Almond karya Sohn Won-pyung membawa kita masuk ke dalam dunia gelap Yoon-jae, seorang remaja yang hidup dengan kondisi alexithymia. Ini adalah cerita tentang perjuangan memahami emosi, menemukan makna hidup, dan bagaimana cinta serta hubungan dengan orang lain bisa mengubah segalanya. Melalui buku ini, kita diajak memaknai pentingnya empati dan menjadi manusia yang lebih peka terhadap sekitar.
Grameds, apakah kamu pernah membayangkan hidup tanpa emosi? Dunia terasa hampa, tanpa kebahagiaan maupun kesedihan. Novel ini akan menjawab semua rasa penasaran kamu tentang dunia yang seperti itu.
Novel Almond pertama kali diterbitkan di Korea Selatan pada tahun 2017 dan dengan cepat menarik perhatian pembaca dan kritikus. Buku ini diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Indonesia, dan berhasil meraih berbagai penghargaan. Dengan panjang sekitar 200 halaman, novel ini terbagi dalam empat episode yang menggambarkan perjalanan Yoon-jae berinteraksi dengan berbagai orang di sekitarnya, seperti Gon dan Dora. Setiap episode memberikan pelajaran hidup yang mendalam, membuat buku ini cocok untuk kamu yang mencari bacaan dengan tema psikologi dan emosi.
Jika kamu mencari bacaan yang menggetarkan hati, Almond adalah pilihan tepat. Novel ini bukan hanya sebuah cerita, melainkan pengalaman emosional yang mendalam. Dengan gaya bahasa yang ringan dan konflik yang relatable, kamu akan merasa dekat dengan setiap karakter. Buku ini akan mengajarkan tentang pentingnya empati dan memahami orang-orang di sekitar kita.
Nah, sebelum kita lanjut membahas bukunya, mari berkenalan dulu dengan penulisnya.
Table of Contents
Profil Shon Won-pyung, Penulis dan Sutradara Berbakat
Sohn Won-pyung adalah seorang penulis dan pembuat film yang telah menghasilkan karya-karya mengesankan di dunia sastra dan sinema. Lahir di Seoul pada tahun 1979, ia memulai debutnya sebagai novelis dengan memenangkan Penghargaan Changbi pada 2016 untuk novelnya yang fenomenal, Almond. Tahun berikutnya, ia kembali menorehkan prestasi melalui Counterattack of the Thirty yang meraih Penghargaan Sastra Perdamaian Jeju 4.3. Dalam tulisannya, Sohn kerap mengeksplorasi tema tentang makna keberadaan manusia dan perjalanan menuju kedewasaan, dengan karakter yang kuat dan alur cerita yang memikat.
Sebagai anak kedua dari Sohn Hak-kyu, seorang politisi ternama Korea Selatan, Sohn memiliki latar belakang keluarga yang kuat. Di bangku kuliah, ia mendalami sosiologi dan filsafat, dua bidang yang memberikan pengaruh besar pada cara berpikirnya. Pemahaman tentang struktur sosial dari sosiologi serta konsep individualitas dari filsafat membantunya membangun dasar yang kokoh untuk menciptakan cerita yang unik. Ia percaya bahwa pengalaman ini telah membentuk perspektifnya dalam menggambarkan kehidupan manusia melalui seni.
Sebelum sukses sebagai novelis, Sohn lebih dahulu dikenal di dunia perfilman. Ia memenangkan penghargaan kritik film pada tahun 2001 dan kemudian melanjutkan studi penyutradaraan di Korean Academy of Film Arts (KAFA). Dalam perjalanan kariernya sebagai sutradara, ia menyutradarai sejumlah film pendek, termasuk Ooh, You Make Me Sick yang mendapat pujian dari kritikus. Kesuksesan di dunia film ini menjadi modal penting bagi Sohn dalam menciptakan karya sastra yang dinamis dan penuh visualisasi.
Perjalanan Sohn di dunia sastra tidaklah mudah. Ia pernah mencoba mengikuti berbagai kompetisi sastra dengan lebih dari 30 nama pena, tetapi gagal. Semangatnya tidak surut; setelah kelahiran anak pertamanya, ia mulai menulis di waktu luang, dan lahirlah Almond. Novel ini tidak hanya memenangkan penghargaan bergengsi, tetapi juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan diterbitkan di banyak negara. Dengan cepat, Almond menjadi salah satu karya literatur Korea yang menonjol, terutama karena menyajikan tema unik tentang empati melalui karakter Yoon-jae, seorang remaja dengan kondisi alexithymia.
Sohn Won-pyung dikenal karena kemampuannya menggambarkan isu-isu sosial yang relevan melalui karakter yang unik dan alur cerita yang bergerak cepat. Sebagai seorang penulis, ia memulai proses kreatifnya dengan menentukan tema utama, lalu mengembangkan karakter sesuai dengan tema tersebut. Melalui karyanya, Sohn menyampaikan pesan bahwa empati dan usaha memahami orang lain membutuhkan upaya khusus. Ke depan, ia berencana untuk menulis sebuah novel epik yang menggambarkan sejarah empat generasi perempuan, menunjukkan dedikasinya pada eksplorasi tema-tema besar yanfg sarat makna.
Sinopsis Novel Almond Karya Sohn Won-pyung
Almond mengisahkan perjalanan hidup Yoon-jae, seorang remaja yang lahir dengan kondisi langka bernama alexithymia sehingga membuatnya sulit merasakan dan mengekspresikan emosi. Kondisi ini disebabkan oleh ukuran amigdala di otaknya yang jauh lebih kecil dari manusia pada umumnya.
Yoon-jae tumbuh dalam dunia yang penuh tantangan, di mana ketidakmampuannya memahami emosi seperti rasa takut, sedih, atau bahagia membuatnya tampak berbeda dari orang lain. Ibunya—sosok yang sangat peduli padanya—melatih dirinya untuk menghadapi dunia dengan mengajarkan cara-cara memahami situasi emosional.
Ketika Yoon-jae mulai belajar hidup sendiri, ia bertemu dengan Goni, seorang anak lelaki penuh amarah yang tidak mampu mengendalikan emosinya. Keduanya, meski bertolak belakang, menjalin persahabatan yang unik. Melalui hubungan mereka, Yoon-jae perlahan-lahan menemukan cara untuk memahami emosi manusia dan arti dari kepedulian.
Dengan gaya penulisan yang penuh makna dan refleksi, novel ini menggambarkan pentingnya usaha untuk memahami perasaan orang lain, meskipun itu tidak datang secara alami. Almond adalah kisah tentang empati, pertumbuhan, dan kekuatan hubungan manusia yang mampu mengubah kehidupan seseorang.
Kelebihan dan Kekurangan Novel Almond Karya Sohn Won-pyung
Kelebihan Novel Almond Karya Sohn Won-pyung
Salah satu kekuatan utama Almond adalah kemampuannya menyampaikan pelajaran hidup secara tersurat maupun tersirat. Novel ini mengajarkan pentingnya empati, sesuatu yang sering kali terlupakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan latar belakang psikologis yang kuat, penjelasan tentang alexithymia memberikan wawasan baru bagi pembaca.
Sudut pandang pertama yang digunakan penulis membuat kita dapat memahami apa yang dirasakan oleh Yoon-jae sehingga pengalaman membaca terasa lebih personal. Ditambah lagi, bahasa yang ringan dan konflik yang relatable menjadikan buku ini kombinasi sempurna untuk pembaca muda maupun dewasa.
Almond mengajarkan pembaca tentang arti empati dan pentingnya memahami perasaan orang lain, terutama mereka yang memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan emosi. Melalui karakter Yoon-jae, novel ini memperlihatkan bagaimana perjuangan seseorang yang dianggap “berbeda” untuk hidup di tengah masyarakat yang seringkali tidak memahami kondisi tersebut. Pelajaran ini mengingatkan kita untuk lebih bersyukur atas kemampuan kita dalam merasakan emosi dan lebih peduli terhadap orang-orang di sekitar.
Sohn Won-pyung berhasil memperkenalkan pembaca pada kondisi medis Alexithymia, yaitu ketidakmampuan untuk mengenali dan mengekspresikan emosi. Penjelasan latar belakang psikologis yang sederhana dan informatif membuat buku ini juga menjadi bacaan yang penuh wawasan.
Keindahan bahasa yang digunakan dalam Almond adalah salah satu keunggulannya. Sohn Won-pyung menulis dengan gaya yang ringan, tetapi penuh makna. Alhasil, buku ini mudah dipahami oleh pembaca dari berbagai usia. Konflik yang disajikan juga tidak berlebihan, tetapi cukup untuk membuat emosi pembaca teraduk. Hal ini menciptakan keseimbangan antara narasi yang menghibur dan pesan mendalam yang ingin disampaikan.
Setiap karakter dalam Almond memiliki keunikan tersendiri dan mampu memberikan kesan mendalam bagi pembaca. Yoon-jae sebagai tokoh utama digambarkan dengan manusiawi sehingga pembaca dapat merasakan perjuangannya untuk memahami dunia emosional. Karakter Gon dan Dora, sebagai teman-teman Yoon-jae, juga memberikan warna tersendiri dalam cerita, memperkaya dinamika hubungan antarmanusia yang diangkat dalam novel ini.
Deskripsi latar Korea Selatan dalam Almond terasa hidup dan nyata. Sohn Won-pyung mampu menggambarkan suasana lingkungan, budaya, dan kehidupan sehari-hari di Korea Selatan dengan detail yang memikat. Hal ini membuat pembaca bisa dengan mudah membayangkan adegan-adegan dalam novel, menjadikan pengalaman membaca lebih imersif. Selain memberikan konteks cerita yang kuat, latar ini juga memberikan pembaca wawasan tambahan tentang kehidupan di Korea Selatan.
Kekurangan Novel Almond Karya Sohn Won-pyung
Pesan Moral dalam Novel Almond Karya Sohn Won-pyung
Almond mengajarkan kita bahwa setiap orang pasti memiliki perjuangannya masing-masing. Meskipun seseorang terlihat berbeda atau sulit mengekspresikan emosi, mereka tetaplah manusia yang layak mendapatkan cinta dan empati. Melalui karakter Yoon-jae, kita belajar bahwa hubungan dengan orang lain memiliki kekuatan untuk mengubah hidup. Novel ini juga mengingatkan kita untuk bersyukur atas kemampuan sederhana seperti merasakan emosi, yang sering kita anggap remeh.
Salah satu pesan moral yang menonjol dari Almond adalah pentingnya empati. Melalui kisah Yoon-jae, pembaca diajak untuk memahami bagaimana rasanya hidup tanpa kemampuan merasakan dan mengekspresikan emosi. Novel ini mengingatkan kita bahwa setiap orang, terlepas dari keterbatasan yang dimiliki, tetaplah manusia yang layak mendapatkan cinta, perhatian, dan pengertian. Pesan ini mengajarkan bahwa empati adalah fondasi penting dalam hubungan antarmanusia.
Almond juga menyoroti betapa besar peran cinta dan dukungan dari orang-orang terdekat dalam membantu seseorang menghadapi tantangan hidup. Ibu Yoon-jae dan neneknya memberikan cinta tanpa syarat yang menjadi dasar kekuatan Yoon-jae untuk bertahan dan tumbuh. Di sisi lain, persahabatannya dengan Gon dan Dora membuktikan bahwa hubungan positif dapat membawa perubahan besar, bahkan bagi mereka yang merasa “terasing” dari dunia.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan apa arti “normal” dalam hidup. Melalui perjalanan Yoon-jae, Sohn Won-pyung menunjukkan bahwa menjadi “berbeda” bukanlah sesuatu yang salah. Justru, penerimaan diri dan keberanian untuk menjalani hidup dengan cara kita sendiri adalah kunci untuk menemukan kebahagiaan. Pesan ini relevan bagi siapa saja yang merasa tidak sesuai dengan standar yang diciptakan oleh masyarakat.
Almond juga mengajarkan bahwa perubahan adalah hal yang mungkin, bahkan dalam situasi sulit sekalipun. Gon, yang awalnya penuh amarah dan kebencian, perlahan berubah menjadi sosok yang lebih hangat berkat persahabatannya dengan Yoon-jae. Novel ini mengajarkan bahwa memaafkan, baik kepada diri sendiri maupun orang lain, adalah langkah penting untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik.
Kesimpulan
Almond adalah novel yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menginspirasi. Dengan gaya penulisan yang sederhana namun penuh makna, Sohn Won-pyung berhasil menciptakan cerita yang menyentuh hati. Ini adalah buku yang akan membuatmu tertawa, menangis, dan merenung tentang arti menjadi manusia. Siapkan dirimu untuk perjalanan emosional yang mendalam karena Almond akan meninggalkan kesan yang tak terlupakan.
Novel ini tersedia di toko buku Gramedia dan situs gramedia.com, lho. Jangan lupa beli dan bawa pulang bukunya, ya! Gramedia selalu setia menjadi #SahabatTanpaBatas agar kamu bisa #LebihDenganMembaca.
Penulis: Gheani Kirani
Rekomendasi Buku
Tube
Kim Seong-gon Andrea adalah seorang pria paruh baya yang hidup dalam kegagalan demi kegagalan. Berbagai bisnis yang dia jalankan bangkrut. Dia berpisah dengan keluarganya. Bahkan upayanya untuk bunuh diri pun gagal. Pada satu hari yang putus asa—setelah kegagalannya untuk bunuh diri—Seong gon menonton sebuah televisi di stasiun Seoul. Seorang pebisnis sukses sedang berbicara di layar kaca. Seong-gon menggerutu dan menafikan ucapan pria di layar TV itu. Saat Seong-gon dalam perjalanan pulang dengan perasaan kesal itu, sebuah iklan di papan elektronik membuat Seong-gon yang mengubah pola hidupnya setelah itu, “Mengubah postur tubuh dapat mengubah hidup Anda.”
Seong-gon mulai kembali menata hidupnya yang telah berantakan melalui hal kecil namun signifikan. Dia secara serius dan konsisten mengubah postur tubuhnya. Seong-gon tidak ambil pusing apakah perubahan kecil itu akan berdampak pada kariernya atau hidupnya secara keseluruhan. Hidup Seong-gon perlahan membaik. Dia bertemu dengan orang-orang yang membuatnya konsisten untuk berubah: Han Jin-seok dan Park Sil-young. Seong-gon kembali bersatu dengan keluarganya. Kariernya menanjak naik. Namun, Seong-gon rupanya terlena dengan kesuksesan yang dia raih. Roda hidup berputar, dan Seong-gon tidak selamanya di atas.
Human Acts
Amid a violent student uprising in South Korea, a young boy named Dong-ho is shockingly killed. The story of this tragic episode unfolds in a sequence of interconnected chapters as the victims and the bereaved encounter suppression, denial, and the echoing agony of the massacre. From Dong-ho’s best friend who meets his own fateful end; to an editor struggling against censorship; to a prisoner and a factory worker, each suffering from traumatic memories; and to Dong-ho’s own grief-stricken mother; and through their collective heartbreak and acts of hope is the tale of a brutalized people in search of a voice. An award-winning, controversial bestseller, Human Acts is a timeless, pointillist portrait of an historic event with reverberations still being felt today, by turns tracing the harsh reality of oppression and the resounding, extraordinary poetry of humanity.
The Vegetarian
Before the nightmares began, Yeong-hye and her husband lived an ordinary, controlled life. But the dreams—invasive images of blood and brutality—torture her, driving Yeong-hye to purge her mind and renounce eating meat altogether. It’s a small act of independence, but it interrupts her marriage and sets into motion an increasingly grotesque chain of events at home. As her husband, her brother-in-law and sister each fight to reassert their control, Yeong-hye obsessively defends the choice that’s become sacred to her. Soon their attempts turn desperate, subjecting first her mind, and then her body, to ever more intrusive and perverse violations, sending Yeong-hye spiraling into a dangerous, bizarre estrangement, not only from those closest to her, but also from herself. Celebrated by critics around the world, The Vegetarian is a darkly allegorical, Kafka-esque tale of power, obsession, and one woman’s struggle to break free from the violence both without and within her.
- #PreMarriageTalk: Karena Menikah Butuh Persiapan
- 3726 MDPL
- 48 Laws of Power
- A Gentle Reminder
- Almond
- Atur Duitmu!
- Bintang
- Esensialisme: Pentingkan yang Penting Saja
- Generasi Ekspektasi
- Grit: Kekuatan Passion dan Kegigihan
- Review Buku Hidup Seutuhnya: Kaidah Berkehidupan, Berpendidikan, dan Berketuhanan
- Kami (Bukan) Fakir Asmara
- Kaya Harta, Kaya Amal
- Malioboro at Midnight
- Meluruhkan Pilu: Aku Jatuh Cinta dengan Ketidakmungkinan Kita
- Merdeka Finansial dengan Investasi Saham
- Metropop: Resign!
- Muslim Produktif
- Nudge
- Outlive : Memikir Ulang Sains dan Seni Umur Panjang
- Pasta Kacang Merah
- Salvation of Saint
- Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja
- Setiap Pebisnis Harus Punya Buku Ini!
- Shaka Oh Shaka
- Solo Leveling 6
- Stoik: Apa dan Bagaimana
- The Answer: Jawaban atas Semua yang Anda Inginkan
- The Cat Who Saved Books
- The Shining Gateway
- Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 4
- Youth X Machinegun 1