Rating: 3.83
Merebah Riuh adalah sebuah tetralogi buku puisi pertama yang ditulis oleh penulis. Kumpulan puisi dalam buku ini merupakan hasil karya yang ditulis penulis sejak bertahun-tahun yang lalu. Sebelumnya, penulis memiliki kebiasaan menulis di platform media sosial Tumblr. Menulis di Tumblr telah menjadi aktivitas yang sangat lekat dengan dirinya, bisa dikatakan sudah mendarah daging. Di platform tersebut, penulis dapat mengekspresikan segala yang dirasakan maupun dipikirkan. Penulis memiliki ketertarikan untuk menggunakan analogi, karena menurutnya, dengan cara tersebut pembaca dapat menafsirkan tulisannya dari berbagai sudut pandang.
Penulis dengan sengaja memutuskan untuk menjadikan buku Merebah Riuh sebagai sebuah tetralogi. Alasannya, menurut penulis, menulis dan membaca puisi memerlukan jeda. Puisi berbeda dengan novel, karena puisi hanyalah kumpulan kata-kata yang dirangkai sedemikian rupa, dan ketika dibaca, tidak memakan waktu yang terlalu lama. Oleh karena itu, buku ini dapat dinikmati dalam waktu luang tanpa mengganggu aktivitas yang sedang dilakukan oleh pembaca. Penulis juga tidak ingin menjadikan puisinya “padat dan penuh”, maka ia memutuskan untuk membaginya menjadi empat bagian.
Di antara banyak puisi yang terdapat dalam buku Merebah Riuh, penulis juga menyisipkan beberapa tulisan lain. Tulisan-tulisan ini bisa dikategorikan sebagai pemikiran, opini, serta luapan perasaan. Sebagian besar isi buku ini merupakan hasil dari pergumulan serta pertentangan antara logika dan suara hati itulah sebabnya penulis memanggil buku ini sebagai Poems and Thoughts Book.
Buku Merebah Riuh terdiri dari 172 halaman yang diterbitkan oleh Penerbit Bukune pada 29 Januari 2019. Gramin sudah merangkum profil Sacessahci, penulis buku ini, juga bagian sinopsis, kelebihan, kekurangan, dan pesan moral buku ini secara lengkap di bawah ini. Jangan lewatkan informasi pentingnya ya, selamat membaca!
Table of Contents
Profil Sacessahci – PenulisBuku Merebah Riuh
Sacessahci memulai karir kepenulisannya melalui platform Wattpad sejak Agustus 2017 dan hingga kini tetap aktif menulis cerita serta puisi yang berhasil menarik perhatian banyak pembaca. Kesuksesannya dibuktikan dengan dua buku yang sudah berhasil diterbitkan, yaitu Merebah Riuh (Penerbit Bukune, 2019) dan Bhumi Biru (Platinum Publisher, 2022). Selain itu, ia juga telah mempublikasikan dan menyelesaikan sejumlah cerita seperti Ketikanjaritangan, Redam Lebam, Temu Wicara 1 & 2, Merona Oranye, Semasa Merasa, dan Alegori.
Tak berhenti di situ, Sacessahci saat ini masih menggarap cerita berjudul Toscamomile. Bagi Grameds yang ingin mengenal lebih dekat dan mendapatkan informasi lebih lanjut tentang Sacessahci serta karyanya, kamu bisa mengunjunginya di media sosial. Sacessahci aktif di Wattpad dengan nama pengguna @sacessahci, di YouTube dengan channel bernama sacessahci, serta bisa dihubungi melalui email di sacessahci@gmail.com.
Sinopsis Buku Merebah Riuh
Tidak perlu meminta untuk tinggal. Yang singgah akan pergi. Yang tersesat akan mencari jalan lain. Yang dalam perjalanan akan sampai di tujuan. Sebab, siapa pun pasti merindukan pulang. Kalau ia tahu di mana rumahnya.
Untuk, sebentar.
Ada yang diminta untuk bertahan.
Sebentar bertahan.
Untuk mengerti.
Sebentar memahami.
Sebelum kemudian apa-apa yang bisa terlewatkan,
menjadi sesuatu yang
disesali.
Manusia khawatir.
Bahwa memang kekhawatiran-kekhawatiran itu
akan selalu ada.
Dan setiap orang memiliki kekhawatirannya
masing-masing.
Mungkin ini yang dinamakan proses bergerak.
Mencari cara untuk menghilangkan
si kekhawatiran yang ia rasakan.
Meski faktanya,
setelah satu tahap ia lewati
akan ada kekhawatiran lain
yang datang.
Manusia, serumit ini.
Mungkin lupa bersemesta.
Seperti aku,
jangan.
Tidak perlu kamu coba memahami apa maksudku.
Terjemahkan saja menurut
sudut pandangmu.
Isi kepala kita bukan sebuah duplikasi bentuk.
Dan jangan seperti aku.
Yang sama diri sendiri saja sering hilang arah.
Tidak mengerti apa maunya dan siapa dirinya.
Seperti aku,
jangan.
Tapi aku tetap ingin menjadi aku.
Tidak ingin jadi siapa-siapa yang lain.
Seperti aku,
jangan.
Nanti aku ada dua.
Satu saja merepotkan.
Kelebihan dan Kekurangan Buku Merebah Riuh
Kelebihan Buku Merebah Riuh
Hal pertama yang mencuri perhatian dari buku ini a adalah tampilan sampul dan judulnya. Dengan judul yang unik dan sangat puitis, buku ini langsung memberikan kesan bahwa isinya akan penuh dengan diksi indah yang sarat makna. Tampilan sampul buku ini juga sederhana namun memikat, menggambarkan sebuah bola kaca yang berisi kapal dengan rumah di atasnya, dikelilingi lautan berombak. Ilustrasi ini seolah mengundang pembaca untuk menelusuri kedalaman makna yang tersembunyi di balik setiap puisi dalam buku ini.
Buku ini bukan hanya sekadar kumpulan puisi saja, tetapi merupakan refleksi dari rasa dan isi hati sang penulis. Puisi-puisi di dalamnya terasa sangat hidup, penuh emosi, dan mampu menggugah perasaan pembaca. Dengan deskripsi yang sudah disebutkan, puisi-puisi ini tidak hanya menyampaikan kata-kata kosong belaka, tetapi juga membawa kehidupan serta menuturkan kisah yang berdenyut dengan kehangatan.
Keputusan untuk membagi buku ini menjadi tetralogi (gabungan dari satu karya yang terdiri dari 4 karya berbeda) menjadi salah satu kelebihan dari buku ini. Empat bagian yang terpisah dalam buku ini memberikan ruang bagi pembaca untuk berhenti sejenak, merenung, dan mendalami makna di balik setiap puisi. Hal ini memberikan kesempatan bagi pembaca agar tidak terburu-buru, melainkan menyelami lebih dalam tiap bait dan merenungkan bagaimana puisi-puisi tersebut dapat beresonansi dengan pengalaman pribadi mereka secara.
Satu hal yang menambah daya tarik buku ini adalah ilustrasi yang disertakan di setiap halaman. Setiap halaman puisi diselingi dengan ilustrasi yang indah secara visual dan mendukung makna dari puisi itu sendiri. Ilustrasi-ilustrasi ini dapat memperkuat pengalaman membaca, dengan warna-warna yang dipilih dengan cermat dan desain yang menggambarkan esensi dari puisi itu sendiri.
Selain itu, puisi-puisi dalam Merebah Riuh ini bersifat multitafsir sehingga memberikan kebebasan bagi pembaca untuk menginterpretasikan maknanya sesuai dengan pengalaman pribadi masing-masing. Ini adalah kelebihan lain yang membuat buku ini terasa lebih personal bagi setiap pembacanya. Puisi-puisi ini seperti cermin, di mana pembaca bisa melihat refleksi diri mereka sendiri dalam setiap kata dan bait yang ditulis. Setiap diksi yang digunakan memberikan ruang yang luas bagi pembaca untuk memahami dan memaknai sesuai dengan perasaan atau situasi yang mereka alami.
Buku ini sangat cocok untuk dibaca kapan saja, terutama ketika ingin merenung atau mencari inspirasi. Format penulisannya yang tidak padat, dengan satu puisi per halaman, membuatnya mudah dicerna. Tidak hanya itu, buku ini juga mampu memberikan pengalaman reflektif yang mendalam, membangkitkan emosi, dan memberikan ruang bagi pembaca untuk berefleksi atas kehidupan mereka sendiri.
Kekurangan Buku Merebah Riuh
Penutup
Merebah Riuh adalah teman sempurna bagi Grameds yang ingin merenung atau mencari ketenangan di tengah kesibukan dan kelelahan. Setiap bait puisi yang terkandung di dalamnya seperti aliran air sungai yang lembut, mampu meresap dan menenangkan hati ketika pikiran terasa buntu. Karya ini bagaikan pelipur di kala letih, buku ini dapat membawa kalian menjelajahi perasaan yang tersembunyi di balik kata-kata yang indah, mengajak kalian untuk berhenti sejenak, merenungi makna hidup, dan menemukan kembali secercah inspirasi yang hilang.
Grameds yang ingin membaca buku Merebah Riuh karya Sacessahci, bisa dapatkan buku ini hanya di Gramedia.com! Gramin juga sudah menyediakan rekomendasi buku-buku rekomendasi yang lain di bawah ini. Yuk langsung saja dapatkan buku-buku terbaik hanya di Gramedia.com! Gramedia akan selalu menjadi #SahabatTanpaBatas yang siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Buku
Hujan Bulan Juni
AKU INGIN
aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu aku ingin mencintaimu dengan sederhana: dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada Sapardi Djoko Damono, 1989
Sajak-sajak 1971 umumnya adalah sajak-sajak yang bila dibaca penyair lain akan menimbulkan seru, “Mengapa saya tidak menulis seperti itu tentang itu!”. Dengan kata lain, merupakan puisi-puisi yang harus (karena layak) dicemburui… (Goenawan Mohamad)
…ia telah menciptakan genre baru dalam kesusastraan Indonesia, yang sampai kini belum ada nama yang sesuai untuknya… Ia seorang penyair yang orisinal dan kreatif, yang eksperimen-eksperimennya —inovasi yang sangat mengejutkan dalam segala kesederhanaannya… (A.Teeuw)
Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau
Apakah hatiku mangkuk dangkal yang pecah— yang alangkah mudah diisi, namun mustahil penuh?
Apakah mencintai diri sendiri berarti menjadi batu yang dilemparkan ke lautan lepas tanpa dasar?
Mengapa darah lebih api daripada api?
Mengapa luka tidak memaafkan pisau—& mata pisau bisa membayangkan dirinya sebagai cermin?
Mengapa kita mesti memiliki banyak pengetahuan untuk bisa memahami betapa sedikit pengetahuan kita?
Mengapa orang kota bersandar pada humor untuk bisa bertahan hidup & mengapa orang desa harus bertahan hidup untuk bisa tertawa?
Mengapa usia seseorang tidak dihitung dari seberapa dekat dia dari kematian?
Bukankah manusia sudah terlalu tua sekarang?
Seperti puisi ini, tidakkah hidupmu sudah dituliskan—& ditafsirkan orang lain, bahkan sebelum kamu bisa membacanya?
Bertemu di Temaram
sedang badai dalam diriku. hujan deras tiada henti-henti di beranda rumah di tengah jantungku menjaga jarak untuk menarikmu sudah kukirim tanda, tetapi kau tak tangkap makna-makna itu. sudah kubiarkan sungai dalam diri, tempat kau pulang berenang tiap kali lelah datang padamu yang gamang.
sudah kuberi tahu peta menuju diriku, rumah yang sepi di dalam jantung ini. jalan kecil untuk kakimu melaju lagi tiadakah terniat untuk menghampiri?
sedang badai di dalam diriku. hujan deras dalam rimba yang sunyi di beranda rumah di jantung ini.
aku menjaga jarak dari diriku sendiri.
gelombang yang datang dalam dada menggulung kau dan aku seperti sedia kala.
Sumber:
- https://books.google.co.id/books?id=S4-JEAAAQBAJ&pg=PA5&source=gb_mobile_entity&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&gboemv=1&gl=ID&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false
- https://www.goodreads.com/book/show/44318729-merebah-riuh
- https://www.wattpad.com/user/sacessahci
- 1984
- 23:59 : Sebuah Novel
- Alucard
- Adat, Kelas, dan Indigenitas
- Apa yang Harus Dilakukan Ketika Doa Anda Tampak Tak Dijawab
- Apa yang Mengendalikan Kehidupanmu?
- Approximating The Distance Between Two People
- Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi
- Bandung Menjelang Pagi
- Buddha 3: Dewadatta
- Creepy Case Club 6: Kasus Hantu Panggung
- Dulu, Kini, dan Nanti
- Festival Hujan
- Flawed
- Gabriel and Zoe
- Gentayangan
- Going Offline: Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi
- Hukum Perseroan Terbatas
- Impressed
- Inyik Balang
- Janji Untuk Ayah
- Kalung Setengah Hati
- Kendalikan Uangmu: Yuk, Jadi Financial Planner untuk Diri Sendiri!
- Literature for Teens: The Second Fall
- Leadership Mastery
- Make Time: Cara Fokus pada Hal-Hal Penting Setiap Hari
- Mata di Tanah Melus
- Me and Mr. Old
- Merebah Riuh
- Misadventures Season
- Misteri Perpustakaan yang Hilang
- Momo
- My Big Book of Adventures
- Nak, Kamu Gapapa, Kan?
- Perempuan-Perempuan Kelu
- Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa
- Rampok Memori dan Bintang Sambit (We Could be Heroes)
- Relung Rasa Raisa
- Rembulan Cerminan Hatiku (Moon Represents My Heart)
- Rewrite the Stars
- Sang Penyelaras Nada
- Sempurna (Perfect)
- Seni Memenangkan Apa Pun ala Sun Tzu
- Teach Like Finland
- The Boy, the Mole, the Fox and the Horse
- The Night Country
- The Punk
- The Star Diaries
- The Way of Peace
- This is Amiko
- We Free the Stars: Melepas Bintang