in

Review Buku Tetap Jadi Onghokham

Rating: 4.11

Sejarah negeri ini begitu banyak, karena sesungguhnya sejarah adalah segala sesuatu yang terjadi di masa lampau. Hanya saja, beberapa kejadian besar diungkap oleh orang-orang yang disebut sejarawan. Mereka meneliti dengan cermat bagaimana sebuah awal mula kejadian, prosesnya, hingga dampaknya.

Pada artikel ini, Gramin akan membahas salah satu sejarah dari seorang sejarawan bernama Onghokham. Buku Tetap Jadi Onghokham karya David Reeve memiliki 564 halaman yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada 19 Juli 2024. Dalam narasi-narasi yang dikembangkan salah satu sejarawan ini, akan diungkap secara lengkap perjalanan hidup sang sejarawan pendahulunya.

Tetap Jadi Onghokham

button cek gramedia com

Grameds, buku yang satu ini tentunya akan memuat pengetahuan baru dalam lingkup sejarah Indonesia. Jadi, bagi kalian yang penasaran dengan sosok sejarawan yang namanya cukup jarang terdengar, buku ini bisa membuat kalian mengenal sosoknya. Jangan lewatkan setiap bagian artikel ini ya!

Profil David Reeve – Penulis Buku Tetap Jadi Onghokham

David Reeve adalah dosen tamu, diplomat, sejarawan, peneliti, penjelajah pantai, dan manajer proyek yang sudah mengunjungi Indonesia selama lebih dari 45 tahun. David sudah menetap di Indonesia kurang lebih selama enam belas tahun lamanya, untuk bekerja di sejumlah 6 perguruan tinggi Indonesia. Pada tahun 1980-an, David Reeve menjadi salah satu dosen pendiri program Studi Australia pada Universitas Indonesia.

Tetap Jadi Onghokham

button cek gramedia com

Selain itu, Pada 1990-an David Reeve juga pernah menjadi direktur tetap untuk program ACICIS selama 3 tahun di Universitas Muhammadiyah Malang dan Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Adapun program tersebut bertujuan membawa mahasiswa Australia untuk belajar di perguruan tinggi Indonesia. David Reeve juga gemar menulis tentang bahasa Indonesia, politik Indonesia, diaspora Indonesia, dan hubungan antara Australia-Indonesia. Setelah 10 tahun pensiun dari jabatannya di UNSW, ia menyibukan diri dengan menulis, salah satunya adalah buku Tetap Jari Onghokham ini.

Sinopsis Buku Tetap Jadi Onghokham

Tetap Jadi Onghokham

button cek gramedia com

Onghokham bukan sosok yang penting dalam pemerintahan, bukan juga penulis novel populer atau tokoh partai politik, dan juga bukan seorang militer. Ia bukan seperti yang digambarkan banyak biografi yang sudah terbit di Indonesia. Biografi Ong ditulis karena beberapa alasan lain, salah satunya menyangkut personality yang kompleks.

Ong Hok Ham adalah sejarawan yang hedon, intelektual publik yang suka berpesta, suka kuliner dan minum alkohol, serta gemar mengoleksi benda-benda bernilai. Ong menjadi sosok yang sudah memberikan kontribusi yang sangat penting untuk ilmu sejarah Indonesia dengan menyumbang pemikirannya. Faktor lain yang membuatnya menjadi sosok yang berkesan, yakni karena kejujurannya dalam mengungkap kehidupan pribadi dan kejiwaan.

Seperti yang sudah dijelaskan oleh sejumlah ahli dalam penulisan biografi, sejak 1950-an, kebanyakan biografi sangat jarang menampilkan aspek kejiwaan tokoh-tokoh yang ditulisnya. Biografi malah seperti “bahan promosi diri dalam dunia yang dipenuhi persaingan, di mana kekuasaan tidak kuat dan bergantung pada individunya. Dengan tiada usaha untuk mengungkapkan jati diri atau menemukan faktor tidak terduga hubungan sesama manusia, biografi malah menitikberatkan aspek perilaku agresif seorang tokoh, seperti yang bisa dilihat dalam pola penulisan biografi pahlawan nasional”.

Buku Tetap Jadi Onghokham berbeda dari biografi-biografi seperti itu. Buku ini akan menyajikan biografi yang mengungkap detail kehidupan kejiwaan pribadi Onghokham. Oleh karena sikap terbuka Ong, buku ini akan memperkenalkan standar baru untuk menulis biografi di Indonesia seperti yang Ong harapkan. Alasan lain, yakni karena aspek kehidupan Ong secara menyeluruh terlibat dalam berbagai peristiwa besar sejarah yang terjadi di Indonesia.

Onghokham lahir 9 tahun sebelum Belanda menguasai Indonesia. Lalu, Ong tumbuh di masa pendudukan Jepang serta Revolusi, yang dialami dirinya pada masa bertumbuh sebagai seorang pemuda yang harus dewasa sebelum saatnya. Ong juga menyaksikan langsung kekacauan pada 1950-an di era Demokrasi Liberal, yang didiskusikannya dengan teman-teman mahasiswa secara panjang lebar.

Belajar Sains Sulit dan Membosankan? Kamu Bisa Belajar Sains dengan Seru dan Menyenangkan Disini!

Ong sangat terdampak dengan polarisasi politik yang menjadi panas pada awal 1960-an, dan diakhiri pada 1965 dengan pergantian rezim penuh kekerasan. Hal ini mengakibatkan dirinya menderita selama bertahun-tahun. Tak menghentikan semangat Ong, ia melanjutkan studi di Universitas Yale pada 1968. Hal ini menjadi pengalaman yang membebaskan dirinya dari belenggu penderitaan. Namun sejak pulang pada 1975 sampai dengan 1998, dia mengalami sendiri hidup di bawah pemerintahan otoriter Soeharto yang berlangsung lama.

Ong menjadi salah satu saksi jatuhnya pemerintahan Soeharto, yang diikuti dengan masa penuh kekacauan, juga hancurnya Indonesia terhadap dekolonisasi di Timor-Leste. Ong menulis segala peristiwa itu di samping sejarah Jawa. Ong mengalami stroke yang pada tahun 2000 yang menghalangi aktivitasnya di awal masa Reformasi. Ini yang menyebabkan Ong harus duduk di kursi roda hingga akhir hidupnya pada 2007.

Kelebihan dan Kekurangan Buku Tetap Jadi Onghokham

Tetap Jadi Onghokham

button cek gramedia com

Pros & Cons

Pros
  • Biografi yang berbeda dari biografi sejenisnya.
  • Membahas secara menyeluruh aspek kehidupan kejiwaan Onghokham.
  • Dilengkapi catatan kaki akan sumber referensi.
  • Terdapat glosarium di akhir buku.
  • Menjadi sumbangan intelektual pada sejarah Indonesia modern.
Cons
  • Jumlah halaman sangat banyak.

Kelebihan Buku Tetap Jadi Onghokham

Tetap Jadi Onghokham

button cek gramedia com

Buku Tetap Jadi Onghokham ini adalah buku biografi yang disoroti, karena membahas salah satu sejarawan Indonesia yang belum dikenal banyak orang. David Reeve berhasil menggali aspek kehidupan kejiwaan Ong yang menyeruak sebagai sosok unik dalam sejarah Indonesia. Ia berhasil menarasikan seorang keturunan Tionghoa berlatar pendidikan Belanda, tidak percaya Tuhan, gay, pemabuk, dan hedonistik, secara apa adanya tapi tidak merendahkan.

Buku Tetap Jadi Onghokham ini menjadi biografi pertama di Indonesia yang membahas rekaman batin dan lika-liku kehidupan kejiwaan sang tokoh secara rinci dan mendalam. Kamu bisa mendapatkan deskripsi akan kebingungan, rasa takut, ketidakpastian, gangguan mental, dan pemenjaraan dirinya. Tidak hanya masa down, David Reeve juga menampilkan perkembangan sosok Ong yang sukses dalam berbagai aspek, sehingga ia berhasil menjadi intelektual publik tersohor, selebriti, dan seorang yang handal memasak.

Pada buku ini juga, Grameds bisa menemukan catatan kaki yang menunjukkan sumber referensi kalimat yang ditulis David Reeve. Dari hal ini, dapat diketahui bahwa David menuliskan buku ini dengan riset yang mendalam dan sumber yang kredibel. Grameds juga bisa menemukan glosarium di akhir buku yang menjelaskan berbagai kata yang tidak umum.

Tony Day, penulis Fluid Iron: State Formation in Southeast Asia memuji bukti studi tentang Ong dan berbagai pemikirannya yang dipenuhi sejumlah detail yang sangat kaya. Buku ini secara lengkap membahas Ong sebagai seorang  pribadi dan sosok publik populer. Buku ini jelas memberi sumbangan yang begitu berharga dan penting untuk sejarah intelektual yang menjadi bagian dari sejarah Indonesia modern.

Seorang aktor bernama Miriam Margolyes berpendapat bahwa buku ini akan membawa pembaca mengenal sosok yang asyik dan kompleks. Ong adalah ilmuwan yang berani, tajam secara politik, usil, dan jago masak. Ong kemudian mengubah hidupnya menjadi sesuatu yang bisa dirayakan. Buku ini membahas Ong sebagai manusia yang tiada duanya, baik dari sisi dalam atau luar. Miriam percaya buku ini dapat menjadi bacaan yang memperkaya pribadi pembaca.

Kekurangan Buku Tetap Jadi Onghokham

Tetap Jadi Onghokham

button cek gramedia com

Karya biografi memang bisa menjadi bacaan yang menarik, terutama ketika berhasil memperkenalkan kehidupan seorang tokoh dengan cara yang mendalam dan inspiratif. Namun, jika terlalu banyak narasi deskriptif, biografi juga bisa terasa membosankan dan kehilangan daya tariknya. Ini terutama berlaku jika pembaca merasa alur cerita terlalu panjang dan lambat.

Buku Tetap Jadi Onghokham sendiri termasuk dalam kategori buku yang cukup tebal, dengan halaman yang sangat banyak. Ketebalan buku ini bisa menjadi tantangan bagi sebagian pembaca, terutama jika mereka tidak mengambil jeda atau beristirahat di sela-sela membaca. Bagi mereka yang lebih menyukai cerita yang ringkas, ketebalan ini mungkin berpotensi menimbulkan kejenuhan.

Oleh karena itu, untuk menikmati buku ini sepenuhnya, ada baiknya pembaca meluangkan waktu dan membacanya secara bertahap. Dengan cara ini, mereka bisa tetap terlibat dalam kisah yang disampaikan tanpa merasa kelelahan atau bosan karena narasi yang panjang dan detail.

Penutup

Tetap Jadi Onghokham

button cek gramedia com

Buku Tetap Jadi Onghokham menjadi salah satu buku biografi yang berbeda dari buku biografi lainnya. Buku ini menyoroti aspek kejiwaan Ong, sehingga benar-benar mengungkap secara menyeluruh sosok Onghokham. Pengenalan pembaca kepada sosok Ong pun akan lebih mendalam.

Buku ini direkomendasikan bagi Grameds, yang ingin membaca biografi yang berbeda. Sekian sinopsis dan ulasan dari buku Tetap Jadi Onghokham karya David Reeve. Yuk kita kenali sosok dalam sejarah ini dengan membaca buku ini yang tersedia hanya di Gramedia.com! Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.

Penulis: Gabriel

 

Rekomendasi Buku

Panggil Aku Kartini Saja

Panggil Aku Kartini Saja

button cek gramedia com

Tahun 1899 seorang perempuan berdarah ningrat menolak disapa Raden Ajeng. Sebagai putri bupati, ia sebenarnya berhak menerima penghormatan itu. Tapi ia menolaknya dengan segala alasan. Di sepucuk suratnya, perempuan itu menulis: Panggil Aku Kartini saja, itulah namaku!

Kartini yang kita tahu bukan sekadar pelopor emansipasi perempuan, melainkan juga “pengkritik yang tangguh dari feodalisme budaya Jawa dengan segala tetek bengek kerumitannya”, sekaligus juga sebagai “pelopor dari sejarah modern Indonesia”

Mangir

Mangir

button cek gramedia com

Setelah Majapahit runtuh pada 1527. Jawa kacau balau dan bermandi darah. Kekuasaan tak berpusat, tersebar praktis di seluruh kadipaten, kabupaten, bahkan desa. Perang terus-menerus menjadi untuk memperebutkan penguasa tunggal. Permata-permata kesenian, baik di bidang sastra, musik, dan arsitektur tidak lagi ditemukan. Selama hampir satu abad jawa dikungkung oleh pemerintah teror, yang berpolakan tujuan menghalalkan cara

Latar belakang kisah Mangir karya Pramoedya Ananta Toer ini adalah keruntuhan Majapahit pada tahun 1527, akibat dari keruntuhan Majapahit, kekuasaan tak berpusat tersebar di seluruh daerah Jawa yang menyebabkan keadaan kacau balau. Perang terus terjadi untuk merebut kekuasaan tunggal, perang tersebut tentu saja menjadikan Pulau Jawa bermandikan darah. Sehingga yang muncul di Jawa adalah daerah-daerah kecil (desa) yang berbentuk Perdikan (desa yang tidak mempunyai kewajiban membayar pajak kepada pemerintah penguasa) dan menjalankan sistem demokrasi desa, dengan penguasanya yang bergelar Ki Ageng.

Tan Peng Nio

Tan Peng Nio

button cek gramedia com

Krisis ekonomi dan hoaks pada tahun 1740 telah menyulut suatu peristiwa berdarah yang disebut sebagai Geger Pecinan. Lebih dari 10 ribu warga keturunan Cina di Batavia dibantai Belanda dan lebih dari 500 ribu rumah mereka dijarah dan dibakar. Mereka yang selamat lalu lari ke Jawa Tengah. Pelarian warga Cina Batavia yang terbentuk dalam pasukan milisi ini kemudian bergabung dengan pasukan Keraton Mataram lalu menyerang balik Belanda dan menduduki sejumlah daerah di Jawa Tengah.

Di tengah kecamuk itu muncul prajurit perempuan yang berpakaian sebagaimana layaknya prajurit pria bernama Tan Peng Nio, putri Jenderal Tan Wan Swee yang memberontak terhadap Kaisar Qianlong dan kemudian melarikan diri ke tanah Jawa. Bukan tanpa alasan Tan Peng Nio mengenakan pakaian pria, hal itu ia lakukan demi menghindari pengejaran pasukan Kaisar Qianlong yang dibantu pasukan Belanda untuk bisa menangkapnya hidup-hidup dan membawanya kembali ke Tiongkok lalu menghadapkannya pada Kaisar Qianlong.

Sumber:

  • https://indonesia.cdu.edu.au/associate-professor-david-reeve
  • https://books.google.co.id/books?id=p3QZEQAAQBAJ&pg=PA1&source=kp_read_button&hl=en&newbks=1&newbks_redir=0&gboemv=1&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

Written by Adila V M

A half-time writer, a full-time dreamer.