Permasalahan dan ketidakadilan yang dialami perempuan Bali sangat rumit, salah satunya adalah masalah kasta. Mereka yang lahir dengan kastanya sendiri memiliki larangan-larangan yang harus dituruti semasa hidupnya.
Misalnya perempuan dengan kasta Brahmana (kasta tertinggi di Bali) tidak boleh menikah dengan seorang laki-laki yang lebih rendah. Tak hanya itu, mereka pun harus berbicara dengan tata bahasa yang berbeda dan melihat semua hal dari perspektif yang lebih tinggi sesuai kastanya.
Hal-hal seperti itu sangat rumit dan kompleks untuk dijalani. Dengan peraturan kasta yang kental, masyarakat yang memiliki kasta paling rendah harus hidup dengan kesulitannya sendiri. Dia pun harus hidup dengan kehormatan dan perekonomian yang sama derajatnya dengan kasta yang dimiliki.
Review buku Tarian Bumi ini akan mengupas isi buku karya Oka Rusmini secara lebih dalam. Dimana, buku ini merupakan sebuah novel yang memiliki latar belakang cerita tentang budaya dan adat istiadat yang terjadi di kalangan bangsawan Bali.
Dengan pemilihan tema dan latar cerita yang tak biasa ini, membuat buku Tarian Bumi memiliki daya tarik tersendiri untuk para pembacanya, terlebih orang-orang yang berasal dari luar Bali. Mungkin, di mata masyarakat luas Bali adalah wujud nyata dari keindahan alam dan budaya Nusantara karena adat istiadat, pariwisata, dan keramahan masyarakat yang selalu digaungkan. Namun ternyata, bagi penduduk aslinya, Bali tidak selalu seindah dan sesederhana itu.
Sebagai orang asli Bali, Oka Rusmini membuat buku ini seperti sebuah penghakiman atas tradisi kuno yang masyarakat Bali terapkan dengan patriarkal. Penghakiman dari dalam yang Oka Rusmini lakukan ini memberikan sudut pandang yang berbeda tentang tanah kelahirannya tersebut.
Selain itu, dia juga mengangkat tentang budaya, tradisi, wanita, pria, kehidupan, cinta, dan sistem kasta melalui sudut pandang tokoh-tokoh wanitanya. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai buku Tarian Bumi ini, yuk, simak review buku Tarian Bumi berikut ini. Check this out!
Table of Contents
Sekilas Tentang Oka Rusmini
Sebelum kita melakukan review buku Tarian Bumi, maka kita perlu lebih dahulu berkenalan dengan penulisnya. Buku ini ditulis oleh Oka Rusmini, seorang perempuan yang lahir pada 11 Juli 1967 di Denpasar, Bali. Dia merupakan seorang wartawan (editor), penulis novel, puisi, esai, cerita pendek dan cerita anak.
Sejak tahun 1997, dia telah menerbitkan banyak karya mulai dari puisi, novel, hingga kumpulan cerpen. Beberapa karya dari Oka Rusmini tersebut adalah Monolog Pohon (1997), Tarian Bumi (2000), Tempurung (2010), Akar Pule (2012), dan masih banyak yang lainnya.
Melalui karya-karyanya tersebut, kemampuan Oka Rusmini pun diapresiasi dengan banyaknya penghargaan yang telah dia raih, mulai dari penghargaan nasional hingga penghargaan internasional.
Adapun beberapa penghargaan yang diraih Oka Rusmini adalah penghargaan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tahun 2003 dan 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anugerah Sastra Tantular pada 2012 dari Balai Bahasa Denpasar Provinsi Bali, hingga Penghargaan Penulis Asia Tenggara tahun 2012 dari Pemerintah Thailand, dan masih banyak yang lainnya.
Tak hanya itu, dia juga kerap diundang dalam berbagai forum sastra untuk kancah nasional dan internasional. Dia pernah menjadi penulis tamu di Universitas Hamburg, Jerman pada tahun 2003 dan penulis tamu di Universitas Napoli, Italia pada tahun 2015.
Selain itu, dia juga diundang dalam Festival Sasta Winternachten di Den Haag dan Amsterdam, Belanda, dan masih banyak forum sastra lain yang dia kunjungi.
Tak sampai disitu, prestasi Oka Rusmini ini semakin bertambah dengan diterjemahkannya buku Tarian Bumi ke berbagai bahasa asing di dunia. Diantaranya pada tahun 2007 buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Erdentanz, 2009 diterjemahkan ke dalam bahasa Svenska dengan judul Jordens Dans, 2011 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Earth Dance, dan pada tahun 2015 diterjemahkan ke bahasa Italia dengan judul La Danza Della Terra.
Sinopsis Buku Tarian Bumi
Buku yang pertama kali terbit pada tahun 2000 ini berkisah tentang seorang perempuan berkasta Brahmana, kasta tertinggi pada struktur masyarakat Bali, yang hidup dan tumbuh di antara dua perempuan yang lahir di kasta yang berbeda dan beda generasi pula. Perempuan tersebut adalah Telaga.
Lahir dengan nama lengkap Ida ayu Telaga Pidada, dia merupakan perempuan yang memiliki pemikiran modern di tengah masyarakat yang kala itu masih memegang teguh tradisi, budaya, dan adat istiadatnya. Dia memiliki dua orang perempuan yang sangat dia segani. Mereka adalah Ida Ayu Sagra Pidada yang merupakan nenek Telaga dan Ni Luh Sekar yang merupakan ibunda Telaga.
Ida Ayu Sagra Pidada merupakan seorang perempuan yang memiliki kedudukan dan kasta tinggi di Griya, tempat tinggal untuk para bangsawan. Dia digambarkan sebagai seorang perempuan yang cantik dan kaya raya. Dia juga selalu menjaga wibawanya sebagai seorang putri dari pendeta di kasta Brahmana.
Sagra merupakan perempuan yang diidolakan oleh semua laki-laki Griya. Namun, dia memiliki kriteria yang tinggi untuk calon suaminya kelak. Alhasil, karena tidak kunjung menikah, Sagra pun dijodohkan oleh kedua orangtuanya dengan seorang laki-laki pintar dan ambisius dari kalangan Brahmana namun memiliki ekonomi rendah, Ida Bagus Tugur.
Setelah menikah, Sagra dan Tugur dikaruniai anak laki-laki bernama Ida Bagus Ngurah Pidada. Melalui anak semata wayangnya itu Sagra memiliki impian dan harapan yang besar tentang masa depan.
Namun, dia harus menelan kekecewaan dan merasa martabatnya hancur ketika anak laki-laki satu-satunya yang dia memiliki justru terpikat dengan Ni Luh Sekar. Dia adalah perempuan dari kasta Sudra, yang merupakan kasta terendah di Bali.
Sejak remaja, Ni Luh Sekar sudah memiliki ambisi untuk bisa menikah dengan seorang laki-laki dari kasta Brahmana agar bisa mengangkat derajatnya dan derajat keluarganya. Sebab, dia telah lelah menjadi orang miskin dari kasta Sudra yang tak pernah dihargai.
Demi mewujudkan mimpinya ini, Ni Luh Sekar pun berusaha keras untuk bisa menjadi seorang penari dan bintang pementasan, sebab diceritakan jika penari hanya dapat dilakukan oleh golongan orang tertentu saja. Kerja kerasnya menjadi penari pun terbayar. Sekar berhasil memikat hati dan dipinang oleh Ida Bagus Ngurah Pidada, seorang laki-laki Brahmana yang diimpikan.
Setelah menikah, hidup Sekar pun berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya karena masuk dalam keluarga bangsawan. Dari pernikahan Ni Luh Sekar dan Ida Bagus Ngurah Pidada ini, lahirlah Ida Ayu Telaga Pidada. Sebagai anak satu-satunya, dia pun langsung menjadi harapan sang ibu untuk bisa meneruskan kasta yang anugerahkan kepadanya tersebut.
Nenek dan ibu Telaga tidak memiliki hubungan yang baik. Sebab, menurut neneknya, Ni Luh Sekar tetap bukan siapa-siapa karena dia berasal dari kasta Sudra sedangkan dirinya adalah dari kasta Brahmana asli yang mana kedua orangtuanya adalah pendeta yang dihormati.
Nenek dan ibunya kerap mengingatkan Telaga untuk tidak mudah menerima nasihat dari satu sama lain. Hal ini pun tentu saja membuat Telaga merasa serba salah karena pada dasarnya dia sangat menyayangi kedua perempuan yang penting dalam hidupnya itu.
Di sisi lain, neneknya selalu memberikan nasihat kebangsawanan kepada Telaga. Sedang di sisi yang satunya, ibu Telaga selalu menuntut Telaga agar bisa meneruskan mimpinya untuk menjadi perempuan tercantik, penari terbaik, dan berujung dengan menikahi laki-laki bangsawan dari kasta Brahmana.
Konflik yang sesungguhnya hadir ketika ternyata Telaga diam-diam telah menaruh hati pada seorang laki-laki dari kasta Sudra. Dia pun berada diantara dua pilihan sulit antara cinta dan adat istiadat yang harus dijunjung tinggi. Dia harus memilih antara ibu atau laki-laki tersebut, dan itu berarti dia harus mengorbankan seluruh sisa hidupnya pada pilihan yang dia buat.
Telaga yang mengetahui jika perasaannya tidak benar pun mencoba untuk melupakan laki-laki Sudra itu. Dia berusaha menghilangkan perasaannya walau berujung dengan semakin besar rasa cinta Telaga kepada laki-laki tersebut. Lantas, apakah Telaga akan meninggalkan keluarganya demi cintanya kepada laki-laki itu?
Review Buku Tarian Bumi
- Judul Buku : Tarian Bumi
- Penulis Buku : Oka Rusmini
- Penerbit Pertama :INDONESIATERA
- Penerbit Saat Ini : Gramedia Pustaka Utama
- Jumlah Halaman: 177 Halaman
- Harga Buku : Rp90.000
- ISBN Cetak : 978-602-03-3915-3
- ISBN Digital : 978-602-06-5565-9
Buku ini berkisah tentang keresahan, beban, luka, sekaligus pemberontakan seorang perempuan terhadap sistem sosial yang diterapkan di Bali. Jika Bali dikenal dengan pantai dan pemandangan alamnya yang eksotis, maka mungkin sedikit berbeda cerita dengan kehidupan masyarakat disana. Pasalnya, mereka masih harus berkutat dengan budaya dan adat istiadat melalui sistem kastanya.
Novel ini mengambil sudut pandang orang ketiga dengan alur campuran yang maju mundur. Kisah dalam novel ini didominasi oleh tiga perempuan utama yang memiliki latar belakang berbeda. Mereka adalah Sagra, Sekar, dan Telaga.
Sagra adalah perempuan yang lahir dari kasta Brahmana yang sangat menjunjung tinggi nilai kebangsawanannya. Dia memiliki orang tua yang sama-sama berkasta Brahmana dan menikah dengan laki-laki satu kasta.
Sekar merupakan seorang perempuan dari kasta Sudra yang akhirnya menikah dengan laki-laki Brahmana. Sedangkan Telaga adalah perempuan muda yang lahir sebagai Brahmana namun memiliki ibu yang berasal dari kasta Sudra, dia adalah Sekar.
Melalui perempuan yang berbeda generasi dan latar belakang tersebutlah kita dikenalkan kepada kisah hidup para perempuan lain yang membersamai mereka menjalani hidup. Kita juga dapat melihat bagaimana perempuan-perempuan itu memilih menomorduakan dirinya sendiri demi mengejar kepentingan agama dan budayanya.
Buku Tarian Bumi ini benar-benar merekam kisah hidup para perempuan yang berjuang dalam sistem kemasyarakatan di Bali. Dari mereka yang lahir dan besar sebagai seseorang dengan kasta Brahmana, mereka yang lahir dan besar sebagai Sudra, mereka yang lahir sebagai Sudra dan berujung menjadi Brahmana, hingga seorang Brahmana yang akhirnya menjadi seorang Sudra.
Novel ini memiliki kompleksitas tersendiri dari ceritanya. Selain itu, praduga tak berujung pun ditimbulkan cukup kuat dalam ceritanya, dimana seorang Brahmana berharap bisa hidup santai seperti Sudra dan Sudra yang berharap bisa hidup enak seperti Brahmana. Oka Rusmini berhasil memainkan cerita dengan sangat apik.
Seperti judulnya yang mengandung kata tarian, dalam novel ini pun diceritakan seorang penari senior yang mengabdikan hidupnya untuk menari. Namun, meski memiliki banyak penghargaan yang diraih, mereka tetap tidak bisa lepas dari kemiskinan karna minimnya apresiasi terhadap profesi tersebut. Mereka juga hanya digunakan sebagai penarik wisata tetapi tak pernah dibayar dengan layak.
Tak sampai disitu, novel ini juga menjadi kritis pedas terhadap posisi perempuan di Bali. Kebanyakan dari mereka harus menjadi tulang punggung keluarga sedangkan laki-lakinya hanya berdiam diri dan menikmati seluruh jerih payah perempuan. Bahkan, buku ini juga berani mengangkat isu yang tabu dan jarang orang ambil seperti adanya ketertarikan kepada sesama jenis yang dituliskan secara tersirat.
Kelebihan Buku Tarian Bumi
Novel karya Oka Rusmini ini ditulis dengan bahasa dan majas yang sangat indah dan memanjakan pembacanya. Buku ini pun dapat menambah khazanah baru bagi para penikmatnya yang berasal dari luar Bali namun ingin mengetahui tentang kehidupan masyarakatnya.
Mengambil perempuan sebagai tokoh utama yang kuat dan memiliki karakteristik, membuat buku ini seperti menjadi angin segar bagi penikmat prosa dan sastra Tanah Air. Dengan sudut pandang yang tak biasa, Oka Rusmini berhasil membuat pembaca terpukau akan tulisannya.
Konflik yang dihadirkan pun sangat berhubungan dengan realitas yang ada. Dimana menjadi seorang perempuan sangat sulit karena harus berhadapan dengan aturan adat, kasta, agama, keluarga, hingga sistem patriarki yang dianut masyarakat.
Gaya penuturan dalam novel ini mampu membuat siapapun yang membacanya jatuh cinta. Unsur kasta yang melekat kuat, penokohan yang saling bertautan antara masa kini dan masa lalu, serta seksualitas yang digambarkan secara malu-malu namun cukup vulgar berhasil menjadi ramuan yang sempurna untuk sebuah cerita berlatar kebudayaan daerah.
Kekurangan Buku Tarian Bumi
Sebagai bagian terakhir dari review buku Tarian Bumi, tentu semua karya memiliki kekurangan di samping kelebihan yang dimilikinya. Dengan majas dan nilai kesusastraan yang tinggi, buku ini menjadi cukup sulit dipahami bagi sebagian orang yang baru membaca buku ini. Perlu pemahaman yang tinggi untuk dapat bergabung bersama cerita dan mengerti apa yang sedang dibahas dalam buku tersebut.
Selain itu, karena buku ini cukup berani mengangkat isu dan konflik yang kerap dianggap tabu oleh masyarakat, terdapat beberapa bagian cerita yang cukup vulgar. Meski dikemas dalam bahasa yang terkesan malu-malu, namun penggambarannya cukup jelas sehingga mungkin membuat beberapa orang merasa kurang nyaman ketika membacanya.
Kesimpulan
Berdasarkan kesimpulan dari review buku Tarian Bumi di atas, buku ini sangat direkomendasikan untuk dibaca oleh semua orang. Mungkin dengan tambahan catatan, harus memperhatikan rating usia yang terdapat pada cover bagian belakang buku. Karena, buku ini memang dikemas sesuai dengan rating tersebut.
Itulah review buku Tarian Bumi yang telah dirangkum untuk #SahabatTanpaBatas. Semoga membantu dan bermanfaat, ya!
Nah, bagi kamu yang ingin mendapatkan buku Tarian Bumi dan karangan Oka Rusmini lainnya, maka bisa mendapatkannya di gramedia.com. Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.
Nama penulis: Raden Putri
Rujukan:
- https://www.goodreads.com/book/show/1667447.Tarian_Bumi
- https://stupidbookworm.com/2018/12/17/review-buku-tarian-bumi-menghakimi-sistem-kasta-dan-budaya-patriarkis-gaya-oka-rusmini/
- Review Buku Melihat Api Bekerja
- Review Buku Tarian Bumi, Sinopsis Hingga Kelebihan dan Kekurangannya
- Review Novel Mismatch
- Review Buku Merasa Pintar Bodoh Saja Tak Punya
- Review Novel Septimus Heap #5: Syren Karya Angie Sage
- Review Novel Lotus In The Mud
- Review Novel Cormoran Strike Series
- Review Novel If I Karya Bella Anjani
- Review Novel Waru Karya Aji Fauzi, Rudi Utomo, dan Mahya Bil Qisti
- Review Novel Caraval #1
- Review Novel The Hobbit
- Review Novel The Haze Inside Karya Aiu Ahra
- Review Novel Finn Karya Honey Dee
- Review Novel Good Omens
- Review Novel Raden Mandasia Si Pencuri Daging
- Review Novel Hantu Di Rumah Kosg
- Review Novel Cinta dalam Angka Karya Hammad Rosyadi
- Review Novel Laiba dan Nasir
- Review Novel Notasi
- Review Novel Invitation Only
- Review Novel Elegi Haekal
- Review Novel Dia Aurora
- Review Novel Kite Runner
- Review Novel Diamond Gang The Mission
- Review Novel Amoxylove
- Review Novel Antidote
- Review Novel Jendral Jevano
- Review Novel The Codex
- Review Novel Matt dan Mou
- Review Novel Little Women
- Review Novel Metropop: Mencari Simetri
- Review Novel Surat dari Bapak
- Review Novel 00.00
- Review Novel The Manager
- Review Novel Marple: Twelve New Stories
- Review Novel Hitam 2045
- Review Novel Minimarket yang Merepotkan