in

Review Novel Finn Karya Honey Dee

Bagi kalian yang sedang mencari novel dengan tema yang berbeda dari kebanyakan novel biasa, novel Finn ini dapat menjadi pilihan yang tepat. Novel Finn merupakan novel genre metropop karya Honey Dee novel dengan total 312 halaman ini diterbitkan pada 13 Januari 2020 oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama.

Novel ini berpusat pada tiga karakter utama, yakni Liz, Finn, dan Andika. Sejak kematian Arthur, hidup Liz dan keluarganya seolah ikut mati bersamanya. Tak ada lagi kehangatan dan kebahagiaan di tengah keluarga Liz. Akibat muak dengan kehidupannya yang seperti itu, Liz memiliki rencana untuk kabur menuju kebebasan.

Liz berkenalan dengan seorang bernama Andika Gautama, yang merupakan kakak dari seorang remaja penyandang autisme. Perkenalan dengan Dika membawa Liz ke Balikpapan, karena ia menyetujui untuk bekerja sebagai terapis Finn, adik dari Andika.

Bagi Andika, Liz tak hanya memenuhi semua kriteria menjadi terapis adiknya itu, tetapi juga mengisi ruang kosong di dalam hati Andika. Dan bagi Finn, Liz menjadi sebuah harapan setelah dunianya yang hilang ketika ibunya meninggal dunia. Bagi Liz sendiri, Andika dan Finn merupakan kunci bagi dirinya untuk mendapat uang, demi kehidupan baru yang ia harapkan, sekaligus sebagai sarana untuk memaafkan diri sendiri atas apa yang terjadi kepada adiknya.

Masing-masing dari mereka berjuang untuk menyembuhkan diri dari luka. Namun, jika tiga tragedi ini bersatu, apakah akan ada keajaiban? Atau justru lebih banyak masalah lain yang akan terjadi menimpa mereka? Untuk mengintip lebih dalam cerita ini, baca artikel ulasan novel Finn ini hingga selesai, ya!

Profil Honey Dee – Penulis Novel Finn

Honey Dee adalah seorang penulis asal Indonesia yang sudah menerbitkan beberapa buku dan aktif menulis di platform Wattpad serta akun media sosial pribadinya. Beberapa buku karyanya yang sudah berhasil diterbitkan, yaitu Rooftop Buddies, Finn, Bangku Pojok, The in Between 1, The in Between 2, Unbroken Vow, Our Tangled Vow, Evelyne, Balada Sayap Pernikahan, Jinxed Land, Finding Our True Identity, Little Love, dan Nasty Glacie.

Ada juga beberapa buku yang diterbitkan secara mandiri, yakni Twisted Serenade dan A Redemption. Menurut Honey Dee, menulis membuatnya merasa lebih hidup dan lebih berguna. Selain itu, menulis menjadi kegiatan yang dapat membuatnya abadi. Akibat dirinya khawatir akan dilupakan, Honey Dee membuat horcrux atau wujud dirinya dalam bentuk tulisan, supaya dia terus bisa memberikan pengaruh kepada dunia, bahkan setelah ia pindah ke dunia yang lain.

Bagi Grameds yang ingin mengenal Honey Dee lebih dekat, kalian bisa mengikuti akun media sosial Honey Dee, seperti di Instagram, Twitter, dan Wattpad dengan nama akun @honeydeel710. Namun, jangan kaget jika menemukan penulis ini memiliki selera humor yang eksentrik. Audeamus!

Sinopsis Novel Finn

“Autisme bukanlah kelebihan ataupun kekurangan. Autisme merupakan gabungan dari berbagai jenis penyakit di bumi yang membuat sarafmu kacau sedari lahir. Seharusnya kamu mati, Finn. Seharusnya tak ada yang kuat menerima penyakit itu. Namun, kamu bertahan. Kamu masih hidup hingga sekarang, karena kamu kuat. Tolong, berjuang sedikit lagi hingga kamu sembuh. Maksudku, sampai benar-benar sembuh.”

Salah. Seharusnya gadis itu berhenti bicara pada kalimat, “Seharusnya kamu mati, Finn.”

Kata orang, tragedi identik dengan kematian. Kata orang, kematian melenyapkan segala harapan dan kehidupan. Orang-orang berharap untuk tidak mati, bahkan ilmuwan mencoba membuat obat yang dapat meremajakan sel tubuh, supaya manusia tidak cepat mati.

Ketika ulang tahun, orang-orang berharap dan berdoa supaya dirinya panjang umur. Beberapa orang bahkan sampai mempelajari ilmu kebal dan makan makanan sehat demi mencegah dirinya dari sakit. Mereka melakukan semua itu, karena takut akan kematian, sesuatu yang belum pernah mereka lihat.

Sebetulnya, ada yang lebih buruk daripada kematian, yaitu hidup tanpa harapan. Itu jauh lebih parah, lebih buruk kalau kubilang. Seperti di tengah-tengah, gak mati, tapi gak hidup juga. Keadaan itu bisa disebut sebagai tragedi yang sebenarnya.

Bukan bermaksud sok tahu, sekalipun memang mungkin aku tahu lebih banyak daripada kamu. Aku sudah melihat tragedi seperti ini cukup lama. Bahkan, aku hidup dalam tragedi yang mengerikan itu. Bisa dibilang, aku adalah tragedi mengerikan itu.

Aku menyaksikan  bagaimana keluarga yang bahagia hancur perlahan-lahan. Aku menyaksikan bagaimana dunia yang berwarna-warni berubah menjadi gelap. Semua itu terjadi akibat kematian. Sebuah kematian datang, menyebabkan kehidupan yang lain ikut mati perlahan.

Akulah yang melakukannya. Aku yang membunuh kehidupan keluargaku. Seharusnya aku masuk berita bagian kriminal. Jika aku sudah tidak di bawah umur, mungkin aku mungkin telah memakai baju tahanan dan mendekam di dalam tahanan yang sama dengan pembunuh suami selingkuh, ibu-ibu yang berjualan narkoba, wanita yang mencekik bayinya sendiri karena malu melahirkan tanpa suami, dan berbagai penjahat lainnya.

Sebetulnya, aku sempat berpikir jika masuk penjara mungkin lebih menyenangkan daripada merasakan penatnya kuliah yang dosennya sama sekali gak mau buka mulut sembari menghadapi tekanan di dalam kepala seperti ini. Penjara itu sepertinya jauh lebih indah daripada mengisi kepala yang penuh dengan suara jerit korban yang perlahan kau bunuh dengan teori mengenai manajemen pemasaran.

Namun, hidup seperti tak mau berbelas kasihan kepadaku. Aku mendapatkan hukuman yang jauh lebih berat. Setiap melihat berita mengenai pembunuh yang masih buron, diam-diam aku malah bersimpati kepada si pembunuh. Bukan karena apa yang sudah dilakukannya.

Aku tahu benar pembunuhan itu merupakan tindakan yang salah. Aku hanya bersimpati, karena si pembunuh pasti gak akan bisa hidup dengan tenang. Sebab, tidak ada orang yang membuat kesalahan, kemudian bisa tidur dengan tenang. Sekali lagi, tidak akan ada.

Apalagi jika kesalahan itu seperti pembunuhan. Dia tak akan bisa hidup dengan normal lagi. Tidak akan pernah! Dia pasti menghabiskan hari-harinya untuk memikirkan tentang kematian. Sadar atau tidak, rasa bersalah akan terus mengejarnya hingga membuatnya ingin mati saja.

Penasaran dengan akhir cerita dari tokoh Aku yang ada di dalam novel Finn? Temukan jawaban dari akhir cerita novel ini dengan membacanya secara langsung. Atau kamu bisa klik gambar buku di bawah ini dan bukunya pun akan sampai tempat tujuan.

 

Kelebihan dan Kekurangan Novel Finn

Pros & Cons

Pros
  • Novel ini mengangkat premis cerita yang berbeda dari kebanyakan novel lainnya dengan menjadikan penyandang autisme sebagai tokoh utamanya.
  • Kisah ini juga mengangkat isu ketidakhadiran orang tua dalam hidup anaknya, juga kekerasan dalam rumah tangga yang menjadi isu sensitif, tetapi relatable dengan sebagian pembaca.
  • Alur kisah ini cepat dan mengalir.
  • Gaya bercerita penulis nyaman untuk dibaca.
  • Terdapat catatan kaki yang menjelaskan kosakata asing, sehingga pembaca dapat menikmati kisah sembari belajar.
  • Disajikan dengan dua sudut pandang yang dieksekusi dengan baik.
  • Konflik yang disajikan bisa dinikmati, karena terbangun dengan intens.
  • Kisah ini mampu membuat pembaca merasakan berbagai emosi.
  • Karakter para tokohnya kuat dan mendukung cerita.
  • Sampul yang cantik dengan ilustrasi dan warna yang indah.
Cons
  • Beberapa narasi mengenai autisme cukup ofensif.
  • Terdapat beberapa mis-informasi terkait autisme.
  • Unsur romansa yang disajikan terkesan sebagai tambahan yang dipaksakan.

 

Kelebihan Novel Finn

Seperti yang bisa dilihat dari sinopsis di atas, novel Finn menjadi novel yang mengangkat premis cerita yang berbeda dari kebanyakan novel lainnya. Novel ini menjadikan penyandang autisme sebagai tokoh utamanya, yang seolah mendorong untuk memanusiakan penyandang autisme. Melalui kisah ini, Honey Dee berhasil memperlihatkan bahwa isu seperti autisme layak dibagikan kepada pembaca.

Selain itu, penulis juga dinilai berani dengan menyertakan isu ketidakhadiran orang tua dalam hidup anaknya, juga kekerasan dalam rumah tangga. Isu ini cukup sensitif, tetapi relatable dengan sebagian pembaca. Isu ini juga bisa memberikan pesan moral yang baik bagi pembaca.

Novel Finn memiliki alur cerita yang berjalan cepat. Maka dari itu, pembaca bisa merasakan kisah ini mengalir dan hanyut bersama arus ceritanya. Gaya penulisan Honey Dee juga nyaman untuk dibaca, pilihan katanya dan gaya bahasanya ringan dan mudah untuk dimengerti. Honey Dee juga menyertakan catatan kaki untuk penjelasan istilah asing, sehingga pembaca bisa sekalian belajar kosakata baru sembari membaca kisah ini.

Kisah ini ditulis dengan menggunakan dua sudut pandang, yakni sudut pandang Liz dan Finn. Penulis berhasil menyajikan kedua sudut pandang ini dengan sangat baik, sehingga pembaca dapat merasa ikut terlibat dalam hidup mereka.

Konflik yang disajikan dalam kisah ini juga dapat dinikmati, karena terbangun dengan cukup intens. Konflik kisah ini tergolong ringan, tetapi terasa padat dan mampu menguras emosi. Konflik ini cukup mengaduk-aduk pikiran, hati, dan emosi pembaca. Pembaca bisa merasakan sedih, marah, kesal, dan senang ketika membaca kisah ini.

Penokohan dalam cerita ini juga dinilai kuat, dengan karakter para tokohnya yang mampu membuat pembaca simpati bahkan jatuh hati. Selain itu, ada juga beberapa tokoh yang sukses membuat pembaca merasa dongkol karena kehadirannya. Baik itu tokoh protagonis maupun antagonis, berhasil mendukung keseluruhan kisah dan konflik yang disajikan pada novel ini.

Kelebihan selanjutnya, sampul novel Finn dinilai sangat menarik dengan latar berwarna coklat dan ilustrasi yang indah. Ilustrasi yang menampilkan seorang pria dan seorang wanita yang saling membelakangi, yang menggambarkan sosok Finn dan Liz. Tambahan bagian sayap kupu-kupu dan bunga seperti melambangkan kelebihan masing-masing diri mereka. Perpaduan antara ilustrasi dan warna yang dipilih tidak hanya sekadar indah, tetapi juga penuh makna.

Kekurangan Novel Finn

Selain kelebihan, novel Finn ini juga masih memiliki kekurangan. Ada beberapa bagian narasi yang menyinggung tentang autisme, yang dinilai ofensif. Contohnya, pada pernyataan bahwa penyandang autisme bukan orang gila yang bisa mengamuk tanpa sebab. Hal ini cukup ofensif dari segi penggunaan kata “gila” yang sebetulnya merujuk pada kondisi psikologis dan keadaan gangguan jiwa lain. Maka itu, pernyataan seperti ini seolah merendahkan penyandang autisme.

Kisah ini menuai kontra juga, karena dianggap menyebarkan misinformasi mengenai autisme. Sejumlah pembaca menyadari bahwa teori tentang autisme yang dipaparkan dalam kisah ini menggunakan sumber dokter-dokter yang nyata keberadaannya. Namun, sosok dokter-dokter tersebut  sudah dicabut izin prakteknya, karena melakukan pelanggaran medis.

Dokter-dokter yang diketahui mendukung gerakan anti vaksinasi, karena dinilai menyebabkan autisme, juga dokter yang merekomendasikan pemberian senyawa kimia seperti Chlorine Dioxide untuk menyembuhkan autisme. Sosok dokter-dokter itu disinggung sebagai ahli autisme dalam buku ini, dan malah merekomendasikan mereka kepada pembaca.

Semua dokter yang dikutip dalam buku ini, memiliki reputasi yang buruk. Oleh sebab itu, penulis dianggap kurang melakukan riset secara mendalam untuk menulis isu yang sensitif seperti ini. Hal ini disayangkan, karena banyak pembaca yang bisa percaya begitu saja kepada informasi tentang autisme yang disajikan oleh Honey Dee melalui tokoh Liz.

Kemudian, akhir kisah ini menyajikan kisah romansa cinta segitiga yang dinilai tidak relevan dengan keseluruhan cerita ini. Unsur romansa pada kisah ini malah memberikan kesan tambahan yang dipaksakan saja. Maka dari itu, beberapa pembaca kurang bisa menikmati akhir kisah ini.

Pesan Moral Novel Finn

Dari kisah Finn ini, kita bisa belajar untuk tidak asal memilih terapis untuk keluarga atau kerabat kita yang memiliki kondisi tertentu. Jangan seperti Dika yang memilih Liz sebagai terapis bagi Finn hanya berdasarkan informasi bahwa ia memiliki pengalaman merawat penyandang autisme. Ada baiknya cari terapis yang benar-benar memiliki sertifikat, juga pelajari dulu tentang sertifikasi tersebut.

Selain itu, cari tau juga mengenai terapi apa yang layak diterapkan bagi penyandang autisme. Jangan menyepelekan pengobatan yang akan diberikan, karena bisa memberikan efek jangka panjang. Pada intinya, jangan asal percaya kepada orang lain yang akan berperan penting dalam kehidupan seseorang yang memiliki kebutuhan khusus.

Dari kisah ini kita dapat belajar untuk tidak hanya mengandalkan nekat saja ketika dalam keadaan terdesak. Kita tetap perlu berbekal informasi yang akan menjadi pegangan kita ke depannya. Jadi, kita perlu mempelajari segala sesuatunya dengan detail, dan menimbang segala kelebihan serta kekurangan atas aksi yang akan kita lakukan. Jangan menjadi ceroboh dengan bermodalkan nekat dan keberanian saja.

Dari kisah Finn ini, kita bisa mengetahui juga bahwa anak-anak yang berkebutuhan khusus sesungguhnya memiliki bakat yang luar biasa jika mereka bisa dimengerti dan diberi perhatian. Mereka bukan sakit, tetapi mereka unik. Layaknya semua manusia, memiliki keunikannya masing-masing.

Kisah ini juga menyampaikan pesan bahwa a orang tua tidak selalu benar. Hal ini adalah realita yang kerap dilupakan oleh banyak orang, bahkan dapat dianggap tabu oleh sejumlah orang. Padahal, orang tua juga manusia biasa yang tak selalu melakukan hal terbaik bagi anaknya.

Nah, Grameds, itu dia ulasan novel Finn karya Honey Dee. Penasaran akan perjalanan Liz, Finn, dan Andika? Yuk langsung saja selami kisah mereka dengan mendapatkan novel ini hanya di Gramedia.com. Selamat membaca!

Untuk mendukung Grameds dalam menambah wawasan, Gramedia selalu menyediakan buku-buku berkualitas dan original agar Grameds memiliki informasi #LebihDenganMembaca.

Rating: 3.81

Penulis: Gabriel

Written by Nandy

Perkenalkan saya Nandy dan saya memiliki ketertarikan dalam dunia menulis. Saya juga suka membaca buku, sehingga beberapa buku yang pernah saya baca akan direview.

Kontak media sosial Linkedin saya Nandy