke Makassar International Writers Festival (MIWF), sebuah pencapaian yang mengangkat namanya di dunia sastra. Tahun berikutnya, ia kembali mendapatkan pengakuan dengan diundangnya ke Ubud Writers & Readers Festival, salah satu ajang sastra paling bergengsi di Indonesia. Perjalanan kariernya terus berkembang, dan pada 2018, Ibe mengikuti program residensi penulis yang didukung oleh Komite Buku Nasional di Leiden, Belanda. Pada tahun yang sama, buku puisinya Cuaca Buruk Sebuah Buku Puisi menjadi finalis Kusala Sastra Khatulistiwa.
Karya-karya Ibe tidak hanya menonjol dalam tema, tetapi juga dalam kedalaman makna dan gaya penulisannya. Beberapa karya pentingnya termasuk Solilokui (2013), Cuaca Buruk Sebuah Buku Puisi (2018), Menjala Kunang-kunang (2019), Struktur Cinta yang Pudar (2019), dan buku terbarunya, Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya (2024). Setiap karya membawa pembaca pada perjalanan reflektif yang menggugah pemikiran.
Melalui kontribusinya yang konsisten di ranah sastra, Ibe terus memperluas wawasan pembaca mengenai isu-isu kolonialisme dan eksistensialisme. Dengan berbagai pencapaian dan karya-karya penting, Ibe S. Palogai telah berhasil membangun reputasi sebagai salah satu penyair muda Indonesia yang memiliki suara unik dan relevan.
Sinopsis Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya
Berapa harga pakaian kamu?
Bolehkah aku tanya berapa harga pakaian kamu dari atas kepala hingga ujung kaki?
Penutup kepalaku terbuat dari pertanyaan palsu saat hubungan antara permintaan dan kelangkaan yang mulai dibuat pasar. Aku membeli penutup kepala ini dari pedagang pinggir jalan dengan harga yang ditetapkan akibat perang, untuk mengatasi inflasi. Aku meragukan manfaat benda ini, yang kata penjualnya bisa membawa keberuntungan. Terkadang keberuntungan dan nasib buruk hanya seperti catatan kaki yang berbeda, tapi menjelaskan musibah yang sama.
Bajuku terbuat dari rajutan ingatan pengembara saat kehabisan makanan. Mereka lalu menukarnya dengan air mineral yang diukur dengan ikatan karbon yang nakal dan sulit dikendalikan. Saya membelinya, meski alasan historis yang melatarinya terasa sia-sia. Sejarah sering kali memandang masa depan dengan prasangka buruk, ketika para peramal justru khawatir pada masa lalu. Tetapi, peramal dan sejarawan melihat dunia melalui buku yang berbeda.
Celana saya merupakan kebijakan ekonomi yang dirusak oleh agenda politik, tetapi tetap keras kepala mengikuti hukum pertumbuhan. Saya membelinya saat resesi berkabung karena, bagi saya, itu adalah waktu terbaik untuk meringankan beban pajak. Meski pandangan ini tidak termasuk dalam aliran filsafat tertentu.
Sepatu saya dirancang oleh seorang desainer bernama John Stuart Mill pada tahun 1776. Setelah berabad-abad terbungkam oleh bank sentral, akhirnya sepatu ini dijual di pasar gelap dengan harga yang tidak ditampilkan. Walau secara fungsi sama dengan sepatu lain, beberapa orang lebih suka mengikat tali sepatu yang rapuh dalam pikiran mereka.
Kelebihan dan Kekurangan Novel Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya
Kelebihan Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya
Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya menawarkan pengalaman membaca yang kaya dengan beberapa kelebihan yang layak untuk diapresiasi. Pertama, penggunaan diksi yang indah menjadi salah satu daya tarik utama dalam kumpulan puisi karya Ibe ini. Dengan pilihan kata yang cermat, Ibe berhasil menciptakan citraan yang kuat dan menyentuh hati. Karya-karyanya seakan mengajak pembaca untuk tidak hanya menikmati makna, tetapi juga mendalami setiap kata dan frasa yang dipilih dengan sangat teliti olehnya.
Selain itu, intertekstualitas yang sangat baik memperkaya pengalaman membaca buku ini, terutama bagi pembaca yang memahami maknanya. Bagi grameds yang masing asing dengan, intertekstualitas, intertekstualitas adalah konsep yang menjelaskan hubungan antara satu teks dengan teks lain. Ibe memanfaatkan hal ini dengan sangat baik dalam puisinya dengan menyelipkan berbagai istilah dan konsep ekonomi, yang mungkin tidak lazim ditemukan dalam puisi Indonesia. Alih-alih hanya sebagai elemen hiasan saja, Ibe justru menghubungkan beberapa istilah ekonomi tersebut menjadi struktur puisinya sehingga menciptakan hubungan yang mendalam antara ekonomi dan pengalaman hidup.
Tidak hanya itu saja, gaya bahasa reflektifnya menjadi kekuatan tersendiri dalam menghidupkan puisi-puisinya. Refleksi atas kondisi ekonomi atau kehidupan sosial tidak disampaikan secara lugas atau langsung, melainkan melalui metafora dan permainan bahasa yang mendalam. Gaya bahasa ini memberi ruang bagi pembaca untuk merenung dan menemukan sendiri makna yang tersembunyi dalam tiap kata dan kalimat.
Ditambah dengan sentuhan humor halus pada beberapa bagian, Ibe mampu menyeimbangkan kepadatan isi puisinya dengan narasi yang menghibur .Unsur humor tersebut menjadi penyegar di tengah bahasan berat, sementara narasi yang ia ciptakan sukses menggugah rasa ingin tahu pembaca, seolah mengundang mereka untuk terus menggali makna yang tersembunyi dalam metafora ekonominya. Ilustrasi di dalam buku ini juga berhasil mendukung tema dan emosi yang ingin disampaikan Ibe, dengan visual yang menyatu dan memperkaya makna puisinya.
Kekurangan Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya
Penutup
Buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya adalah pilihan yang tepat bagi Grameds yang gemar membaca puisi, terutama dengan sentuhan tema ekonomi yang jarang diangkat dalam puisi-puisi Indonesia, menjadikan buku ini unik dan khas. Segera miliki buku ini dan mulailah menyelami dunia puisi yang penuh dengan metafora.
Bagi Grameds yang ingin membaca buku Hidup Tetap Berjalan dan Kita Telah Lupa Alasannya karya Ibe S. Palogai, kalian bisa dapatkan hanya di Gramedia.com ya! Gramin juga sudah menyiapkan berbagai buku lain yang direkomendasikan di bawah ini, lho. Yuk langsung saja dapatkan buku-buku terbaik hanya di Gramedia.com! Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Buku Terkait
Merebah Riuh
Merebah Riuh merupakan tetralogi buku puisi penulis yang pertama. Puisi-puisi yang terdapat dalam buku ini adalah kumpulan puisi yang penulis tulis sejak bertahun-tahun yang lalu. Sebelumnya penulis hanya memiliki kebiasan menulis di suatu platform media sosial Tumblr, ini merupakan sebuah kegiatan yang sangat terbiasa yang bisa dibilang sudah mendarah daging. Di Tumblr, penulis bisa mengekspresikan apapun yang sedang dirasakan maupun yang sedang dipikirkan. Penulis senang menganalogikan sesuatu, karena menurutnya dengan begitu para pembaca bisa memaknai tulisannya dari berbagai persepsi.
Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau
Apakah hatiku mangkuk dangkal yang pecah— yang alangkah mudah diisi, namun mustahil penuh?
Apakah mencintai diri sendiri berarti menjadi batu yang dilemparkan ke lautan lepas tanpa dasar?
Mengapa darah lebih api daripada api?
Mengapa luka tidak memaafkan pisau—& mata pisau bisa membayangkan dirinya sebagai cermin?
Mengapa kita mesti memiliki banyak pengetahuan untuk bisa memahami betapa sedikit pengetahuan kita?
Mengapa orang kota bersandar pada humor untuk bisa bertahan hidup & mengapa orang desa harus bertahan hidup untuk bisa tertawa?
Mengapa usia seseorang tidak dihitung dari seberapa dekat dia dari kematian?
Bukankah manusia sudah terlalu tua sekarang?
Seperti puisi ini, tidakkah hidupmu sudah dituliskan—& ditafsirkan orang lain, bahkan sebelum kamu bisa membacanya?
Bertemu di Temaram
sedang badai dalam diriku. hujan deras tiada henti-henti di beranda rumah di tengah jantungku menjaga jarak untuk menarikmu sudah kukirim tanda, tetapi kau tak tangkap makna-makna itu. sudah kubiarkan sungai dalam diri, tempat kau pulang berenang tiap kali lelah datang padamu yang gamang.
sudah kuberi tahu peta menuju diriku, rumah yang sepi di dalam jantung ini. jalan kecil untuk kakimu melaju lagi tiadakah terniat untuk menghampiri?
sedang badai di dalam diriku. hujan deras dalam rimba yang sunyi di beranda rumah di jantung ini.
aku menjaga jarak dari diriku sendiri.
gelombang yang datang dalam dada menggulung kau dan aku seperti sedia kala.
Sumber:
- https://id.m.wikipedia.org/wiki/Ibe_S._Palogai
- https://books.google.co.id/books?id=22QbEQAAQBAJ&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false
- https://www.goodreads.com/book/show/217243203-hidup-tetap-berjalan-dan-kita-telah-lupa-alasannya
- 1984
- 23:59 : Sebuah Novel
- Alucard
- Adat, Kelas, dan Indigenitas
- Apa yang Harus Dilakukan Ketika Doa Anda Tampak Tak Dijawab
- Apa yang Mengendalikan Kehidupanmu?
- Approximating The Distance Between Two People
- Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi
- Bandung Menjelang Pagi
- Buddha 3: Dewadatta
- Creepy Case Club 6: Kasus Hantu Panggung
- Dulu, Kini, dan Nanti
- Festival Hujan
- Flawed
- Gabriel and Zoe
- Gentayangan
- Going Offline: Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi
- Hukum Perseroan Terbatas
- Impressed
- Inyik Balang
- Janji Untuk Ayah
- Kalung Setengah Hati
- Kendalikan Uangmu: Yuk, Jadi Financial Planner untuk Diri Sendiri!
- Literature for Teens: The Second Fall
- Leadership Mastery
- Make Time: Cara Fokus pada Hal-Hal Penting Setiap Hari
- Mata di Tanah Melus
- Me and Mr. Old
- Merebah Riuh
- Misadventures Season
- Misteri Perpustakaan yang Hilang
- Momo
- My Big Book of Adventures
- Nak, Kamu Gapapa, Kan?
- Perempuan-Perempuan Kelu
- Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa
- Rampok Memori dan Bintang Sambit (We Could be Heroes)
- Relung Rasa Raisa
- Rembulan Cerminan Hatiku (Moon Represents My Heart)
- Rewrite the Stars
- Sempurna (Perfect)
- Teach Like Finland
- The Boy, the Mole, the Fox and the Horse
- The Night Country
- The Punk
- The Star Diaries
- This is Amiko
- We Free the Stars: Melepas Bintang