Rating: 4.00
Novel Festival Hujan merupakan karya terbaru dari penulis Indonesia, Azhar Nurun Ala. Novel ini memiliki 200 halaman dan diterbitkan oleh Gramedia Widiasarana Indonesia pada 6 Desember 2023.
Festival Hujan mengisahkan tentang seorang gadis bernama Rania Amaya Junaedi. Setelah mengalami berbagai kemalangan dalam hidupnya, Rania juga harus menghadapi rasa patah hati yang sangat dalam. Kehidupannya yang penuh duka perlahan berubah ketika seorang pria misterius datang dan membuka sebuah toko buku di seberang rumahnya. Kehadiran pria tersebut menjadi secercah harapan baru bagi Rania, yang mungkin dapat membawanya kembali merasakan kebahagiaan.
Novel Festival Hujan ini tidak hanya tentang Rania dan pria misterius, tetapi juga menyuguhkan cerita yang menyentuh tentang hujan, buku, keluarga, cinta, persahabatan, serta perjuangan untuk menemukan kebahagiaan. Melalui kisah ini, pembaca diajak untuk meresapi berbagai emosi dan refleksi kehidupan yang sering kali hadir dalam keseharian.
Sebelum mengulas lebih dalam mengenai novel ini, mari kita terlebih dahulu mengenal lebih jauh sosok penulis di balik karya ini, Azhar Nurun Ala.
Table of Contents
Profil Azhar Nurun Ala – Penulis Novel Festival Hujan
Azhar Nurun Ala, penulis berbakat asal Lampung Tengah, lahir pada 16 Maret 1993. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan minat yang besar terhadap dunia sastra. Meskipun menempuh studi di bidang yang berbeda, yakni Ilmu Gizi di Universitas Indonesia, Azhar tetap konsisten untuk menyalurkan hasratnya dalam menulis. Ia berhasil menyelesaikan studinya pada tahun 2015, namun jauh sebelum itu, ia sudah merilis beberapa karya tulis yang mulai mencuri perhatian publik.
Karya pertamanya, Ja(t)uh – sebuah antologi prosa yang diterbitkan pada tahun 2013, menjadi awal perjalanannya di dunia kepenulisan. Setelah itu, Azhar terus produktif dengan menelurkan berbagai novel, memoar, dan antologi yang menyentuh tema-tema mendalam seperti cinta, kehidupan, dan keluarga. Beberapa karyanya yang populer antara lain Tuhan Maha Romantis (2014), Seribu Wajah Ayah (2014), dan Konspirasi Semesta (2016). Tak hanya terbatas pada fiksi, Azhar juga menulis memoar, seperti Cinta Adalah Perlawanan (2015) dan Pertanyaan Tentang Kedatangan (2017).
Kini, Azhar tinggal bersama keluarga kecilnya di Depok, Jawa Barat, di mana ia terus berkarya dan aktif berbagi melalui berbagai platform media sosial, seperti Instagram dan Facebook. Selain menulis, Azhar juga dikenal dekat dengan para pembacanya dan sering berinteraksi di media sosial serta memberikan wawasan tentang proses kreatifnya.
Sinopsis Novel Festival Hujan
“Sehari setelah patah hati, hal apa yang akan kamu lakukan?” Itu adalah pertanyaan yang menghantui Rana, yang baru pertama kali merasakan apa itu cinta, sekaligus pertama kalinya merasakan yang namanya patah hati.
Setelah hubungan spesialnya dengan seorang lelaki berakhir, Rania mengurung diri di kamar, membaca artikel tentang cara move-on, dan terus bertanya-tanya apa yang salah. Baginya, takdir seakan terlalu kejam. Bahkan, sahabat terdekatnya, Biah, pun tak mampu banyak membantu menghiburnya.
Namun, pelarian datang dalam bentuk yang tak terduga—sebuah toko buku kecil yang baru saja dibuka di sebelah rumahnya. Tertarik, Rania mengajak Biah untuk mengunjungi toko itu. Di sana, ia bertemu dengan Tama, pemilik toko buku yang misterius. Walaupun Rania awalnya bukan pecinta buku, kehadiran Tama mengubahnya. Ia mulai membaca berbagai buku yang tersedia, dan setiap selesai membaca, ia dan Tama berdiskusi tentang isi buku tersebut. Kehadiran Tama dan tokonya menjadi titik terang dalam hidup Rania yang suram setelah perceraian orang tuanya, di mana ia harus tinggal bersama ayahnya yang tak banyak bisa memberinya kebahagiaan.
Namun, meskipun Tama kini hadir dalam hidupnya, Rania mulai menyadari bahwa ada banyak hal yang ia tidak tahu tentang lelaki itu. Satu per satu rahasia Tama terungkap, membuat Rania mulai meragukan makna kehadiran Tama di hidupnya. Ia takut akan mengalami patah hati lagi.
Melalui narasi penuh pertanyaan dan refleksi, pembaca diajak untuk merenungkan makna kebahagiaan. Apakah kebahagiaan sejati bisa didapatkan dari kehadiran orang lain, atau hanya sebagai balasan terhadap rasa kehilangan di masa lalu? Dunia ini penuh ilusi, dan Rania harus belajar memilah mana beban yang perlu dipikul dan mana yang harus dilepaskan.
“Berhentilah, Rania,” pesan tersiratnya, “Jangan lagi menyerahkan kendali hidupmu kepada orang lain.”
Kelebihan dan Kekurangan Novel Festival Hujan
Kelebihan Novel Festival Hujan
Novel Festival Hujan karya Azhar Nurun Ala memiliki banyak sekali kelebihan. Salah satu kelebihan utama dari novel Festival Hujan terletak pada desain sampulnya yang aesthetic dan menawan. Sampul buku ini tidak hanya memanjakan mata tetapi juga memberikan kesan visual yang memikat, sangat cocok untuk dikoleksi oleh para pecinta buku. Desain ini mencerminkan atmosfer cerita yang penuh dengan emosi dan keindahan saat hujan turun, selain itu sampul buku yang memikat mata ini dapat menghipnotis pembaca untuk memiliki buku ini saat pertama kali melihatnya.
Dari segi cerita, Festival Hujan berhasil menyajikan alur yang menarik dan mendetail. Ceritanya yang berfokus pada kehidupan Rania setelah patah hati terasa sangat relevan dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Banyak pembaca yang mungkin akan merasa terhubung dengan pengalaman Rania yang berjuang untuk bangkit dari keterpurukan, menemukan harapan melalui buku, dan berusaha memahami kembali makna kebahagiaan. Alur cerita yang mengalir dan ringan juga membuat novel ini mudah dinikmati, bahkan bagi mereka yang tidak terbiasa membaca novel panjang.
Narasi indah dan puitis yang digunakan Azhar Nurun Ala menjadi salah satu kelebihan utama novel ini. Gaya bahasanya mampu menyentuh perasaan pembaca tanpa harus menggunakan konflik yang terlalu berat. Dengan puitisnya, penulis mampu menggambarkan kesedihan dan kebahagiaan yang dialami Rania dalam setiap momen di toko buku bersama Tama, sehingga pembaca bisa merasakan keintiman dan kehangatan hubungan mereka. Ditambah dengan hujan sore dan secangkir kopi, suasana yang diciptakan terasa syahdu dan penuh refleksi, sangat cocok bagi pembaca yang menyukai cerita dengan atmosfer yang tenang.
Salah satu aspek yang membuat novel Festival Hujan ini begitu menarik adalah konfliknya yang tidak terlalu berat, namun tetap memberikan ruang bagi pembaca untuk merenung. Dalam kesederhanaannya, Festival Hujan mengangkat pertanyaan besar tentang kebahagiaan, cinta, dan makna kehadiran orang lain dalam hidup kita.
Lebih jauh lagi, hal-hal yang diceritakan dalam novel ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Misalnya, bagaimana Rania menjadikan toko buku sebagai pelarian dari kesedihan setelah patah hati, atau bagaimana hujan dan secangkir kopi menjadi saksi perbincangan mendalam antara dua orang. Semua elemen ini membuat Festival Hujan terasa begitu akrab dan relevan dengan kehidupan nyata, sehingga pembaca dapat dengan mudah membayangkan dirinya berada di posisi tokoh utama cerita ini.
Kekurangan Novel Festival Hujan
Meskipun Festival Hujan memiliki banyak sekali kelebihan, masih terdapat beberapa kekurangan yang dapat ditemukan dalam novel ini. Salah satunya adalah penyelesaian masalah dan ending cerita yang terkesan mudah ditebak. Tidak ada banyak kejutan atau tikungan tak terduga dalam alur. Hal ini mungkin membuat pembaca yang menyukai cerita dengan twist atau akhir yang lebih kompleks merasa kurang puas.
Selain itu, beberapa bagian dalam cerita terasa berjalan terlalu cepat. Terutama beberapa momen penting dalam perkembangan hubungan antara tokoh utama yang mungkin bisa digali lebih dalam, namun diceritakan dengan cukup singkat sehingga menimbulkan perasaan kurang puas.
Pesan Moral Novel Festival Hujan
Dalam hidup, kita sering kali tergoda untuk mencari kebahagiaan dari kehadiran orang lain, seolah-olah itu adalah kunci untuk menyembuhkan luka-luka di masa lalu. Namun, novel Festival Hujan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak bisa ditemukan hanya dengan menggantungkan harapan pada orang lain. Melalui perjalanan Rania, kita diajak untuk merenung bahwa kebahagiaan datang dari dalam diri kita sendiri. Dunia ini penuh dengan ilusi—seringkali kita terjebak dalam harapan dan ekspektasi yang tidak realistis. Oleh karena itu, penting untuk memilah mana beban yang harus kita bawa dan mana yang sebaiknya dilepaskan agar kita bisa menemukan kebahagiaan dalam hidup ini.
Selain itu, pesan lain yang kuat dalam novel Festival Hujan ini adalah tentang keberanian untuk membuka hati kembali setelah mengalami patah hati. Ketakutan untuk mencintai lagi sering kali muncul karena pengalaman buruk di masa lalu, namun cinta adalah tentang mengambil risiko. Kesempatan untuk bertemu seseorang yang mungkin bisa membawa kebahagiaan baru tidak selalu datang dua kali, dan karena itu, penting untuk tetap berani melangkah maju.
Nah Grameds, itu dia sinopsis, ulasan, dan pesan moral dari Novel Festival Hujan karya Azhar Nurun Ala. Yuk kita lihat kisah romansa yang menggemaskan ini dengan membaca novel ini yang bisa kamu dapatkan hanya di Gramedia.com! Selain itu, Gramin juga merekomendasikan Novel-Novel menarik lainnya di bawah ini. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Novel
Rumah Kaca di Ujung Bumi
Tahun 2058. Bumi hancur akibat serangan dust—debu beracun yang mematikan. Manusia berlindung di dalam kota-kota kubah dan berusaha bertahan hidup dengan segala cara. Kakak adik Naomi dan Amara berkelana dari satu reruntuhan kota ke reruntuhan kota lain dalam upaya mencari tempat berlindung, sampai akhirnya tiba di Frim Village, sebuah desa di tengah hutan tempat manusia hidup tanpa perlindungan kubah dan tanaman bisa tumbuh subur.
Apakah keajaiban ini ada hubungannya dengan ahli botani misterius yang mendekam di rumah kaca di puncak bukit? Tahun 2129. Ah-yeong, peneliti tumbuhan di Pusat Riset Ekologi Dust, berusaha meneliti asal-usul tumbuhan merambat bernama mossvana yang mewabah di kota Haewol. Tumbuhan beracun dan konon bisa berpendar biru di tengah malam itu mengingatkan Ah-yeong pada pemandangan misterius yang pernah ia lihat di kebun tetangganya ketika ia masih kecil— kebun penuh ilalang lebat yang memancarkan cahaya kebiruan.
Seorang Pria yang Melalui Duka dengan Mencuci Piring
Ketika menyambut pasien yang sedang berduka, seorang psikiater akan menggali keilmuan yang dimiliki. Dia akan mengulik semua teori duka yang pernah dipelajari di masa kuliah dulu dan mengingat pengalaman dari pasien-pasien sebelumnya. Kemudian, dia menyintesis itu untuk membantu si pasien yang sedang berduka di hadapannya. Tapi, ketika Andreas—seorang psikiater—kehilangan anaknya, dia melakukan hal yang berbeda. Dia melemparkan semua teori tersebut ke luar jendela dan memutuskan untuk mencari makna tentang mengapa ini semua terjadi. Dalam pengalamannya, dia menemukan bahwa duka bisa dilalui dengan mencuci piring kotor yang menumpuk di dapur.
Buku ini adalah proses Andreas memaknai kehilangan besar dalam hidupnya. Diceritakan santai dengan tambahan sedikit bumbu humor gelap, buku ini memuat panduan bermanfaat yang langsung bisa diaplikasikan dalam hidup, seperti: “Tutorial Mencuci Piring”, “Tutorial Menyusun Puzzle”, dan tentunya “Tutorial Menerima Kematian Seorang Anak”. “Hampir semua orang mempertanyakan: apa hubungannya antara duka dan mencuci piring? Jawaban saya adalah duka itu seperti mencuci piring, tidak ada orang yang mau melakukannya, tapi pada akhirnya seseorang perlu melakukannya.”
Romance is Not for it Folks
Erika Pramudia: 28 tahun, DevOps Engineer, doyan lembur, malas punya hubungan cinta (apalagi dengan kolega kerja). Panca Pramana Putra: 31 tahun, Full Stack Engineer, sering dipanggil P3, pendiam, tidak suka sosialisasi. Lando Nandiko: 36 tahun, VP of Engineering, duda susah move on, dan terus mengejar Erika. Ketiganya bertemu dalam sebuah proyek integrasi antara startup e-commerce dengan e-wallet. Erika yang cuma staf, mau tak mau harus bertemu lagi dengan Lando sebagai atasan barunya.
Di samping itu, Erika mulai penasaran dengan kolega kerjanya bernama Panca, sejak tak sengaja bertemu ibu Panca dalam kondisi yang memprihatinkan. Tampaknya Panca bukan sembarang lelaki. Setidaknya, bukan seperti kebanyakan lelaki yang pernah Erika kenal. Di tengah-tengah rutinitas kerja dan tekanan, Erika malah mengalami kasus penguntitan di kantor bahkan sampai ke rumahnya. Erika bertanya-tanya, apakah kehidupannya sebagai karyawan startup akan selamanya begini? Terpenjara work-life balance yang buruk dan kehidupan personal yang rumit.
Sumber:
- https://alanurun.wordpress.com/about/
- https://www.goodreads.com/book/show/59341827-festival-hujan
- 1984
- 23:59 : Sebuah Novel
- Alucard
- Adat, Kelas, dan Indigenitas
- Apa yang Harus Dilakukan Ketika Doa Anda Tampak Tak Dijawab
- Apa yang Mengendalikan Kehidupanmu?
- Approximating The Distance Between Two People
- Babel: Pertumpahan Darah Sejarah Gelap Revolusi
- Bandung Menjelang Pagi
- Buddha 3: Dewadatta
- Creepy Case Club 6: Kasus Hantu Panggung
- Dulu, Kini, dan Nanti
- Festival Hujan
- Flawed
- Gabriel and Zoe
- Gentayangan
- Going Offline: Menemukan Jati Diri di Dunia Penuh Distraksi
- Hukum Perseroan Terbatas
- Impressed
- Inyik Balang
- Janji Untuk Ayah
- Kalung Setengah Hati
- Kendalikan Uangmu: Yuk, Jadi Financial Planner untuk Diri Sendiri!
- Literature for Teens: The Second Fall
- Leadership Mastery
- Make Time: Cara Fokus pada Hal-Hal Penting Setiap Hari
- Mata di Tanah Melus
- Me and Mr. Old
- Merebah Riuh
- Misadventures Season
- Misteri Perpustakaan yang Hilang
- Momo
- My Big Book of Adventures
- Nak, Kamu Gapapa, Kan?
- Perempuan-Perempuan Kelu
- Perjalanan Mustahil Samiam dari Lisboa
- Rampok Memori dan Bintang Sambit (We Could be Heroes)
- Relung Rasa Raisa
- Rembulan Cerminan Hatiku (Moon Represents My Heart)
- Rewrite the Stars
- Sang Penyelaras Nada
- Sempurna (Perfect)
- Seni Memenangkan Apa Pun ala Sun Tzu
- Teach Like Finland
- The Boy, the Mole, the Fox and the Horse
- The Night Country
- The Punk
- The Star Diaries
- The Way of Peace
- This is Amiko
- We Free the Stars: Melepas Bintang