in

Review Buku Negeri 5 Menara Karya A. Fuadi

Pernahkah kamu merasa bimbang dengan jalan yang sedang kamu tempuh? Atau mungkin, ada saat di mana kamu merasa iri melihat kesuksesan orang lain yang terlihat begitu mudah diraih? Jika iya, Negeri 5 Menara karya A. Fuadi bisa menjadi bacaan yang membuka perspektif baru tentang arti perjuangan, impian, dan takdir.

Negeri 5 Menara

Novel ini mengisahkan perjalanan seorang anak muda yang awalnya masuk pesantren bukan atas keinginannya sendiri. Namun, di luar dugaan, pengalaman tersebut justru menjadi awal dari petualangan penuh inspirasi yang mengubah hidupnya. Dengan latar kehidupan pesantren yang kaya akan nilai-nilai kebijaksanaan, buku ini mengajarkan bahwa ketekunan, kesabaran, dan keyakinan dapat membawa seseorang melampaui batas yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya.

Penasaran dengan kisah lengkapnya? Yuk, simak ulasan selengkapnya!

Profil A. Fuadi, Penulis Negeri 5 Menara

Ahmad Fuadi, atau lebih dikenal sebagai A. Fuadi, adalah seorang penulis, jurnalis, dan pegiat sosial yang dikenal lewat novel Negeri 5 Menara. Lahir di Nagari Bayur, sebuah kampung kecil di tepi Danau Maninjau, Sumatera Barat, Fuadi tumbuh dalam lingkungan yang sarat dengan nilai pendidikan. Kedua orang tuanya adalah pendidik—ibunya seorang guru SD, sementara ayahnya mengajar di madrasah.

Negeri 5 Menara

Merantau ke Jawa atas permintaan ibunya, Fuadi menempuh pendidikan di Pondok Modern Gontor. Di sanalah ia menemukan filosofi hidup yang kemudian menjadi pegangan kuat dalam perjalanannya: man jadda wajada—siapa yang bersungguh-sungguh, akan berhasil. Selain itu, ia menyadari bahwa ilmu dan penguasaan bahasa asing adalah kunci untuk menjelajahi dunia. Dengan tekad itu, ia berhasil lolos ke Universitas Padjadjaran (Unpad) jurusan Hubungan Internasional melalui UMPTN.

Semasa kuliah, berbagai kesempatan membuka jalannya ke dunia yang lebih luas. Ia terpilih mewakili Indonesia dalam Youth Exchange Program di Quebec, Kanada, serta mendapatkan kesempatan belajar selama satu semester di National University of Singapore melalui SIF Fellowship. Setelah lulus, ia bergabung sebagai wartawan di majalah Tempo dan menjalani pendidikan jurnalistik langsung dari para seniornya.

Karier akademiknya semakin berkembang ketika ia meraih beasiswa Fulbright untuk melanjutkan studi S-2 di School of Media and Public Affairs, George Washington University. Di Washington DC, ia juga bekerja sebagai koresponden Tempo dan wartawan Voice of America (VOA). Salah satu liputan bersejarah yang ia lakukan adalah melaporkan peristiwa 11 September 2001 langsung dari Pentagon, White House, dan Capitol Hill.

Jendela dunia kembali terbuka ketika ia mendapatkan beasiswa Chevening untuk mendalami film dokumenter di Royal Holloway, University of London. Saat ini, ia aktif sebagai Direktur Komunikasi di The Nature Conservancy, sebuah organisasi yang bergerak di bidang konservasi lingkungan.

Selain menulis, Fuadi dan istrinya yang juga seorang jurnalis, memiliki hobi membaca dan traveling. Novel Negeri 5 Menara merupakan buku pertama dari trilogi yang ia rancang, mengisahkan pengalaman inspiratifnya dalam dunia pendidikan. Setengah dari royalti bukunya didedikasikan untuk Komunitas Menara, sebuah organisasi sosial berbasis relawan yang menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, dan bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan.

Sinopsis Buku Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara

Seumur hidupnya Alif tidak pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Masa kecilnya dilalui dengan berburu durian runtuh di rimba Bukit Maninjau. Tiba-tiba dia harus melintas punggung Sumatera menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur. Ibunya ingin dia menjadi Buya Hamika walau Alif ingin menjadi Habibie. Dengan setengah hati dia mengikuti perintah ibunya: belajar di pondok.

Di hari pertama di Pondok Madani (PM) Alif terkesima dengan “mantra” sakti man jadda wajada. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti sukses. Dipersatukan oleh hukuman jewer berantai, Alif berteman dengan Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Dulmajid dari Sumenep, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Di bawah menara masjid, mereka menunggu maghrib sambil menatap awan lembayung yang bearak ke ufuk. Awan-awan itu menjelma menjadi negara dan benua impian mereka masing-masing. Ke mana impian akan membawa mereka? Mereka tidak tahu. Yang mereka tahu adalah: jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apa pun. Tuhan sungguh Maha Mendengar.

Negeri 5 Menara adalah buku pertama dari sebuah trilogi, ditulis oleh Ahmad Fuadi, mantan wartawan TEMPO & VOA, penerima beasiswa luar negeri, penyuka fotografi, dan terakhir menjadi Direktur Komunikasi di sebuah NGO konservasi. Alumni Pondok Modern Gontor, HI Unpad, George Washington University, dan Royal Holloway, University of London ini meniatkan sebagian royalti trilogi ini untuk membangun Komunitas Menara, sebuah lembaga sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu dengan basis sukarelawan.

Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi hadir dalam format soft cover dengan jumlah halaman sebanyak 423 halaman. Buku ini diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama dan pertama kali terbit pada 14 Juni 2017. Dengan ukuran panjang 20 cm dan lebar 13,5 cm, buku ini cukup nyaman untuk dibaca dan dibawa ke mana-mana. Memiliki berat sekitar 0,16 kg, novel ini menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami oleh berbagai kalangan.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara

Pros & Cons

Pros
  • Inspiratif dan membangkitkan semangat dengan filosofi Man Jadda Wajada.
  • Gaya bahasa mengalir, lugas, dan mudah dipahami.
  • Membuka wawasan tentang kehidupan di pesantren.
  • Karakter yang hidup dan relatable.
  • Mengandung nilai moral yang kuat tentang keikhlasan dan perjuangan.
Cons
  • Ide cerita terasa standar dan kurang orisinal.
  • Perjuangan tokoh kurang tergambar jelas, ada lompatan dalam alur.
  • Alur cerita cenderung datar dan kurang emosional.
  • Beberapa bagian terlalu panjang dan kurang relevan.
  • Makna judul kurang jelas dan membingungkan pembaca.

Kelebihan Buku Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara

Buku Negeri 5 Menara memiliki banyak kelebihan yang membuatnya layak menjadi salah satu bacaan inspiratif. Salah satu kekuatan utama buku ini adalah pesan motivasi yang sangat kuat. Filosofi Man Jadda Wajada yang diusung dalam cerita berhasil membangkitkan semangat juang bagi siapa saja yang membacanya. Kisah perjalanan Alif dan teman-temannya di Pondok Modern Gontor mengajarkan bahwa kerja keras dan ketekunan adalah kunci utama untuk mencapai kesuksesan.

Gaya penulisan A. Fuadi yang mengalir, jernih, dan lugas juga menjadi nilai tambah. Sebagai seorang jurnalis, ia mampu menyajikan cerita dengan deskripsi yang jelas dan hidup, sehingga pembaca dapat dengan mudah membayangkan suasana pondok, pergulatan batin para tokohnya, serta perjalanan hidup mereka. Alurnya yang tidak bertele-tele membuat novel ini terasa nyaman untuk diikuti tanpa kesan membosankan.

Keunggulan lain dari buku ini adalah kemampuannya menjangkau pembaca lintas agama dan budaya. Meskipun berlatar di sebuah pesantren, novel ini tidak hanya menyoroti ajaran Islam secara eksklusif, tetapi juga menyajikan nilai-nilai universal seperti persahabatan, kerja keras, dan keberanian dalam meraih impian. Banyak pembaca non-Muslim pun bisa menikmati buku ini dan mendapatkan wawasan baru mengenai filosofi serta kehidupan di pesantren.

Selain itu, buku ini juga berhasil mematahkan stigma bahwa pesantren hanya berfokus pada pendidikan agama dan memiliki sistem yang kaku. Melalui cerita Alif dan kawan-kawannya, pembaca diajak melihat bagaimana pondok pesantren juga mengajarkan ilmu pengetahuan umum, bahasa asing, serta membentuk karakter santrinya untuk menjadi individu yang lebih mandiri dan berwawasan luas.

Salah satu aspek menarik lainnya adalah bagaimana novel ini mengangkat konsep talenta dan kesuksesan yang beragam. Buku ini mengajarkan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan jalannya masing-masing. Tidak semua orang harus unggul dalam ilmu pasti untuk berhasil dalam hidup. Pesantren dalam cerita ini justru membantu murid-muridnya mengenali dan mengembangkan bakat mereka, baik dalam seni, kepemimpinan, maupun bidang lainnya.

Karakter-karakter dalam Negeri 5 Menara juga terasa sangat hidup dan relatable. Ketakutan, kegelisahan, serta kebahagiaan yang dialami Alif saat pertama kali merantau ke pesantren tergambar dengan sangat nyata, sehingga pembaca bisa ikut merasakan perjuangannya. Hubungan persahabatan yang erat antara tokoh-tokohnya juga menjadi salah satu daya tarik yang membuat cerita ini semakin berkesan.

Secara keseluruhan, Negeri 5 Menara adalah novel yang tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan banyak pelajaran hidup. Nilai-nilai moral seperti kerja keras, ketekunan, serta pentingnya menjaga mimpi terselip di setiap lembar ceritanya. Buku ini sangat direkomendasikan, terutama bagi siapa saja yang sedang mencari bacaan yang bisa membangkitkan semangat dan memberikan inspirasi baru. Man Jadda Wajada!

Kekurangan Buku Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara

Meskipun Negeri 5 Menara memiliki banyak nilai positif, ada beberapa aspek yang bisa dianggap sebagai kekurangan dalam novel ini. Salah satu kelemahan utama adalah ide ceritanya yang terasa standar. Tema tentang perjuangan meraih mimpi bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia sastra, terutama setelah kesuksesan Laskar Pelangi. Meskipun berlatar pesantren, alur cerita dalam buku ini tidak memberikan eksplorasi mendalam mengenai bagaimana tokoh-tokohnya mencapai kesuksesan. Perjalanan Alif dan teman-temannya dari santri hingga sukses terasa seperti melompat begitu saja tanpa detail perjuangan yang lebih nyata. Hal ini membuat pembaca kurang merasakan tantangan dan proses yang mereka hadapi secara mendalam.

Selain itu, sistem pendidikan dan kehidupan di Pondok Madani dalam novel ini mengingatkan pada pola yang sering ditemui dalam cerita sekolah berasrama seperti Harry Potter. Mulai dari proses masuk, tahapan ujian, hingga kompetisi olahraga memberikan kesan familiar yang mungkin bagi sebagian pembaca terasa kurang orisinal. Hal ini memunculkan pertanyaan apakah memang semua sekolah berasrama memiliki sistem serupa atau justru cerita ini kurang memberikan perspektif yang benar-benar unik.

Judul Negeri 5 Menara juga menjadi salah satu aspek yang bisa dikritisi. Sejak awal, pembaca dibuat penasaran tentang makna di balik judul tersebut. Namun, penggambaran mengenai lima negeri yang dimaksud tidak dijelaskan dengan jelas dalam novel ini. Apakah yang dimaksud adalah Bukittinggi, Amerika Serikat, London, Kairo, atau Jakarta? Pembaca harus menebak-nebak karena keterangannya terasa kurang mendalam. Hal ini mungkin karena novel ini memang direncanakan sebagai bagian dari sebuah tetralogi, sehingga ada informasi yang sengaja disimpan untuk buku lanjutannya.

Alur cerita dalam Negeri 5 Menara juga terasa terlalu panjang dan cenderung membosankan di beberapa bagian. Ada banyak deskripsi panjang yang tidak terlalu relevan, sementara inti cerita justru tidak digali lebih dalam. Konflik yang dihadirkan juga terasa datar dan kurang mampu membangun ketegangan yang berarti. Akibatnya, novel ini bisa terasa monoton bagi pembaca yang mengharapkan cerita dengan dinamika emosi yang lebih kuat. Jika diibaratkan grafik, alur novel ini lebih menyerupai garis yang hanya naik turun sedikit tanpa perubahan drastis yang bisa membuat pembaca terpikat secara emosional.

Meskipun begitu, harus diakui bahwa buku ini tetap menyampaikan banyak nilai moral yang berharga, seperti keikhlasan, keyakinan, dan pentingnya kerja keras. Filosofi Man Jadda Wajada tetap menjadi pesan inspiratif yang bisa diambil. Namun, secara keseluruhan, bagi sebagian pembaca yang mencari sesuatu yang baru dan segar, novel ini mungkin terasa biasa saja. Sebuah cerita, meskipun sederhana, bisa menjadi luar biasa jika dikemas dengan lebih cerdas dan menarik—dan sayangnya, elemen ini tidak terlalu menonjol dalam Negeri 5 Menara.

Kesimpulan

Negeri 5 Menara

Negeri 5 Menara bukan sekadar novel yang menggambarkan kehidupan di pesantren, tetapi juga kisah tentang perjuangan, mimpi, dan semangat pantang menyerah. Dengan gaya bahasa yang mengalir dan pesan moral yang kuat, buku ini mampu menginspirasi pembacanya untuk terus berusaha meraih cita-cita, apa pun rintangannya.

Meskipun terdapat beberapa kekurangan dalam alur dan pengembangan cerita, nilai-nilai yang terkandung dalam novel ini tetap membekas di hati. Perjalanan Alif dan teman-temannya penuh dengan pembelajaran berharga yang bisa menjadi cermin bagi siapa saja yang tengah berjuang mewujudkan impiannya.

Penasaran dengan kisah mereka? Jangan ragu untuk membaca bukunya dan temukan sendiri inspirasinya! Dapatkan Negeri 5 Menara di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap menghadirkan informasi dan produk terbaik untukmu. Yuk, kita #TumbuhBersama dengan Gramedia!

Penulis: Yasmin H. Assadila

Rekomendasi Buku A. Fuadi

Buya Hamka Edisi Poster Film

Buya Hamka Edisi Poster Film

Membaca kisah hidup Hamka bagai menonton aneka film sekaligus. Film petualangan penuh adegan mendebarkan, film religi yang menyentuh sanubari, dan film romantis yang terasa manis di hati. Hidupnya memang kerap berayun ekstrem dari satu kutub ke kutub lain. Mulai dari penulis roman sampai jadi ulama besar penulis tafsir, dari gerilyawan melawan Belanda sampai dituduh makar dan ditangkap oleh Orde Lama. Tapi di kemudian hari, dia malah diangkat jadi pahlawan nasional. Kronika dunia Hamka yang dirangkum di buku ini bagai buket dari taman bunga yang luas. Bunga itu wangi, indah warna-warni karena dipelihara secara kolektif oleh banyak hati. Taman bunga yang terhampar itulah hikayat Hamka yang menginspirasi, melintas banyak generasi.

Rantau 1 Muara

Rantau 1 Muara

Life is perfect, Kepercayaan diri Alif sedang menggelegak. Sudah separuh dunia dia kelilingi, tulisannya tersebar di banyak media, dan dia diwisuda dengan nilai terbaik. Perusahaan mana yang tidak tergiur merekrutnya? Namun Alif lulus di saat yang salah. Akhir ’90-an, Indonesia dicekik krisis ekonomi dan dihoyak reformasi. Lowongan pekerjaan sulit dicari. Hal ini diperparah dengan terjadinya peristiwa 11 September 2001 di World Trade Center, New York, yang semakin menggoyahkan jiwanya. Kenapa orang dekatnya harus hilang? Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya. Dari mana dia bermula dan ke mana dia akhirnya akan bermuara? Mantra ketiga “man saara ala darbi washala” (siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif. Hidup hakikatnya adalah perantauan.

Novel Anak Rantau

Novel Anak Rantau

Hepi, perantau bujang yang menyalakan dendam di tepi danau. Martiaz, ayah yang pecah kongsi dengan anaknya di simpang jalan. Datuk, kakek yang ingin menebus dosa masa lalu di tengah surau. Pandeka Luko, pahlawan gila yang mengobati luka lama di rumah usang. Apakah “alam terkembang jadi guru” menjadi amanat hidupnya? Mungkinkan maaf dan lupa menjadi penawar bagi segenap luka? Ikuti petualangan Hepi bersama Attar penembak jitu dan Zen penyayang binatang, bertemu semua tokoh ini, bertualang mendatangi sarang jin, menghadapi lelaki bermata harimau, memburu biduk hantu, dan menyusup ke markas pembunuh. Semuanya demi melunasi sebuah dendam, sebuah rindu.

Written by Adila V M

A half-time writer, a full-time dreamer.