Journal of Terror adalah kisah bergenre horror yang ditulis oleh komikus ternama asal Indonesia, Sweta Kartika. Berbeda dari genre karya-karya Sweta Kartika sebelumnya yang didominasi kisah romantis dan penuh aksi, Journal of Terror menjadi karya debutnya dalam genre horror. Sweta Kartika membuat sesuatu yang baru dengan mengambil tema horor yang penuh misteri.
Pada awalnya, kisah Journal of Terror diciptakan dalam bentuk komik, karena Sweta Kartika sendiri memang sudah populer sebagai seorang komikus dan illustrator. Penulis komik Nusantaranger, Grey & Jingga, dan The Dreamcatchers itu pada awalnya membuat 24 episode komik Journal of Terror, dan mengunggahnya di Ciayo Comics, platform untuk membaca komik digital.
Baru pada bulan Juli 2019, Journal of Terror dicetak menjadi sebuah komik. Komik Journal of Terror ini telah dibagi menjadi dua volume, yaitu Koloni: Journal of Terror Chapter 1 dan Koloni: Journal of Terror Chapter 2. Kedua komik Journal of Terror karya Sweta Kartika diterbitkan oleh penerbit m&c!
Journal of Terror juga telah hadir dalam bentuk web mini series yang sudah ditayangkan pada tanggal 31 Oktober 2019. Web mini series ini diproduksi oleh Kratoon Pictures dan Trinity Optima dan diberi judul “Journal of Terror: Afterlife”. Tokoh utama pada kisah ini diperankan oleh penyanyi dan aktor, Pradikta Wicaksono atau yang akrab dipanggil Dikta.
Selain dalam bentuk komik dan web mini series, kisah Journal of Terror juga dikemas dalam bentuk novel. Kisah ini diangkat menjadi sebuah novel dengan maksud supaya para pembaca bisa mengenal sosok tokoh utama ini lebih dalam melalui narasi yang lebih lengkap. Novel Journal of Terror ini diterbitkan hanya beberapa saat setelah versi komiknya diterbitkan.
Novel Journal of Terror: Kembar diterbitkan 15 Juli 2019 oleh penerbit m&c! Novel ini memiliki total 336 halaman yang mengisahkan sejumlah pengalaman horor yang berlatar di Kota Bogor dan Kota Jakarta. Tokoh utama dalam kisah ini adalah Prana. Prana memiliki kemampuan untuk melihat penghuni dunia lain melalui mata saudara kembarnya yang sudah tiada.
Tanpa pernah Prana duga, kemampuan indra keenamnya ini telah mengantarkan Prana menuju depan gerbang petualangan menyusuri dunia kegelapan. Ini adalah catatan harian Prana. Novel ini berisi kumpulan kisah-kisah berhantu yang dirangkum dalam sebuah jurnal. Jurnal yang penuh misteri. Jurnal yang penuh dengan teror.
Apakah kalian sudah siap untuk mengetahui kisah kehidupan Prana yang penuh misteri dan teror? Sambil mempersiapkan diri untuk masuk ke dalam kisah yang menegangkan dan menyeramkan ini, baca dulu artikel review novel Journal of Terror: Kembar ini sampai selesai ya.
Table of Contents
Profil Sweta Kartika – Penulis Novel Journal of Terror: Kembar
Sweta Kartika adalah pria asal Kebumen yang lahir pada tanggal 14 April 1986. Nama Sweta Kartika dikenal sebagai seorang komikus dan illustrator, serta novelis yang telah membuat berbagai komik dengan gaya realis dan berbagai karya dengan genre yang berbeda-beda. Sweta Kartika telah menciptakan sejumlah karya mulai dari genre romantis, aksi, dan juga horror.
Sweta Kartika tumbuh besar dari keluarga yang memang akrab dengan cerita, baik itu cerita rakyat, dongeng, maupun kisah-kisah sejarah Nusantara. Berawal dari sini, Sweta Kartika memiliki ketertarikan kepada cerita, sampai akhirnya ia membuat cerita sendiri. Karya-karya Sweta Kartika memiliki ciri khas dengan menyisipkan sejarah atau budaya Indonesia di dalam kisahnya.
Ciri khas ini tampaknya terpengaruh dari masa kecilnya itu, yang memang akrab dengan kisah asal Indonesia. Karya pertama yang Sweta Kartika ciptakan berjudul “Friendship”, yang ia buat saat baru berusia 12 tahun. Komik pertama Sweta Kartika ini langsung sukses, dengan berhasil menjadi juara dalam lomba yang dibuat oleh Hoopla pada tahun 1998.
Sweta Kartika terus menekuni minatnya untuk menjadi seorang komikus. Hal ini diwujudkan dengan setelah kelulusannya dari Sekolah Menengah Atas, Sweta melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung, mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual. Tidak sampai di situ saja, Sweta Kartika juga melanjutkan studinya pada tahun 2011 untuk mengambil program Magister di universitas yang sama.
Selama masa perguruan tinggi, Sweta Kartika semakin menekuni dunia menggambar, khususnya untuk membuat komik dan ilustrasi. Sweta Kartika berhasil menerbitkan karya pertamanya yang berjudul “The Dreamcatchers” pada tahun 2010. Komik debutnya ini diterbitkan oleh penerbit Koloni Gramedia.
Sweta Kartika juga memperluas target pasarnya dengan memanfaatkan internet. Sweta Kartika secara rutin membuat web komik yang berjudul “Wanara” bersama dengan Makko Publishing. Pada tahun 2012, Sweta Kartika juga pernah membuat komik mingguan yang berjudul “Grey & Jingga”. Komik ini pada awalnya hanya dipublikasi melalui akun Facebook pribadi Sweta.
Melihat banyaknya antusias atas komik Grey & Jingga, penerbit Koloni Gramedia kemudian menawarkan Sweta untuk merilis kisah ini dalam format komik fisik pada tahun 2014. Setelah sukses dengan kedua komiknya yang berjudul “The Dreamcatchers” dan “Grey & Jingga”, Sweta Kartika kembali merilis komik yang berjudul “Nusantara Rangers”. Komik ini bergenre aksi yang mengisahkan tentang kelompok pemuda hebat yang berasal dari berbagai pulau di Indonesia.
Para pemuda ini mendapatkan kekuatan dari hewan-hewan khas Indonesia untuk melindungi penduduk lokal dari serangan monster. Selain itu, Sweta Kartika juga telah merilis komik yang berjudul “Pusaka Dewa”, di mana ia mencoba menceritakan dan mengisahkan sejarah senjata keris, yang merupakan salah satu senjata dan pusaka asli dari Indonesia. Lalu, Sweta Kartika juga telah merilis komik bergenre horror yang berjudul “Journal of Terror”, yang juga telah dikemas dalam bentuk novel dan web mini series.
Selain menjadi komikus, illustrator, dan novelis, Sweta Kartika juga mengembangkan sebuah padepokan bernama Studi Wanara, yang merupakan padepokan bagi para komikus. Padepokan Studi Wanara ini berlokasi di Kota Bandung, Jawa Barat. Tujuan didirikannya padepokan Studi Wanara ini adalah untuk melahirkan komikus-komikus baru yang bisa menciptakan komik berkualitas dan mampu bersaing dengan komik-komik asal luar negeri.
Sinopsis Novel Journal of Terror: Kembar
Semua yang terjadi dalam jurnal ini adalah kisah nyata. Mereka ada meskipun tidak kasat mata. Prana adalah anak laki-laki biasa yang pada awalnya tumbuh normal seperti anak-anak lain. Namun, pada saat Prana berusia 5 tahun, Prana sempat sakit, ia mengalami demam tinggi selama berhari-hari lamanya. Sampai, pada hari ke-8 ia sakit, Prana menyadari ada yang berbeda dalam dirinya, terutama pada indra penglihatannya.
Indra penglihatan Prana kini telah berubah, kemampuannya sekarang bertambah. Prana memiliki kemampuan untuk melihat penghuni dunia lain, yang dipercaya diperoleh melalui mata saudara kembarnya yang sudah tiada. Tanpa pernah Prana duga, kemampuan indra keenamnya ini telah mengantarkan Prana menuju depan gerbang petualangan menyusuri dunia kegelapan.
Ini adalah catatan harian Prana. Novel ini berisi kumpulan kisah-kisah berhantu yang dirangkum dalam sebuah jurnal. Jurnal yang penuh misteri. Jurnal yang penuh dengan teror.
Kelebihan Novel Journal of Terror: Kembar
Tentunya, kelebihan novel Journal of Terror: kembar ini berada pada tema yang diangkat sendiri, yakni tema horor dan misteri. Memang, tema horor dan misteri akan selalu menarik untuk diikuti. Terutama, dalam novel ini, premis utamanya adalah kisah yang dialami anak dengan kemampuan indra keenam atau yang kerap disebut sebagai anak indigo. Premis ini tentunya menambah kesan nyata dan memperkuat unsur horor dalam novel ini.
Sweta Kartika mampu menuliskan novel horor debutannya ini dengan sangat baik. Ia mampu membangun suasana yang menegangkan dan misterius. Sweta Kartika menuliskan kisah horor yang ini dengan singkat dan padat. Kisah ini dinilai to the point dengan mengisahkan bagaimana Prana, si tokoh utama ini memiliki indra keenam untuk dapat melihat makhluk halus.
Sweta Kartika mengemas novel Journal of Terror ini seperti sebuah diari yang memiliki sejumlah bab dengan cerita yang berbeda-beda. Dalam setiap bab, kita akan disuguhkan kisah Prana dengan kemampuannya dalam menghadapi berbagai situasi mistis. Baik itu hanya sekadar melihat, merasakan, atau bahkan membantu para makhluk tak kasat mata tersebut. Novel ini menggunakan sudut pandang orang pertama, yang membuat para pembaca semakin mengenal sosok Prana dan merasa ikut bersama Prana mengalami pengalaman mistis tersebut.
Gaya bercerita Sweta juga dinilai mengalir dan menyenangkan. Pemilihan kata Sweta untuk menulis narasi ini juga dinilai menarik, dengan menggunakan diksi yang tidak umum. Penggunaan diksi ini mampu dituliskan dengan baik menjadi sebuah kalimat. Penggunaan diksi ini juga menjadi sebuah pembelajaran kosakata baru yang bisa dipelajari pembaca.
Narasi detail yang dituliskan Sweta Kartika mampu membuat para pembaca merinding. Penggambaran sosok-sosok tak kasat mata itu juga disertai ilustrasi yang memperjelas bayangan pembaca. Sosok hantu yang dimunculkan oleh Sweta dalam novel ini dinilai sederhana dan tidak berlebihan, tetapi mampu membuat pembaca takut saat membayangkannya.
Mulai dari hanya arwah penasaran, hingga bayangan kejadian di masa lalu dan masa depan. Selain itu, Sweta Kartika juga dianggap telah matang dalam menuliskan narasi kisah ini, dengan penggambaran latar yang mendukung situasi horor yang dialami Prana menjadi lebih nyata. Sweta sering menggambarkan situasi horor dengan memasukkan unsur hujan di dalamnya. Menurut pembaca situasi hujan yang lembab itu semakin mendukung situasi malam hari yang gelap dan mencekam.
Tak melupakan ciri khasnya, Sweta Kartika juga menyelipkan latar belakang budaya Indonesia dalam kisah ini. Novel ini mengangkat budaya Jawa yang tercermin dari bahasa yang digunakan, dan juga dari sikap para tokohnya. Melalui novel Journal of Terror: Kembar ini, Sweta Kartika seolah memperlihatkan bahwa cerita horor tak harus rumit dan mengada-ada. Sebab, kisah horor yang nyata biasanya ada dalam situasi yang sederhana.
Selain dari segi cerita, kelebihan novel ini juga dinilai dari sampul novelnya. Sampul novel ini menggambarkan seorang remaja laki-laki menggunakan SMA yang disorot cahaya. Remaja ini berdiri di depan sebuah bus berisi seorang gadis yang misterius. Warna yang digunakan pada sampul ini hanya warna hitam dan putih, yang semakin menambah kesan gelap, tegang, dan misterius.
Dari sampul buku saja, pembaca sudah dapat mengetahui bahwa novel ini kental dengan unsur mistis. Ilustrasi sampul ini juga diketahui merupakan merupakan karya Sweta Kartika sendiri yang juga merupakan seorang ilustrator. Secara keseluruhan, novel ini dapat menjadi pilihan yang tepat bagi anda yang menginginkan kisah horor yang menegangkan.
Kekurangan Novel Journal of Terror: Kembar
Kekurangan pada novel Journal of Terror ini terletak pada alurnya yang dinilai cukup lambat oleh para pembaca. Alur yang lambat ini terletak pada awal cerita, sehingga membuat sejumlah pembaca merasa bosan. Namun, mulai dari pertengahan sampai akhir cerita, alur kisah mulai cepat, sehingga pembaca bisa menikmati kisah ini dengan baik.
Pesan Moral Novel Journal of Terror: Kembar
Percaya atau tidak percaya, di dunia ini kita memang hidup secara berdampingan. Berdampingan dengan makhluk yang mungkin tidak terlihat wujudnya. Hal itu tidak menjadi masalah. Sebab, mereka yang tidak kasat mata tidak selalu bersifat jahat.
Dari kisah ini, kita dapat mengetahui bahwa mereka yang tak kasat mata kerap kali hanya ingin meminta bantuan. Hanya saja, cara mereka meminta bantuan mungkin menakutkan bagi kita. Dari kisah ini kita bisa belajar bahwa mereka hanya sama-sama hidup di dunia ini, sama seperti kita.
Jadi, ada baiknya kita menghargai kehadiran mereka selama mereka tidak mengganggu. Hendaknya kita juga tidak mengganggu mereka juga dengan bersikap sopan di semua tempat.
Nah, itu dia Grameds ulasan novel Journal of Terror: Kembar karya Sweta Kartika. Dari sinopsisnya saja sudah bikin merinding ya. Bagi kalian yang ingin mengenal Prana lebih dalam dan ikut menyaksikan kisah mistis yang dialaminya, kalian bisa mendapatkan novel ini hanya di Gramedia.com.
- Novel Fantasi
- Novel Best Seller
- Novel Bahasa Inggris
- Novel Romantis
- Novel Fiksi
- Novel Non Fiksi
- Rekomendasi Buku Hukum Pidana
- Rekomendasi Buku Tentang Manajemen
- Rekomendasi Buku Tentang Mental Health
- Rekomendasi Buku Tentang Wanita
- Rekomendasi Buku Tentang Zakat
- Rekomendasi Buku Karya Buya Hamka
- Review Novel Parable
- Review Novel Pacarku Presiden Mahasiswa
- Review Novel Juandara
- Review Girls in The Dark Akiyoshi Rikako
- Review Novel Laut Tengah
- Resensi Buku Berdamai Dengan Takdir
- Review Novel Izana
- Review Novel Kata by Rintik Sendu
- Review Novel Darka
- Review Novel Janshen
- Review Novel Alone
- Review Novel Harga Diri Sang Pengacara Tampan
- Review Novel Silent Demon
- Review Komik Frieren
- Review Komik Tintin
- Review Novel Unwanted Bond
- Review Novel Bara
- Review Novel Seperti Hujan Yang Jatuh Ke Bumi
- Review Novel The Name of The Game
- Review Novel Dear J
- Review Buku Grey dan Jingga The Twilight
- Review Novel The Grumpy
- Sinopsis Novel Pembunuhan di Kingfisher
- Review Buku Anne of Green Gables
- Review Buku Tiga dalam Kayu
- Review Buku Cinta yang Tak Biasa
- Review Novel Segi Tiga
- Review Novel The Woman in the Window
- Review Novel Starstuck Syndrome
- Review Novel Rindu yang Baik untuk Kisah yang Pelik
- Review Novel Janur Ireng
- Review Novel Journal Of Terror
- Review Novel Keeping Up With The Kims
- Review Novel Modus
- Review Buku EXO Salah Gaul