Pernah merasa tidak cukup baik, takut melangkah karena bayang-bayang kegagalan, atau terus membandingkan diri dengan orang lain? Jika jawabanmu “iya,” maka buku Insecurity Is My Middle Name karya Alvi Syahrin bisa menjadi teman yang pas untuk menemani perjalananmu.
Melalui buku ini, Alvi mengajak pembaca menyelami makna insecurity lebih dalam — bukan sekadar perasaan sesaat yang harus dihindari, melainkan sesuatu yang bisa dipahami, diterima, dan akhirnya diatasi. Dengan bahasa yang mengalir, ringan, namun sarat makna, setiap halaman terasa seperti pelukan hangat yang menguatkan, sekaligus pengingat halus agar kita tidak terjebak dalam pikiran negatif yang menghambat langkah maju.
Kalau kamu penasaran dan ingin tahu lebih banyak, yuk, simak ulasan lengkapnya di artikel ini! Siapa tahu, ini bisa jadi langkah awalmu untuk berdamai dengan rasa insecure dan tumbuh menjadi versi terbaik dari diri sendiri.
Table of Contents
Profil Alvi Syahrin, Penulis Insecurity Is My Middle Name
Alvi Syahrin adalah seorang penulis yang dikenal dengan gaya tulisannya yang penuh empati dan dekat dengan pembaca. Lewat karyanya, ia berusaha menjadi teman bagi mereka yang tengah berjuang menghadapi ketidakpastian hidup, rasa insecure, dan berbagai keresahan lainnya. Alvi sendiri pernah mengalami hal-hal yang ia tuliskan, sehingga setiap kata yang ia rangkai terasa lebih nyata dan relatable.
Selain aktif menulis buku, Alvi juga sering membagikan kutipan inspiratif di media sosial, terutama Instagram, untuk memberikan semangat kepada pengikutnya. Ia menempuh pendidikan di UPN Veteran Jawa Timur dengan gelar Sarjana Teknik Informatika. Meski latar belakang akademisnya di bidang teknologi, panggilannya dalam dunia literasi begitu kuat, membawanya menjadi salah satu penulis inspiratif yang karyanya banyak digemari.
Sinopsis Buku Insecurity Is My Middle Name
- Kenapa good-loking yang selalu dipilih?
- Lalu, siapa yang akan memilihku?
- Aku juga kayaknya nggak bisa apa-apa deh.
- Skill apa, ya, yang cocok buat aku?
- Tapi, aku harus mulai dari mana, ya?
- Aku bukan malas, hanya takut gagal lagi.
- Dan, aku malu, belum bisa banggain orangtua.
- Dan, aku kalah jauh dari teman-temanku.
- Jujur, aku iri sama pencapaian mereka.
- Nggak ada yang bisa dibanggakan dariku. .
Tapi, di sinilah kamu, menyentuh buku ini,
trying to feel something, trying to be something,
dan kamu sudah ada di langkah yang tepat,
karena di buku ini, ada 45 bab yang
membantumu berdamai dengan insecurity-mu.
Insecurity is My Middle Name merupakan buku self-healing yang ditulis oleh Alvi Syahrin. Melalui buku ini akan banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang selama ini bersarang di dalam kepala. Pada buku ini, penulis akan mengajak pembaca untuk berdamai dengan ‘insecurity’ yang selama ini dialami dengan cara yang positif, terus bertumbuh, terus berkembang dan menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sebelumnya. Pembaca akan diajak lebih mengenali makna insecurity dan tips untuk berdamai dengan diri sendiri.
Kutipan tulisan pada buku: “Jika kamu masih mengaitkan ‘beautiful’ dengan fisik, well you’ve missed a lot of real beautiful things. Menurutku, ‘beautiful’ ini banyak macamnya. Ada yang cantik tutur katanya, lembutnya cara dia berbicara, begitu hati-hati dalam setiap ucapannya dan menenangkan untuk di .dengar. Ada juga yang cantik perilakunya. Mungkin tak banyak bicara, tetapi selalu berusaha untuk berbuat baik dalam diam. Selalu mencari cara untuk menolong seseorang. Isn’t it beautiful?”
Buku berjumlah 45 bab ini memiliki ilustrasi full color yang akan membuat pembaca tidak mudah bosan membacanya. Buku ini akan menemai pembaca yang ingin lebih dalam mengenali dirinya sendiri dan membantu pembaca dalam membuka wawasan dan cara pandang tentang sikap yang sebaiknya diperbaiki.
Kelebihan dan Kekurangan Buku Insecurity Is My Middle Name
Kelebihan Buku Insecurity Is My Middle Name
Buku Insecurity Is My Middle Name karya Alvi Syahrin menghadirkan perspektif baru dalam memahami perasaan insecure yang sering kali menghambat kita. Dengan bahasa yang ringan dan relatable, buku ini mampu menjadi teman diskusi bagi siapa saja yang merasa tidak cukup baik, tertinggal dari teman-teman, atau takut menghadapi masa depan.
Salah satu keunggulan utama buku ini adalah strukturnya yang sistematis. Dibagi menjadi lima bagian utama—mulai dari keresahan soal penampilan fisik, ketidakpastian masa depan, rasa tertinggal dari teman sebaya, kebencian terhadap diri sendiri, hingga bagaimana cara berdamai dengan insecurity—buku ini membawa pembaca melalui perjalanan refleksi yang mendalam. Alvi tidak hanya sekadar menyampaikan teori, tetapi juga membagikan pengalaman pribadinya serta memberikan tips praktis untuk mengembangkan keterampilan yang bisa membantu kita lebih percaya diri.
Gaya bahasa yang digunakan pun sangat mengalir, seolah-olah Alvi sedang berbicara langsung dengan pembacanya. Tidak ada kesan menggurui, justru sebaliknya, ia hadir sebagai seorang teman yang memahami setiap keresahan yang kita alami. Kutipan-kutipan inspiratif dalaQm buku ini juga menjadi salah satu daya tariknya, membuat pembaca merasa dimengerti dan termotivasi untuk bangkit.
Selain itu, buku ini juga menawarkan perspektif spiritual dalam menghadapi insecurity. Alvi mengajak pembaca untuk tidak hanya berfokus pada duniawi, tetapi juga berkompetisi dalam hal-hal yang lebih bermakna, seperti memperbaiki ibadah dan menjadi pribadi yang lebih baik. Pendekatan ini membuat buku ini tidak hanya menjadi bacaan self-healing, tetapi juga bisa menjadi refleksi spiritual bagi yang membutuhkannya.
Secara keseluruhan, Insecurity Is My Middle Name adalah buku yang tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan insight mendalam tentang bagaimana kita bisa melihat insecurity sebagai pemantik untuk berkembang, bukan sebagai hambatan. Bagi siapa saja yang sering merasa overthinking atau membandingkan diri dengan orang lain, buku ini bisa menjadi pelipur lara sekaligus panduan untuk berdamai dengan diri sendiri.
Kekurangan Buku Insecurity Is My Middle Name
Meskipun Insecurity Is My Middle Name memiliki banyak kelebihan, ada beberapa aspek yang mungkin kurang cocok bagi sebagian pembaca. Salah satu kekurangan utamanya adalah buku ini tidak bersifat universal karena banyak mengambil referensi dari sudut pandang agama Islam.
Sayangnya, hal ini tidak dijelaskan secara eksplisit di cover atau blurb, sehingga beberapa pembaca non-Muslim merasa kurang bisa relate dengan isi buku.
Selain itu, penyajian buku ini dianggap terlalu sederhana, mirip dengan materi dasar dalam pelajaran tentang cara mengelola emosi dan bersikap. Bagi pembaca yang sudah sering membaca buku self-help, mungkin tidak akan menemukan banyak hal baru di dalamnya. Buku ini juga memiliki terlalu banyak subbab, yang justru membuatnya terasa kurang padat dan lebih seperti kumpulan pemikiran yang terpisah daripada sebuah narasi yang utuh.
Beberapa pembaca merasa bahwa pendekatan religius dalam buku ini bisa disampaikan dengan cara yang lebih inklusif, seperti yang dilakukan dalam beberapa buku self-improvement lainnya. Jika sejak awal buku ini diberikan label sebagai buku dengan perspektif Islami, pembaca akan memiliki ekspektasi yang lebih sesuai dan terhindar dari rasa kecewa setelah membelinya.
Namun, kekurangan ini tentu bersifat subjektif dan tergantung pada preferensi masing-masing pembaca. Jika kamu mencari buku self-healing dengan pendekatan yang lebih spiritual dalam Islam, maka Insecurity Is My Middle Name tetap bisa menjadi pilihan yang menarik.
Kesimpulan
Merasa tidak percaya diri dan tertinggal dari orang lain adalah hal yang wajar, dan di saat seperti itu, Insecurity Is My Middle Name bisa menjadi sahabat yang menemani perjalananmu. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan gaya seperti curhatan seorang teman, Alvi Syahrin mengajak pembaca untuk memahami insecurity dari perspektif yang lebih positif. Alih-alih dianggap sebagai hambatan, perasaan tersebut justru bisa menjadi pemicu untuk berkembang dan mengenali potensi diri lebih dalam.
Meskipun buku ini lebih banyak disampaikan dari sudut pandang Islami, isinya tetap relevan bagi siapa saja yang ingin memahami dan mengatasi rasa insecure. Banyak pelajaran berharga yang bisa diambil, terutama bagi mereka yang sedang dalam fase mencari kepercayaan diri.
Jika kamu penasaran dan ingin membacanya lebih lanjut, buku ini tersedia di Gramedia.com! Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu berusaha menghadirkan informasi dan produk terbaik untukmu. Yuk, terus bertumbuh bersama Gramedia! #TumbuhBersama
Penulis: Yasmin H. Assadila
Rekomendasi Buku Terkait
Sorry My Younger Self, I Cant Make You Happy But I Will
Ini bukan sekadar buku. Ini adalah lorong waktu.
Lorong waktu menuju:
masa kecil, masa remaja, masa dewasa, masa tua.
Bayangkan kamu bisa bertemu mereka:
diri kecilmu yang ceria, diri remajamu yang muram,
dirimu di masa depan yang tahu semua jawabannya.
Apa yang akan kamu sampaikan kepada mereka?
Apa yang akan kamu tanyakan?
Tapi, apakah kamu siap mendengarnya?
Bukalah buku ini, mereka ada di dalam sini.
Atomic Habits (Edisi Sampul Emas)
Orang mengira ketika ingin mengubah hidup, Anda perlu memikirkan hal-hal besar. Namun, pakar kebiasaan terkenal kelas dunia James Clear menemukan cara lain. Ia tahu bahwa perubahan nyata berasal dari efek gabungan ratusan keputusan kecil—dari melakukan dua push-up sehari, bangun lima menit lebih awal, sampai menahan sebentar hasrat untuk menelepon. Ia menyebut semua itu atomic habits. Dalam buku terobosan ini, Clear pada hakikatnya mengungkapkan bagaimana perubahan-perubahan sangat remeh tersebut dapat mewujud menjadi hasil-hasil yang sangat mengubah hidup. Ia menyingkap beberapa trik sederhana dalam hidup kita (seni Menumpuk Kebiasaan yang terlupakan, kekuatan tak terduga Aturan Dua Menit, atau trik untuk masuk ke Zona Goldilocks), serta menggali teori psikologi dan neurosains termutakhir untuk menerangkan mengapa semua itu penting. Ia menceritakan kisah-kisah inspiratif para peraih medali emas Olimpiade, para CEO terkemuka, dan ilmuwan-ilmuwan istimewa yang telah menggunakan ilmu pengetahuan tentang kebiasaan-kebiasaan kecil untuk tetap produktif, termotivasi, dan bahagia.
Loneliness is My Best Friend
Jujur, aku merasa nggak punya teman.
Aku cuma butuh teman cerita, satu aja.
Sekarang, aku seseorang tanpa circle.
Aku selalu jadi opsi kedua di hidup orang.
Latihan berteman dengan diri sendiri.
Jadi dewasa itu sepi, ya.
Keluargaku nggak sehangat keluarga lain.
Kayaknya, nggak ada yang sayang sama aku.
Aku nggak pernah punya kisah cinta.
Cara paling ampuh berdamai dengan kesepian.
- Anak Kecil yang Kehilangan Pundaknya
- Dunia Sophie
- Gadis Kretek
- Hidden Potential
- Kami (Bukan) Sarjana
- Kecerdasan Emosional
- Kukira Kau Obat Ternyata Patah Hati Terhebat
- Lima Sekawan: Rahasia Logam Ajaib
- MetroPop: Dewa Angkara Murka
- Negeri 5 Menara
- Pertanyaan-Pertanyaan untuk Tuhan
- Seni Menjadi Orang Tua Hebat
- The Art of Stoicism
- The Kremlin School of Negotiation
- Teruslah Bodoh Jangan Pintar