Range: Why Generalists Triumph in a Specialized World adalah buku terbitan tahun 2019 yang ditulis oleh David Epstein. Buku ini berhasil dinobatkan sebagai buku paling laris nomor 1 oleh New York Times. Buku Range telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dengan judul Range: Mengapa Menguasai Beragam Bidang Bisa Membuat Kita Unggul di Dunia yang Mengedepankan Kekhususan Bidang, pada Januari 2020 oleh Gramedia Pustaka Utama.
Apa carayang paling efektif untuk meraih kesuksesan pada segala hal? Jawabannya bukan seperti yang Anda kira. Banyak ahli berpendapat bahwa siapapun yang mau mengembangkan keahlian, baik itu dalam bidang seni, atau secara akademik, harus mulai menekuninya sejak dini, fokus secara intens, dan terus berlatih seseringmungkin. Jika terlambat melakukan itu, Anda tak akan pernah dapat mengejar mereka yang sudah menekuni bidang itu lebih dahulu.
Namun, penelitian yang lebih mendalam terhadap orang-orang yang paling ahli di bidangnya, mulai dari atlet profesional sampai peraih Nobel, menunjukkan bahwa pengkhususan bidang sejak dini adalah pengecualian, bukan aturan. David Epstein meneliti seniman, atlet, musisi, peramal, penemu, dan ilmuwan paling sukses di dunia. Ia menemukan bahwa di mayoritas bidang, terutama yang kompleks dan bersifat tidak terduga, yang lebih unggul adalah mereka yang generalis, bukan spesialis.
Generalis kerap kali terlambat menemukan jalur mereka, karena mereka lebih dulu mencoba banyak bidang, bukan langsung fokus pada satu bidang. Generalis juga lebih gesit, lebih kreatif, dan mampu membentuk kaitan-kaitan yang tak dapat dilihat oleh para spesialis. Provokatif, mendetail, dan mengasyikkan. Range memaparkan gagasan yang menarik tentang mengolah ketidakefisienan secara aktif.
Gagal adalah cara terbaik untuk belajar. Orang yang sering mengalami kegagalan pada akhirnya memiliki karir yang paling memuaskan. Para penemu yang paling unggul mempelajari berbagai bidang, bukan hanya memperdalam pengetahuan di satu bidang saja. Saat sejumlah pakar mengklasifikasikan keahlian, sementara komputer mempunyai kemampuan lebih banyak bila dioperasikan oleh orang-orang yang sangat berfokus, orang yang berpikir secara luas dan merangkul keberagaman pengalaman serta perspektif akan semakin berkembang.
Buku Range ini telah mendapatkan berbagai pujian. Daniel H. Pink, penulis When dan Drive mengatakan bahwa buku Range adalah buku yang krusial dan penting, yang menjadi bacaan wajib bagi pemimpin, orangtua, pelatih, dan siapa saja yang peduli dengan peningkatan kinerja. Wall Street Journal mengatakan bahwa pembahasan yang ada di buku ini ditulis dengan baik dan didukung dengan fakta tentang orang-orang yang terlambat mulai, seperti yang ditunjukkan oleh David Epstein, memupuk keragaman menyiapkan kita menghadapi hal yang tak terduga.
Table of Contents
Profil David Epstein – Penulis Buku Range
David Epstein adalah reporter investigasi di ProPublica. Selain menjadi reporter, David Epstein juga merupakan penulis. Hingga saat ini, David Epstein telah berhasil menerbitkan 2 karya, yakni Range: Why Generalists Triumph in a Specialized World (2019) yang menjadi buku terlaris nomor satu oleh New York Times. Kemudian, The Sports Gene: Inside the Science of Extraordinary Athletic Performance (2013), yang juga dinobatkan menjadi buku paling laris oleh New York Times.
Sebelum ProPublica, David Epstein adalah seorang penulis senior di Sports Illustrated, di mana ia mengkhususkan diri dalam masalah sains dalam olahraga dan pelaporan investigasi. Bersama dengan rekannya, Selena Roberts, David Epstein memecahkan cerita bahwa Alex Rodriguez dari Yankees dites positif menggunakan steroid pada tahun 2003.
David Epstein adalah lulusan Universitas Columbia, di mana dari sana, ia memperoleh gelar sarjana dalam ilmu lingkungan dan astronomi pada tahun 2002, dan gelar master dalam ilmu lingkungan dan jurnalisme. David Epstein sudah menikah dan memiliki seorang putra.
Sinopsis Buku Range
Saat melihat berita bahwa ada anak berusia 12 tahun yang telah masuk kuliah di bidang IPTEK, apa yang akan Anda pikirkan? Mungkin, 10 tahun lagi, di usia umum mayoritas orang baru saja menyelesaikan studi perguruan tinggi, anak itu bisa jadi sudah menjadi peneliti ternama di bidangnya. Saat melihat anak balita yang mampu menendang bola hingga masuk ke keranjang, padahal anak itu belum bisa memanjatnya, apa yang mungkin kita pikirkan?
Jika dia dilatih menjadi pemain bola sejak dini, dia akan menjadi pemain kelas dunia di umur yang sangat muda. Kita semua berpikir, dengan logika dasar, bahwa jika seseorang bisa melakukan sesuatu di usia yang jauh lebih muda dari seharusnya, maka pada usia “normal” kebanyakan orang bisa melakukan hal itu, ria akan menjadi 2 kali lebih hebat, atau menjadi ahli di bidang tersebut.
Kebanyakan orang percaya bahwa dengan memulai sejak dini, belajar dengan konsisten, dan tidak menyerah merupakan rumus sederhana dalam mencapai kesuksesan di bidang apapun. Namun, dunia ini semakin kompleks, tak ada seorang pun yang mampu menguasai segala bidang. Oleh karena itu, kita dapat memilih satu bidang yang sangat spesifik. Setelah memilih, selanjutnya kita akan mulai sejak dini, dan terus berkutat pada bidang yang sama.
Pola tersebut secara sadar atau tidak sadar tertanam dalam pikiran kita. Dalam buku Range, David Epstein membahas pandangan dengan menceritakan kisah Tiger Woods, yang dianggap sebagai salah satu pemain golf terbaik dan atlet paling terkenal sepanjang masa. Pada usia dua tahun, Tiger Woods telah mampu memegang stik golf dan memukul bola seperti pemain golf pada umumnya. Ini adalah cerita klasik dari aturan 10.000 jam yang dianggap menjadi rumus universal untuk meraih kesuksesan.
Namun, selain model “Tiger” dalam meraih kesuksesan, kita juga akan diperkenalkan dengan kisah Roger Federer, yang merupakan atlet terkenal dan nomor satu di bidang tenis. Tak seperti Tiger Woods yang fokus menekuni golf sejak belia, Roger menghabiskan masa kecilnya dengan banyak olahraga selain tenis. Roger pada akhirnya fokus pada tenis ketika ia mulai remaja. Ini adalah usia yang terbilang telat untuk menggeluti sebuah bidang, jika dibandingkan dengan atlet pada umumnya.
Menurut Roger, masa kecil yang dihabiskan dengan melakukan beragam macam olahraga membantu kemampuan atletiknya dan koordinasi mata serta tangannya. Ini adalah model kesuksesan lainnya yang kurang intuitif dibandingkan model “Tiger”, yakni model “Roger”. Pada bab pertama, pembaca akan menemukan kisah keluarga Laszlo Polgar yang memiliki tiga orang anak, yakni Susan, Sofia, dan Judit Polgar.
Mereka bertiga dilatih sejak dini untuk menjadi atlet catur. Hasil yang mereka berikan sangat mengesankan. Contohnya, Judit memiliki ELO rating yang menempati peringkat kedelapan dalam cakupan dunia pada tahun 2004. Kesuksesan orang tua mereka dalam mendidik anaknya, membuat mereka mengklaim bahwa metode spesialisasi dini ini diterapkan, maka umat manusia dapat mengatasi masalah seperti kanker atau AIDS.
Namun, apakah catur dan golf, dengan aturan yang sederhana dan mengandalkan pengalaman berulang, merupakan representasi yang tepat untuk dunia pada masa ini? Daniel Kahneman dan Gary Klein pada tahun 2009, bersama-sama menulis sebuah paper yang mendiskusikan tentang, apakah seorang pakar akan bertambah kepakarannya karena pengalamannya semakin bertambah? Mereka setuju bahwa jawaban atas pertanyaan tersebut bergantung pada bidang yang digeluti.
Pada bidang-bidang yang termasuk “kind learning environment”, di mana memiliki pola yang berulang dan aturan yang jelas, seperti catur, golf dan pemadam kebakaran, jawabannya akan positif. Namun, pada apa yang disebut sebagai “wicked learning environment”, untuk bidang yang aturan mainnya tak jelas dan pola permainannya tidak selalu berulang, seperti analis tren keuangan dan politik, metode spesialisasi dini seperti pada model “Tiger” dan aturan 10.000 jam mungkin akan tak banyak berguna, atau bahkan bisa saja malah bersifat kontraproduktif.
Adanya “wicked learning environment” inilah yang menurut David Epstein menjadi representasi yang tepat untuk dunia sekarang. Pada bab selanjutnya, kita disuguhkan dengan argumen tentang bagaimana dunia saat ini berubah menjadi dunia yang jahat. Mulai dari pemaparan tentang flynn effect, yakni peningkatan nilai hasil test IQ pada generasi muda di abad ke-20. David Epstein berargumen bahwa dengan adanya modernisasi dan perubahan dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri, mencari pola, kemampuan abstraksi, dan berpikir tanpa mengandalkan pengalaman kian meningkat.
Pada sepuluh bab berikutnya David Epstein akan menyajikan eksplorasi dari makna “Range” yang menjadi judul buku ini. Seluruh penjelasan tersebut dikemas dalam bentuk cerita. Antara bab yang satu dengan bab yang lainnya saling terkait satu sama lain.
Kelebihan Buku Range
Sebagai buku yang berhasil dinobatkan menjadi buku paling laris oleh New York Times, kualitas buku Range ini tentunya tak perlu diragukan lagi. Kelebihan pertama, yakni dari cara David Epstein mengemas penjelasan akan konsep-konsep yang disajikan dalam buku ini. David Epstein mengemas penjelasan tersebut dalam bentuk cerita, kisah nyata yang menjelaskan proses dan perbandingan, serta pendukung lainnya. Penjelasan dalam bentuk cerita ini dinilai sangat mempermudah pembaca dalam memahami pesan yang ingin disampaikan penulis.
Kemudian, tentunya buku Range ini dapat menambah insight baru untuk para pembaca. Isi buku range ini dapat mengubah sudut pandang pembaca mengenai apa itu keahlian dan ahli. Buku ini juga dapat menjawab berbagai pertanyaan umum yang kerap muncul dalam benak pembaca, terkait keahlian dan kesuksesan.
Buku ini dinilai dapat memberikan efek nyata kepada pembaca, dengan memberikan begitu banyak pengajaran. Pembaca dapat mengetahui bagaimana cara untuk menghayati hidup, pembaca dapat mengetahui bahwa dirinya memiliki kebebasan untuk memilih. Secara keseluruhan, buku Range ini dapat memberikan banyak manfaat bagi pembaca.
Kekurangan Buku Range
Selain kelebihan, buku Range ini juga memiliki kekurangan. Kekurangan pada buku ini terletak pada beberapa bagian yang dinilai memuat argumen yang terlalu disederhanakan atau dipukul rata. Hal ini membuat kesan argumen tersebut kurang kuat, dan membuat beberapa pembaca menjadi ragu akan penjelasan penulis. Kemudian, terdapat beberapa bagian narasi yang dinilai terlalu panjang dan berulang. Hal ini cukup mengganggu dan membuat pembaca merasa jenuh.
Pesan Moral Buku Range
Buku Range ini mengingatkan kita bahwa sejatinya, seluruh manusia lahir dengan memiliki kebebasan untuk memilih. Menentukan pilihan sebagai seorang individu merupakan suatu proses untuk menghayati hidup. Maka dari itu, kita hendaknya dapat berani untuk membuat pilihan bagi diri kita sendiri. Jangan biarkan dirimu dikontrol oleh konstruksi sosial atau orang-orang sekitar.
Buku Range juga mengajarkan kita untuk dapat menerima apapun dengan baik. Mau itu kegagalan atau keberhasilan. Sebab, keberhasilan dan kegagalan, keduanya sama-sama merupakan karya kehidupan.
Kemudian, kita juga diingatkan untuk jangan merasa tertinggal. Jangan membandingkan dirimu sendiri dengan orang lain, ataupun dengan dirimu sendiri di masa lalu. Sebab, dirimu yang sekarang adalah berbeda, dan memiliki waktu sendiri.
Nah, itu dia Grameds ulasan buku Range karya David Epstein. Menarik sekali ya konsep keahlian ini. Bagi kalian yang ingin mempelajari lebih lanjut terkait konsep keahlian, kalian bisa mendapatkan buku ini hanya di Gramedia.com. Selamat membaca!
Rating: 4.14
- Novel Fantasi
- Novel Best Seller
- Novel Romantis
- Novel Fiksi
- Novel Non Fiksi
- Rekomendasi Novel Terbaik
- Rekomendasi Novel Horor
- Rekomendasi Novel Remaja Terbaik
- Rekomendasi Novel Fantasi
- Rekomendasi Novel Fiksi
- Rekomendasi Buku Tentang Insecure
- Rekomendasi Buku Motivasi Kerja
- Rekomendasi Buku SSelf Improvement
- Rekomendasi Buku Shio
- Rekomendasi Buku Tentang Kehidupan
- Rekomendasi Buku TOEFL
- Rekomendasi Buku Menambah Wawasan
- Rekomendasi Novel Motivasi
- Review Buku A Philosophy of Walking
- Review Buku Blue Ocean Shift
- Review Buku Range
- Review Buku The Book Of Ikigai
- Review Buku Because This is My First Parenting Life
- Review Buku Brand Gardener
- Review Buku The Deals of Warren Buffett
- Review Buku Loving The Wounded Soul
- Review Buku Surrounded by Idiots
- Review Buku Quiet
- Review Buku Things Left Behind
- Review Buku Save The Cat! Write a Novel
- Resensi Buku Berdamai Dengan Diri Sendiri, Masa Lalu dan Takdir
- Resensi Buku Yang Bertahan dan Binasa Perlahan
- Review Buku Epigram 60
- Review Buku The Power of Mind
- Review Buku Melawan Miskin Pikiran: Memenangkan Pertarungan Hidup
- Review Buku What's So Wrong About Your Life
- Review Buku Seni Berbicara Tanpa Bikin Sakit Hati
- Review Buku 21 Lesson for the 21st Century
- Review Bumi yang Tak Dapat Dihuni
- Review Singkat Outliers (Rahasia di Balik Kesuksesan)
- Review Buku Gentle Discipline
- Review Buku Meditations
- Review Buku Melelahkan, Tapi Semua Demi Masa Depan
- Review Buku The Whole Brain Child
- Review Nanti Juga Sembuh Sendiri
- Review Buku Hygge: Seni Hidup Bahagia Orang Denmark Karya Marie Tourell Søderberg
- Rekomendasi Buku Seri Personality Plus At Work
- Rekomendasi Novel Wandering Star
- Rekomendasi Buku Quit: Kekuatan Untuk Memilih Kapan Saatnya Berhenti
- Review Buku Seni Menaklukkan Lawan Bicara