Di sebuah bioskop tua yang telah lama ditinggalkan di Bogor, tersimpan sejarah kelam yang siap untuk terungkap. Ruri, yang bekerja untuk seorang kreator horor di YouTube, ditugaskan untuk menyelidiki misteri di balik bioskop arwah ini. Awalnya, tujuannya hanya untuk mencari materi baru yang menarik perhatian penonton. Namun, penyelidikan ini perlahan berubah menjadi penggalian masa lalu yang lebih personal, di mana Ruri menemukan keterikatan mendalam dengan keluarganya dan rahasia yang selama ini terkubur. Kenangan yang terlupakan bangkit kembali, dan jiwa-jiwa tak tenang di bioskop itu mulai memburunya.
Table of Contents
Profil Eve Shi – Penulis Novel Bioskop Arwah
Eve Shi, penulis horor berbakat yang lahir dan besar di Bogor, Jawa Barat, telah mengukir namanya di dunia literasi Indonesia melalui karya-karya yang memikat. Hobi menulis yang ia geluti sejak kecil mengantarkannya untuk terus berkarya dan melahirkan berbagai novel terkenal, seperti Aku Tahu Kamu Hantu, Lost, Unforgiven, Sparkle, dan lainnya.
Sejak tahun 2011, Eve Shi juga aktif sebagai municipal liaison untuk NaNoWriMo (National Novel Writing Month), sebuah organisasi non profit berbasis di Amerika Serikat yang mendukung penulis di seluruh dunia untuk menumbuhkan semangat kreatif mereka. Melalui perannya ini, Eve turut mendorong para penulis untuk produktif dan percaya diri dalam menghasilkan karya baru setiap tahunnya.
Sebagai penulis yang sangat mencintai genre horor dan thriller, Eve memiliki harapan besar agar genre ini semakin digemari di Indonesia. Ia bermimpi agar novel-novel horor dan thriller Indonesia dapat semakin bersinar dan mendapatkan tempat di kancah internasional.
Sinopsis Novel Bioskop Arwah
Papa dan Mama meninggal dalam kecelakaan bus saat usiaku enam belas tahun. Sepanjang hidupku, hanya tiga kali Papa dan Mama membawaku ke Citeureup, tempat Opa tinggal—ayah dari Papa. Opa adalah pensiunan karyawan di perusahaan asuransi, sementara Oma sudah lebih dulu meninggal dunia karena sakit. Kerabat Papa yang lain hanya Tante Kendra, keponakan Opa.
Rumah Bu Elis dan Pak Firas selalu memberikan kehangatan bagiku. Namun, rumah Opa, kakek kandungku sendiri, terasa berbeda. Setiap kunjungan kami ke sana selalu mengikuti pola yang sama. Papa mengetuk pintu, dan Opa membukanya. Mama dan aku bergantian mencium tangan Opa, yang selalu menyambut kami dengan ucapan singkat, “Ruri sudah besar, ya,” tanpa ekspresi.
Di ruang tamu, Opa menanyakan kabar kami. Papa bekerja sebagai staf manajemen di sebuah perusahaan ekspedisi, sementara Mama, seorang ibu rumah tangga, mengisi waktu dengan menerima pesanan jahitan. Kami lalu makan siang di depan TV yang menyala. Jika Mama bertanya, barulah Opa bercerita tentang masa kecil Papa, dan itu pun terbatas—tentang hobinya bermain sepak bola atau petualangannya bersama teman-teman ke Gunung Bromo.
Kami datang menjelang siang dan pulang setelah makan. Opa melepas kami tanpa ucapan hangat, seolah kunjungan itu adalah formalitas. Seperti sekumpulan aktor yang tak becus membawakan peran, kami berusaha menjalani peran keluarga yang tidak menyatu. Barangkali, Opa hanya berakting, dan sebenarnya tidak menyukai kedatangan kami.
Kenangan ini terus terbayang sepanjang perjalanan dengan bus menuju Citeureup. Langit pagi ini biru bersih tanpa awan. Aku duduk di kursi belakang pengemudi, dengan earphone yang mengalunkan lagu-lagu city pop. Di sebelahku, seorang perempuan paruh baya terkantuk-kantuk dengan tangan terlipat.
Renggangnya hubungan Papa dan Opa adalah salah satu misteri besar dalam hidupku. Papa tidak pernah menjelaskan, dan Mama pun kurang paham. Yang ia tahu hanyalah bahwa Opa tidak sepenuhnya merestui kepergian Papa ke Jakarta. Jika dibandingkan dengan Opa, Tante Kendra lebih akrab dengan Papa. Beberapa kali kami mengunjungi keluarga Tante Kendra di Bogor. Saat orangtuaku meninggal, beliau yang mengurus pemakaman mereka.
Tadi malam, aku menghubungi Tante Kendra, “Tante, aku ada kerja di Citeureup. Boleh menginap di rumah Opa?” Sejak Opa meninggal, rumah itu menjadi tanggung jawab Tante Kendra. Ia menyewa Pak Kamal sebagai penjaga, membayar tagihan listrik dan air, dan secara rutin mengunjungi rumah itu sebulan sekali.
“Boleh,” jawab Tante. “Berapa hari di sana? Nanti Tante kasih tahu Pak Kamal.” Tante Kendra, seperti Bu Elis, menginginkan aku memiliki pekerjaan yang lebih stabil. Meski begitu, ia tidak melarang pekerjaanku sebagai asisten Javier. Dukungan dari orang-orang terdekat selalu menjadi harta tak ternilai bagiku.
Bus keluar dari jalan tol, memasuki jalan utama di Citeureup, dan para penumpang mulai turun. Jalanan ramai dengan sepeda motor dan angkot berwarna biru. Aku memesan ojek online dan menunggu di sebuah warung makan. Lima menit kemudian, ojek datang, membawaku menuju rumah Opa.
Rumah itu terletak di pinggir jalan sempit yang hanya cukup dilalui satu mobil. Cat merah muda di dindingnya mulai memudar. Halaman depan hanyalah teras berubin kecoklatan. Dalam hati, aku berpikir rumah ini sebaiknya direnovasi dan dijual. Namun, Tante Kendra mengaku belum punya dana untuk itu. Sebagai satu-satunya anggota keluarga yang masih muda, aku mempercayakan sepenuhnya pengelolaan rumah ini pada Tante Kendra.
Kelebihan dan Kekurangan Novel Bioskop Arwah
Kelebihan Novel Bioskop Arwah
Novel Bioskop Arwah karya Eve Shi menawarkan cerita yang seru dan penuh ketegangan sejak halaman-halaman awal. Berlatarkan sebuah bioskop tua dan angker di Bogor, novel ini berhasil menggiring pembaca ke dalam dunia yang gelap, dingin, dan penuh rahasia, menjadikan pengalaman membaca semakin mencekam. Eve Shi dengan cermat membangun alur yang rapi dan terstruktur, menghadirkan misteri demi misteri yang menimbulkan rasa penasaran mendalam, hingga akhirnya terkuak satu per satu di akhir cerita. Dengan penyusunan alur yang teliti, pembaca seakan ikut berlari bersama Ruri, sang tokoh utama, yang terus dikejar bayang-bayang masa lalu keluarganya serta roh-roh penasaran yang menghuni bioskop tersebut.
Salah satu kelebihan besar dari novel Bioskop Arwah ini adalah latar belakang yang sangat detail dan realistis. Khusus bagi pembaca yang mengenal Bogor, Eve Shi berhasil menghadirkan atmosfer kota tersebut dengan autentik, mulai dari lingkungan sekitar hingga suasana di jalanan. Detail yang mendalam ini membuat pembaca bisa membayangkan setting novel secara nyata, seolah berada di tempat yang sama dengan Ruri dan merasakan ketegangan yang dialaminya.
Dalam hal membangun misteri, Eve Shi adalah ahlinya. Ia tidak hanya membuat pembaca terus bertanya-tanya tentang penyebab renggangnya hubungan antara Ruri dan kakeknya, tetapi juga perlahan-lahan menggali luka lama keluarga yang berakar kuat dalam cerita. Keahlian Eve Shi dalam mengungkap misteri dengan sabar dan berlapis-lapis memberikan kesan kuat, seakan ia mengajak pembaca untuk membuka tirai demi tirai rahasia yang selama ini tersembunyi di balik bioskop tua tersebut. Rasa penasaran ini terus dipupuk sepanjang cerita hingga klimaksnya yang memuaskan, menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sejak awal menghantui Ruri dan, pada akhirnya, pembaca.
Gaya penulisan Eve Shi yang sederhana dan mudah dimengerti menjadikan novel ini cocok untuk berbagai kalangan pembaca. Meskipun cerita ini penuh dengan unsur horor dan suasana yang kelam, bahasanya tetap ringan dan mengalir, sehingga pembaca dapat fokus menikmati alur cerita tanpa merasa terbebani dengan bahasa yang rumit. Percakapan antar tokoh terasa natural dan tidak berlebihan, memberikan kesan hidup pada setiap karakter yang hadir. Dialog yang realistis ini berhasil menggambarkan karakter dan perasaan masing-masing tokoh, terutama interaksi Ruri dengan karakter lain seperti Tante Kendra dan Pak Kamal, yang menunjukkan dinamika keluarga dengan sentuhan dramatis dan mendalam.
Penokohan dalam novel Bioskop Arwah ini juga patut diacungi jempol. Ruri digambarkan sebagai sosok yang penuh tekad namun tetap rentan, terutama ketika berhadapan dengan rahasia kelam keluarganya yang selama ini terpendam. Karakter Ruri terasa sangat nyata dan manusiawi, menciptakan keterikatan emosional dengan pembaca yang seakan ikut merasakan ketakutan, kesedihan, dan keingintahuannya yang mendalam akan masa lalunya. Di sisi lain, karakter Opa dan hubungan renggangnya dengan Papa semakin memperkuat sisi misteri keluarga, menciptakan ketegangan yang terus meningkat hingga akhir.
Kekurangan Novel Bioskop Arwah
Meskipun Bioskop Arwah karya Eve Shi memiliki banyak kelebihan, terdapat beberapa kekurangan minor yang patut diperhatikan. Salah satunya adalah adanya kesalahan penulisan atau typo di beberapa bagian. Meskipun kesalahan ini tidak signifikan mempengaruhi alur cerita atau kenyamanan membaca, keberadaannya tetap dapat sedikit mengurangi kerapian teks.
Kehadiran typo ini bisa menjadi catatan bagi penulis dan editor untuk meningkatkan kualitas karya di masa mendatang. Meskipun demikian, kekurangan ini tidak menghalangi keseluruhan pengalaman membaca, yang tetap menarik dan menegangkan bagi para penggemar genre horor.
Penutup Novel Bioskop Arwah
Bagi para penggemar cerita horor yang menyukai kisah penuh ketegangan, alur yang bikin penasaran, dan misteri yang menegangkan, Bioskop Arwah adalah novel yang wajib untuk kalian miliki. Karya Eve Shi kali ini benar-benar menunjukkan kepiawaiannya dalam meramu cerita horor, membuat pembaca seolah terjebak dalam dunia yang penuh rahasia dan kengerian. Dengan keahlian Eve Shi dalam genre ini, novel ini tidak hanya menyuguhkan ketegangan saja, tetapi juga pengalaman membaca yang mendalam dan berkesan. Setiap halaman seakan mengundang pembaca untuk semakin masuk ke dalam cerita, menantikan kejutan apa yang akan datang selanjutnya Ayo segera miliki novel ini!
Bagi Grameds yang ingin membaca buku lain karya Eve Shi, Gramin sudah siapkan di bawah ini dan kalian bisa mendapatkannya hanya di Gramedia.com ya! Yuk langsung saja dapatkan buku-buku terbaik hanya di Gramedia.com! Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Buku
Restoran Terkutuk
Restoran tempat aku menetap sanggup mengabulkan permintaan dari tamu yang datang pada malam hari. Sebaliknya, permintaan tersebut dapat menjadi racun bagi sang tamu. Meski paham risikonya, mereka tetap meminta. Tidak masalah bagiku, yang bertugas mendengarkan permintaan itu. Aku hanya penerima tamu, dan dampak yang ditanggung tamu bukanlah urusanku.
Tidak semua tamu mengajukan permintaan secara baik-baik. Ada yang mengotot, atau jengkel bahwa permintaannya mungkin tak terkabul. Contohnya, seorang laki-laki bernama Yuda. Ketika masuk ke restoran, dia celingukan ke sana kemari. Saat aku mengucapkan selamat malam, Yuda melirik ke belakangnya. Aku mempersilahkan dia duduk, dan dia mengenyakkan badan di kursi, seperti tak rela berada di sini..
Tanda Mata Kematian
Lima menit berlalu sejak Teisha terkurung.
Sepuluh menit. Mengapa belum ada juga yang lewat?
Klub teater biasanya pulang sekitar pukul tujuh.
Mengapa tidak ada anggotanya yang naik ke kamar mandi lantai tiga?
Teisha tak lagi ingin menjerit.
Akan tetapi, dia pun sadar ketenangannya ini rapuh.
Bila terlalu lama terkurung, dia bisa kalut alih-alih mencari jalan keluar.
Dia terbayang obrolannya kemarin dengan Priska.
“Sekali masuk ke ruangan tertentu, di jam tertentu, mereka nggak bisa keluar lagi.”
Boneka Sandya
Novel Boneka Sandya ini menceritakan tentang seorang anak berusia delapan tahun bernama Aris. Karena sejak kecil Aris sering sakit-sakitan, seperti umumnya orang jawa, bapaknya pun berinisiatif mengganti nama anaknya dengan harapan anaknya jadi lebih sehat dan nggak sakit-sakitan. Bapak mengganti nama Aris menjadi Sandya.
Selama proses menuju dewasa, Sandya mengetahui dari Mama sendiri kalau boneka yang Mama jual bukanlah boneka biasa, tapi boneka yang bisa mencelakai orang. Sandya juga tahu resiko yang harus ia terima kelak, ketika tugas sebagai penjaga boneka harus dilakukannya. Resiko yang sangat berat dan kalian bisa tahu kalau baca sendiri bukunya. Buku ini cocok buat kalian yang suka baca horror tapi tidak ingin yang terlalu seram.
Sumber:
- https://www.goodreads.com/book/show/218507882-bioskop-arwah
- https://www.wattpad.com/321707309-authorview-profil-para-penulis-kece-eve-shi
- https://www.google.co.id/books/edition/Bioskop_Arwah/GSkdEQAAQBAJ?hl=id&gbpv=1&pg=PA2&printsec=frontcover
- 1984
- 23:59 : Sebuah Novel
- Alucard
- Adat, Kelas, dan Indigenitas
- Apa yang Harus Dilakukan Ketika Doa Anda Tampak Tak Dijawab
- Apa yang Mengendalikan Kehidupanmu?
- Approximating The Distance Between Two People
- Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi
- Bandung Menjelang Pagi
- Buddha 3: Dewadatta
- Creepy Case Club 6: Kasus Hantu Panggung
- Dulu, Kini, dan Nanti
- Festival Hujan
- Flawed
- Gabriel and Zoe
- Gentayangan
- Going Offline: Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi
- Hukum Perseroan Terbatas
- Impressed
- Inyik Balang
- Janji Untuk Ayah
- Kalung Setengah Hati
- Kendalikan Uangmu: Yuk, Jadi Financial Planner untuk Diri Sendiri!
- Literature for Teens: The Second Fall
- Leadership Mastery
- Make Time: Cara Fokus pada Hal-Hal Penting Setiap Hari
- Mata di Tanah Melus
- Me and Mr. Old
- Merebah Riuh
- Misadventures Season
- Misteri Perpustakaan yang Hilang
- Momo
- My Big Book of Adventures
- Nak, Kamu Gapapa, Kan?
- Perempuan-Perempuan Kelu
- Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa
- Rampok Memori dan Bintang Sambit (We Could be Heroes)
- Relung Rasa Raisa
- Rembulan Cerminan Hatiku (Moon Represents My Heart)
- Rewrite the Stars
- Sempurna (Perfect)
- Teach Like Finland
- The Boy, the Mole, the Fox and the Horse
- The Night Country
- The Punk
- The Star Diaries
- This is Amiko
- We Free the Stars: Melepas Bintang