in

Review Buku Sepotong Hati di Angkringan Karya Joko Pinurbo

Sepotong Hati di Angkringan merupakan buku kumpulan puisi karya penyair dan sastrawan ternama asal Indonesia, Joko Pinurbo. Buku Sepotong Hati di Angkringan ini diterbitkan oleh Penerbit Diva Press pada 9 Maret 2021. Buku ini hanya memiliki total 80 halaman, dengan memuat total 48 puisi.

Sama seperti puisi-puisi karya Joko Pinurbo yang lain, Anda dapat menemukan berbagai macam puisi dalam buku ini, yang bersifat humor, narasi, atau ironi. Buku ini dibagi menjadi dua bagian, dengan bagian pertama yang memuat 33 puisi, dan bagian kedua memuat 15 puisi. Beberapa puisi dalam buku ini menyangkut keadaan yang sedang dihadapi pada masa itu, yakni pandemi Covid-19.

Pada suatu malam yang nyamnyam, engkau menemukan sepotong hati yang lezat dalam sebungkus nasi kucing. Engkau mengira itu hati kekasihmu atau hati ibumu. Namun, bisa saja itu hati orang yang pernah menyakitimu atau kau sakiti. Angkringan adalah nama sebuah sunyi, tempat kau melerai hati, lebih-lebih ketika hatimu disakiti sepi.

Profil Joko Pinurbo – Penulis Buku Sepotong Hati di Angkringan

Holiday Sale

kompas.id

Joko Pinurbo adalah pria kelahiran 11 Mei 1962. Joko Pinurbo dikenal sebagai salah satu penyair dan sastrawan ternama Indonesia yang karyanya memiliki gaya yang khas dan sudah menorehkan warna tersendiri dalam dunia puisi Indonesia. Joko Pinurbo berhasil lulus menempuh pendidikan terakhirnya di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, atau yang sekarang dikenal sebagai Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Joko Pinurbo atau yang akrab dipanggil Jokpin ini diketahui telah gemar menulis puisi sejak ia masih duduk di Sekolah Menengah Atas. Penyair yang tinggal di Yogyakarta ini sering diundang ke berbagai acara pertemuan dan festival sastra. Karya-karya Joko Pinurbo juga telah sampai ke lingkup internasional. Sejumlah karyanya sudah berhasil diterjemahkan ke berbagai bahasa, antara lain bahasa Inggris, Mandarin, dan Jerman.

Beberapa puisinya juga sudah dimusikalisasi, antara lain oleh Ananda Sukarlan dan Oppie Andaresta. Puisi-puisi karya Joko Pinurbo adalah perpaduan humor, narasi, dan ironi. Joko Pinurbo lihai dalam menggunakan dan mengolah gambaran yang mengacu pada peristiwa atau objek sehari-hari dengan bahasa yang sederhana, tetapi memberikan makna yang tajam. Puisi-puisi karyanya juga banyak mengandung kontemplasi dan refleksi yang menyentuh keabsurdan sehari-hari.

Joko Pinurbo juga senang menggunakan dan memainkan keunikan kata-kata Bahasa Indonesia, sehingga banyak puisinya yang hanya bisa dibaca dan dinikmati dalam Bahasa Indonesia. Hingga saat ini, Joko Pinurbo masih aktif dalam menulis puisi. Joko Pinurbo telah menulis lebih dari 25 karya puisi, baik itu yang dibuat sebagai satu puisi khusus atau yang dikumpulkan menjadi sebuah antologi bersama.

Contoh beberapa antologi bersama karya Joko Pinurbo, yakni Tugu (1986), Tonggak (1987), Sembilu (1991), Ambang (1992), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Utan Kayu Tafsir dalam Permainan (1998), dan Sepotong Hati di Angkringan. Kemudian, contoh beberapa puisi yang diterbitkan khusus, yakni Celana (1999), Di Bawah Kibaran Sarung (2001), Pacarkecilku (2002), Telepon Genggam (2003). Kekasihku (2004), Pacar Senja: Seratus Puisi Pilihan (2005), Kepada Cium (2007), Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007).

Tahilalat (2012), Haduh, aku di-follow (2013), Baju Bulan: Seuntai Puisi Pilihan (2013), Bulu Matamu: Padang Ilalang (2014), Surat Kopi (2014), Surat dari Yogya: Sepilihan Puisi (2015), Selamat Menunaikan Ibadah Puisi: Sehimpun Puisi Pilihan (2016). Malam Ini Aku Akan Tidur Di Matamu: Sehimpun Puisi Pilihan (2016), Buku Latihan Tidur: Kumpulan Puisi (2017), Srimenanti (2019), dan Salah Piknik (2021).

Atas pencapaiannya dalam dunia sastra Indonesia, Joko Pinurbo telah berhasil mendapatkan berbagai penghargaan, seperti Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001), Sih Award (2001), Hadiah Sastra Lontar (2001), Tokoh Sastra Pilihan Tempo (2001, 2012), Penghargaan Sastra Badan Bahasa (2002, 2014), Kusala Sastra Khatulistiwa (2005, 2015), dan South East Asian (SEA) Write Award (2014). Selain itu, puisinya terpilih menjadi Puisi Terbaik Dewan Kesenian Jakarta, mendapatkan Hadiah Sastra Lontar, dan ia menjadi tokoh sastra versi majalah Tempo. Nama Joko Pinurbo sebagai sastrawan juga telah dikenal hingga lingkup internasional.

Hal ini dibuktikan dengan dirinya yang diundang untuk membaca puisi di Festival Puisi Antarbangsa Winternachten Over-zee tahun 2001 di Jakarta, dan diundang untuk membaca puisi pada Festival Sastra/Seni Winternachten tahun 2002 di Belanda. Ia juga hadir dalam Forum Puisi Indonesia tahun 2002 yang diadakan di Hamburg, Jerman, dan hadir dalam Festival Puisi Internasional-Indonesia tahun 2002, yang diadakan di Solo.

Beberapa Puisi dalam Buku Sepotong Hati di Angkringan

Pros & Cons

Pros
  • Buku ini menyajikan tema baru yang belum pernah diangkat pada buku puisi karya Joko Pinurbo yang lain.
  • Puisi-puisi dalam buku ini dapat menceritakan tentang suatu keadaan.
  • Melalui puisinya, Joko Pinurbo menyiratkan pesan yang mengingatkan dan memberikan semangat kepada pembaca dalam menghadapi masa sulit.
  • Puisi-puisi tentang pandemi yang dimuat dalam buku ini memberikan kesan yang baru dan menyegarkan.
Cons
  • Terdapat beberapa tema yang berulang pada buku ini, sehingga beberapa puisi dinilai kurang istimewa.

Suara Masa Depan

Setiap kali aku mendengar

burung prenjak berkicau,

dari seberang sana

masa depan berseru,

“Halo, apa kabarmu hari ini?

Aku baik-baik saja.”

 

Sebelum Masuk

Sebelum masuk ke dalam kata,

burung mengosongkan dirinya

dari kecemasan-kecemasan manusia

yang tidak berguna agar makin cling

suaranya, dari prasangka-prasangka

manusia yang suka konselet hatinya

agar makin bening kicaunya.

(2020)

 

Sarang

Burung prenjak membuat sarang di kepalaku

yang rimbun. Sarangnya ia anyam dari ubanku

yang subur. Bila ia mengeram, kepalaku jadi

hangat dan sehat. Bila ia berkicau, kata-kataku

jadi riang. Bila ia terbang, pikiranku ikut bebas

melayang. Bila ia tidur, tidurku tenteram.

 

Prenjak dan Sarung

Seekor prenjak

hinggap di atas sarung

yang tercenung murung

di tali jemuran.

 

Prenjak berkicau riang

hingga sarung

bergoyang-goyang.

 

Bakso Sedap

Yang paling sedap dari bakso langgananku bukanlah

baksonya atau kuahnya, melainkan suara ting ting-nya.

Suara ting-ting-ting yang dilahirkan oleh sendok dan

mangkok. Seenak-enaknya bakso dan kuahnya, paling

pol hanya akan berumur 10 menit, sedangkan suara

ting ting-nya bisa menggema lama ke mana-mana: ke

ceruk mimpiku, ke hati ibuku, ke rongga nasibku, dan,

tentu saja, ke relung cinta-Mu.

 

Begitulah, ketika malam itu aku beli bakso, aku bilang

kepada tukang bakso, “Bisa tambah ting ting-nya, Pak?”

Pak bakso bingung, diam, melongo.

 

Pintu Ayah

Ayah hanya bisa mewariskan sebuah pintu kepada

saya. Pintu itu Ayah hadiahkan untuk mengganti pintu

kamar saya yang sudah lapuk.

 

Saya pernah bertanya-tanya apakah Ayah sempat

berbahagia dalam hidupnya sebab sampai akhir

hayatnya Ayah terus berjerih payah untuk memenuhi

kebutuhan keluarga. Namun, kata Ibu, Ayah punya cara

tersendiri untuk berbahagia dan saya tak melihatnya.

 

Saya ingat Ayah pernah bercerita bahwa ia sering

menemui jalan buntu dan setiap menemui jalan buntu

tiba-tiba ia mendapatkan pintu untuk masuk ke jalan

lain yang tak terduga.

 

Pintu hadiah dari Ayah dilapisi dengan cat transparan

sehingga seat dan warna aslinya tetap kelihatan.

Ayah sendiri yang memasang pintu itu di kamar saya

tidak lama sebelum Ayah pamit pulang ke Sana.

 

Malam-malam, ketika sedang suntuk bekerja atau

berbaring di tempat tidur, saya sering mendengar

suara ketukan pada pintu kamar saya dan saat pintu

saya buka, ternyata tidak ada siapa-siapa.

 

Kali lain, saat terjaga, saya mendapatkan pintu kamar

saya sudah terbuka dan saya lihat seekor burung

prenjak sedang berkicau di atas meja.

 

Yang paling mengagetkan ialah ketika pintu kamar

saya tahu-tahu terkunci dan baru terbuka kembali

setelah saya merampungkan pekerjaan saya.

Kelebihan Buku Sepotong Hati di Angkringan

Buku Sepotong Hati di Angkringan ini dinilai berbeda dengan buku-buku puisi karya Joko Pinurbo yang sebelumnya. Jika pada buku-buku sebelumnya pembaca bisa menemukan pengulangan puisi yang telah dimuat pada karya Joko Pinurbo yang lain, pada buku ini pembaca akan disajikan puisi yang baru. Pada buku ini, pembaca masih bisa menemukan kesamaan pada tema dan teknik penulisan, tetapi hal ini tidak akan mengurangi kualitas puisi karya Joko Pinurbo yang selalu berhasil menyentuh hati pembacanya.

Puisi-puisi yang dimuat dalam buku ini dapat bercerita tentang suatu keadaan, terutama keadaan pada masa pandemi. Pada bagian pertama, pembaca akan banyak menemukan puisi yang menggambarkan misteri Jogja yang dirindukan. Pada bagian kedua, pembaca akan menemukan banyak sekali puisi yang menceritakan dan memberikan pesan tentang pandemi. Joko Pinurbo banyak menyelipkan pesan pengingat kepada pembaca untuk semangat dalam menghadapi pandemi, juga memaknainya dengan baik.

Puisi-puisi tentang pandemi ini membuat kesan yang baru dan menyegarkan. Seperti puisi tentang mandi yang menjadi ibadah, perkenalan kembali dengan ibu di rumah, dan pandemi yang membuat kita menyadari arti kehidupan yang lebih dalam. Dalam masa-masa yang genting seperti ini, membaca kumpulan puisi ini dapat membuat Anda merasa hangat.

Kekurangan Buku Sepotong Hati di Angkringan

Kekurangan pada buku Sepotong Hati di Angkringan ini terletak pada beberapa tema yang dinilai berulang. Seperti puisi yang memiliki tema sarung dan angkringan. Bagi sebagian pembaca, tema yang berulang tersebut membuat sejumlah puisi terasa kurang istimewa.

Pesan Moral Buku Sepotong Hati di Angkringan

Melalui puisi yang ditulisnya, Joko Pinurbo mengingatkan untuk senantiasa bersyukur atas apa yang masih boleh kita lakukan. Lalu, kita juga diajarkan untuk melihat segala sesuatunya dalam sudut pandang yang berbeda, dalam sisi yang baik. Mulai dari hal sederhana seperti mandi, yang pada masa pandemi menjadi suatu kegiatan yang dapat menyelamatkan kehidupan.

Dari masa pandemi ini, kita juga dapat belajar kembali untuk mengenal diri kita sendiri, juga orang-orang terkasih di sekitar kita. Pandemi membuat kita sadar bahwa sejatinya, setiap manusia bukan siapa-siapa, dan bukan apa-apa. Sebab, keadaan seperti ini tak memandang identitas atau takhta.

Nah, itu dia Grameds ulasan buku kumpulan puisi Sepotong Hati di Angkringan karya Joko Pinurbo. Bagi kalian yang penasaran akan puisi-puisi mengagumkan karya Joko Pinurbo, kalian bisa langsung mendapatkan buku ini hanya di Gramedia.com. Selamat membaca!

Rating: 4.14

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy