in

Review Buku Puisi Perihal Gendis

Perihal Gendis merupakan buku antologi puisi karya Sapardi Djoko Damono yang diterbitkan pada tahun 2018 oleh Gramedia Pustaka Utama. Eyang Sapardi, begitulah panggilan akrabnya sebelum beliau tutup usia di tahun 2020 setelah menerbitkan buku puisi terakhirnya berjudul Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang? yang berkolaborasi dengan penulis muda @rintiksedu.

Melalui karya terakhirnya tersebut, Eyang Sapardi semakin dikenal oleh anak-anak muda dan semakin banyak yang mencintai karyanya. Tidak hanya itu, puisinya yang berjudul Hujan Bulan Juni dan Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana juga begitu populer. Beliau adalah napas dari dunia sastra Indonesia, mari berkenalan lebih dalam dengan sastrawan legendaris ini.

 

Penulis Buku Puisi Perihal Gendis

Holiday Sale

Sapardi Djoko Damono, lahir di Solo pada 20 Maret 1940, merupakan sastrawan legendaris Indonesia yang telah menerima banyak penghargaan dan apresiasi berkat karya-karyanya yang luar biasa. Selain itu, Eyang Sapardi merupakan pensiunan Guru Besar di Universitas Indonesia, mantan dosen pascasarjana di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Universitas Diponegoro, dan ISI Surakarta. Beliau juga pernah bekerja menjadi redaktur di Horison, Basis, dan Kalam, hingga kini beliau dikenal sebagai seorang penulis, pengamat sastra, pakar sastra, dan kritikus sastra.

Eyang Sapardi telah menerima penghargaan pencapaian seumur hidup di bidang Kebudayaan dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (2017), The Habibie Center (2016), Masyarakat Sastera Asia Tenggara (Mastera, 2015), Akademi Jakarta (2012), dan Freedom Institute (2003).

Sejak menjadi murid SMA, Eyang Sapardi telah menulis dan menerjemahkan puisi, cerpen, novel, esai, dan drama yang beberapa di antaranya telah diterbitkan Gramedia Pustaka Utama. Buku puisi yang diterbitkan berjudul Hujan Bulan Juni, Melipat Jarak, Babad Batu, duka-Mu Abadi, Ayat-ayat Api, Ada Berita Apa Hari Ini, Den Sastro?, Kolam, Namaku Sita, Yang Fana adalah Waktu, Sutradara Itu Menghapus Dialog Kita, dan Masih Ingatkah Kau Jalan Pulang?.

Selain puisi, GPU menerbitkan novel Trilogi Soekram, Hujan Bulan Juni, dan Pingkan Melipat Jarak (sekuel kedua novel Hujan Bulan Juni), juga esai Bilang Begini Maksudnya Begitu (buku apresiasi puisi), Alih Wahana, Segi Tiga, dan masih banyak lagi.

Peranan Eyang Sapardi dalam dunia sastra Indonesia sangat penting. Dikutip dari Ensiklopedia Kemendikbud, A. Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989) menyatakan bahwa Sapardi adalah cendekiawan muda yang mulai menulis sekitar tahun 1960. Ada perkembangan yang jelas terlihat dalam puisi Eyang Sapardi, terutama dalam hal susunan formal puisi-puisinya. Beliau seorang penyair yang orisinil dan kreatif dengan segala kerendahan hatinya.

 

Sinopsis Buku Puisi Perihal Gendis

Perihal Gendis berisi 15 puisi yang banyak menampilkan narasi dan dialog di dalamnya. Buku ini diceritakan melalui sudut pandang anak perempuan berusia 12 tahun, yaitu Gendis yang sepi. Ia di rumah sendirian, ayahnya pamit pergi ke Selatan dan ibunya berkata menyusul ke Utara.

“Barangkali tidak perlu
mencari tahu
dan menjadi risau kenapa
Ayah ke Selatan
Ibu ke Utara.

Aku ingin ke Barat
sendiri saja
membelakangi bukit Timur
sarang matahari pagi itu.

Tidak perlu
menjadi risau.

Tidak perlu
sama sekali.”

(Puisi “Tak Perlu”, hal. 55)

Lewat sudut pandang perempuan berusia 12 tahun, Gendis dalam heningnya tak jarang akan berdialog dengan apapun yang ada di sekitarnya. Segalanya seolah ingin mengatakan sesuatu pada Gendis, perempuan lugu yang di rumah sendirian, ditinggalkan oleh ayah dan ibunya. Ia selalu berharap mendapat ketukan pintu, tapi ketukan itu tidak pernah datang.

Ayahnya pergi ke Utara. Ibunya pergi ke selatan. Gendis ingin sekali bisa menghilang dan pergi ke negeri dongeng–sendiri saja. Ia tidak ingin memilih siapa-siapa, ia tidak ingin ikut siapa-siapa, ia ingin sendiri saja. Berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia bisa melalui kesendirian itu.

Namun seberapa ingin pun Gendis pergi dari sana, ia tidak pernah bisa meninggalkan rumah. Ada begitu banyak kenangan dan hal-hal yang ia cintai, meski kini di rumah itu tak pernah ada suara selain suara tangisnya sendiri.

“Untuk apa pula aku meninggalkanmu, Rumah? Di sini pun aku bisa menangis, bukan? Sekarang pun aku bisa menangis, bukan? Sekarang pun aku sedang menangis, bukan?”

Gendis dan kesedihannya yang ia simpan rapat-rapat. Hanya pada benda-benda mati–yang tidak sepenuhnya mati–ia berbagi kesedihan itu: dinding, langit-langit kamar, burung merpati, bunga sepatu, layar televisi, sebutir batu, dan rerumputan. Gendis yang malang, yang berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis, meski pada akhirnya menangislah ia.

 

Review Buku Puisi Perihal Gendis

Perihal Gendis, tidak hanya menceritakan tentang Gendis, tapi juga tentang kamu. Tentang kita. Tentang manusia yang ditinggalkan. Gendis bisa merupa kita, yang diam-diam menyimpan luka dan tidak ingin menunjukkannya pada dunia.

Peluncuran Buku Perihal Gendis di Acara The Readers Fest (Sumber: Gramedia.com)

Perihal Gendis pertama kali dilucurkan di acara The Readers Fest pada 6 Oktober 2018. Perihal Gendis ditulis oleh Eyang Sapardi pada masa pemulihannya setelah hampir satu bulan dirawat di rumah sakit beberapa waktu sebelumnya. Buku puisi dengan tebal 70 halaman yang terdiri dari 15 puisi ini telah berhasil ditulisnya dengan sederhana dan kaya akan makna.

15 puisi yang ada dalam buku ini meliputi: Percakapan di Luar Riuh Suara, Pada Suatu Hari Sekitar Jam 4 Sore, Hening Gendis, Duduk di Teras Belakang Waktu Bulan Purnama, Dongeng Kakek, Apa Sebaiknya Aku Tak Bermimpi Lagi, Siapa yang Sembunyi, Aku Ingin Sungai Tanpa Kendali, Ada Bintang Jatuh, Menjenguk Wajah di Kolam, Konon, Memutar Kunci Pintu Rumah, Langit-Langit, Tak Perlu, dan Selamat Tidur.

Setiap puisi saling tersambung satu sama lain dan membentuk suatu cerita tentang tokoh yang namanya dijadikan judul buku puisi ini yaitu Gendis. Ketika mendapati kebingungan pada bait puisi sebelumnya, bait puisi lainnya seakan menjadi penyelamat agar kamu sebagai pembaca perlahan-lahan dapat memahaminya.

 

Pros & Cons

Pros
  • Diksi yang digunakan sangat indah dan khas Sapardi Djoko Damono
  • Pesan yang disampaikan dalam puisi sangat mendalam
  • Puisi yang “gelap” tapi bisa menjadi refleksi bagi pembaca
  • Buku puisi ini bisa menjadi teman bagi siapa saja yang merasa kesepian
Cons
  • Meskipun tipis, harga buku ini cukup mahal

 

Cover pada buku ini menampilkan seorang perempuan dengan pakaian edgy-nya, rambut yang dikepang dua, dan tangan yang berada di atas kepala, seolah menggambarkan betapa percaya dirinya perempuan itu. Selain desain cover-nya yang tampak simple namun eyecatching, kutipan puisi di belakang buku dengan warna merah menjadi hal yang menarik dan meneguhkan niat bahwa memang buku ini layak untuk dibawa pulang.

Setiap membaca puisi Eyang Sapardi, puisinya seperti magis yang langsung menggambarkan suasana tenang, syahdu, namun kelam dan menusuk, hingga masuk ke dalam relung-relung hati terdalam. Imaji beliau tak pernah lepas dari segala hal yang ada di sekitarnya.

Setiap puisi yang dihadirkan juga khas sentuhan tangan Eyang Sapardi yang memiliki keindahan diksi. Perihal Gendis disebut sebagai kitab puisi dan bukan kumpulan puisi atau pilihan sajak seperti buku-buku sebelumnya, karena dalam buku ini memiliki satu fokus, yaitu tokoh Gendis.

Tapi Gendis hanyalah nama. Sesungguhnya Gendis bisa merupa siapa saja dan kamu akan ikut merasa menjadi bagian di dalamnya. Semua puisi yang ada di dalam buku ini berisikan tentang berbagai macam permasalahan kehidupan sehari-hari. Bahkan, ketika membacanya pun, kita akan merasa seperti cermin dari diri sendiri.

Meskipun tipis dan kamu dapat menyelesaikannya dalam sekali duduk, buku ini membutuhkan konsentrasi cukup agar dapat memahami setiap puisi yang dihadirkan. Eyang Sapardi memberi kebebasan bagi para pembacanya untuk menginterpretasi dan merefleksikan isi tulisannya.

Dalam buku ini juga terdapat ilustrasi abstrak yang maknanya mungkin akan sulit dipahami oleh orang awam. Selain menceritakan tentang Gendis, si gadis sepi yang ditinggalkan orang tuanya, puisi-puisi dalam buku ini juga seperti kritikan untuk para orangtua yang tidak mengurus dan menelantarkan anaknya, sehingga sang anak tumbuh dalam penderitaan dan kesepian.

Perihal Gendis masuk dalam kategori salah satu buku sastra terbaik yang diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU). Buku ini akan membuka imajinasimu dan membuatmu ikut memahami bagaimana Gendis tetap kuat dalam kesendiriannya.

“Sesungguhnya, yang benar-benar aku inginkan darimu adalah ketulusan menerima apa saja yang kukatakan padamu dengan berbisik dengan gemetar dengan ragu-ragu dengan penuh keyakinan tentang hubungan kita yang sebentar dekat sebentar jauh sejenak tenang sejenak riuh yang kupahami tapi tak kaupahami yang kupahami tapi tak kaupahami.”

Dapatkan kitab puisi Perihal Gendis di toko gramedia terdekat atau di gramedia.com. Kamu juga bisa beli versi digitalnya melalui ebooks.gramedia.com. Yuk, selami kisah pilu Gendis melalui keindahan kata Sapardi Djoko Damono dan beli bukunya sekarang juga!

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Penulis: Ananda Aprilia

Rekomendasi Buku Terkait

Bilang Begini Maksudnya Begitu

 

Buku ini lahir bukan sebagai buku teori sastra, tetapi lebih kepada semacam ajakan dari seorang Sapardi Djoko Damono untuk kita agar dapat lebih bisa mengapresiasi puisi dengan pengenalan akan sejumlah alat kebahasaan yang dimanfaatkan penyair untuk menyampaikan sesuatu yang bisa saja berupa cerita, gagasan, sikap, suasana, dan sebagainya.

Sejumlah alat, muslihat serta gaya yang biasa digunakan penyair dalam puisinya dijelaskan oleh penulis Hujan Bulan Juni ini dengan menampilkan sejumlah contoh. Pemahaman atas “alat-alat” tersebut diharapkan bisa membantu tumbuhnya apresiasi puisi yang lebih baik.

Hujan Bulan Juni (Sebuah Novel – Cover Film)

 

Bagaimana mungkin seseorang memiliki keinginan untuk mengurai kembali benang yang tak terkirakan jumlahnya dalam selembar sapu tangan yang telah ditenunnya sendiri. Bagaimana mungkin seseorang bisa mendadak terbebaskan dari jaringan benang yang susun-bersusun, silang-menyilang, timpa-menimpa dengan rapi di selembar saputangan yang sudah bertahun-tahun lamanya ditenun dengan sabar oleh jari-jarinya sendiri oleh kesunyiannya sendiri.

Dari puisi menjadi lagu, lalu komik, kemudian novel, (bahkan) buku mewarnai, kini “Hujan Bulan Juni” karya Sapardi Djoko Damono beralih wahana menjadi film. Yuk, langsung dapatkan novelnya di gramedia.com.

Referensi:

  • Damono, Sapardi Djoko. 2018. Perihal Gendis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • https://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Sapardi_Djoko_Damono

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy