Kitab Omong Kosong adalah novel yang ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma, penulis, ilmuwan sastra, dan kritikus film asal Indonesia. Novel Kitab Omong Kosong pertama kali diterbitkan pada tahun 2004 oleh penerbit. Novel dengan total 444 halaman ini baru dicetak ulang oleh penerbit Bentang Pustaka pada bulan April 2021.
Novel Kitab Omong Kosong merupakan kisah yang diterbitkan ulang dari kisah bersambung yang berjudul Rama dan Sinta, yang sebelumnya dipublikasi oleh Koran Tempo dari tanggal 2 April 2001 hingga dengan 10 Oktober 2001. Novel ini meraih kesuksesan dengan mengantarkan Seno Gumira Ajidarma menjadi pemenang dalam Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Prosa tahun 2005.
Kitab Omong Kosong adalah kisah perwayangan yang dikemas ulang dengan menggunakan sudut pandang para tokoh yang dikalahkan, dan sudut pandang yang sangat berbeda. “Tolong sampaikan supaya tidak usah membaca cerita ini, karena ini akan membuang waktu, tenaga, dan pikiran anda. Seperti judulnya, benar-benar hanya sebuah omong kosong belaka. Sekali lagi, mohon maaf untuk permintaan tolong ini. Maaf, mohon maaf sekali”, kata Togog.
Kisah ini memang ditulis oleh Togog yang merasa terasingkan dan minder berada dalam sebuah dunia yang sangat memuja Semar. Mengisahkan tentang malapetaka di mana bala tentara Sri Rama menyerbu dan menyapu anak benua, kemudian menghadirkan pemandangan bencana. Ini adalah kisah Satya dan Maneka, pihak yang menjadi korban, yang melakukan penjelajahan dalam pencarian Walmiki, sang penulis Ramayana, sembari berlayar di samudera cerita.
Ini adalah saat kematian Sang Hanoman, wanara agung yang ditakdirkan berumur panjang, supaya bisa menjaga kebudayaan. Mengapa Togog menganjurkan cerita ini tidak dibaca? Nah! Kalian malah jadi penasaran kan? Kalian tetap akan membacanya kan?
Table of Contents
Profil Seno Gumira Ajidarma – Penulis Novel Kitab Omong Kosong
Dr. Seno Gumira Ajidarma, S.Sn., M.Hum. adalah pria asal Indonesia kelahiran 19 Juni 1958. Nama Seno Gumira Ajidarma dikenal sebagai penulis, kritikus film, dan ilmuwan sastra Indonesia. Seno Gumira Ajidarma merupakan putra dari Prof. Dr. M.S.A Sastroamidjojo, seorang guru besar di Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada. Namun, berbeda dengan sang ayah, Seno Gumira Ajidarma memiliki pemikiran yang bertolak belakang dengan pemikiran sang ayah.
Setelah lulus dari sekolah menengah pertama, Seno tidak ingin melanjutkan sekolah. Diketahui, ia terpengaruh oleh cerita petualangan Old Shatterhand di rimba suku Apache, karya Karl May, penulis asal Jerman. Layaknya di film-film, kisahnya sangat seru, menyeberangi sungai, mengendarai kuda, dengan sepatu mocasin, yakni sepatu model boot yang ada bulu-bulunya. Selama tiga bulan lamanya, Seno mengembara di Jawa Barat, lalu pergi ke Sumatra.
Sampai pada akhirnya, ia menjadi buruh pabrik kerupuk di Medan. Oleh karena kehabisan uang, dia pun meminta uang kepada ibunya. Namun, sang ibu malah mengirim tiket untuk pulang. Maka dari itu, Seno kemudian pulang ke rumahnya dan meneruskan sekolah.
Untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke sekolah menengah pertama, Seno sengaja memilih SMA Santo Thomas yang tidak mewajibkan muridnya untuk memakai seragam. Komunitas ini dipilih, karena cocok dengan jiwanya. Komunitas yang anggotanya bukan teman-teman di lingkungan elite perumahan dosen UGM, yang ada di sekitar rumah orang tuanya. Namun, komunitas anak-anak jalanan yang suka ngebut di Malioboro dan sesekali tawuran.
Seno juga sempat ikut teater alam yang dipimpin oleh Azwar A.N selama dua tahun. Oleh karena ia tertarik kepada puisi-puisi karya Remy Sylado yang dimuat di majalah Aktuil Bandung, Seno pun mencoba untuk membuat puisi juga. Kemudian, ia mengirimkan puisi-puisi karyanya yang akhirnya dimuat di majalah itu. Teman-teman Seno menjuluki Seno sebagai penyair kontemporer.
Setelah karyanya sukses dimuat, Seno menjadi tertantang untuk mengirim puisinya ke majalah sastra Horison. Kemudian, Seno menulis esai dan cerpen tentang teater. Pada usianya yang ke-19 tahun, Seno mulai bekerja sebagai wartawan, kemudian menikah, dan pada tahun yang sama juga, Seno masuk Institut Kesenian Jakarta, jurusan sinematografi.
Seno Gumira Ajidarma ingin menjadi seniman, karena terinspirasi oleh sosok Rendra yang santai, hura-hura, pandai bicara, rambutnya gondrong, dan gayanya nyentrik. Hingga saat ini, Seno telah menghasilkan puluhan cerpen yang telah dimuat di beberapa media massa. Salah satu cerpennya yang berjudul Pelajaran Mengarang bahkan terpilih sebagai cerpen terbaik Kompas 1993.
Novel kumpulan cerpen karya Seno Gumira Ajidarma, antara lain: Manusia Kamar (1988), Penembak Misterius (1993), Saksi Mata (l994), Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi (1995), Sebuah Pertanyaan untuk Cinta (1996), Iblis Tidak Pernah Mati (1999). Karya selain kumpulan cerpen, yaitu berupa novel yang berjudul Matinya Seorang Penari Telanjang, yang diterbitkan pada tahun 2000.
Beberapa Novel lain karya Seno Gumira Ajidarma yang sangat populer, yaitu Atas Nama Malam, Wisanggeni—Sang Buronan, Biola Tak Berdawai, Sepotong Senja untuk Pacarku, Kitab Omong Kosong, Negeri Senja, dan Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi. Nama Seno juga terkenal, karena ia sempat menulis tentang situasi di Timor Timur tempo dulu. Tulisannya tentang Timor Timur itu dituangkan dalam trilogi Novel Saksi Mata, Parfum, Jazz, Insiden, dan Ketika Jurnalisme Dibungkam, Sastra Harus Bicara.
Sosok Seno sebagai seorang penulis telah diakui oleh banyak pihak. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan karyanya yang menjadi Novel terlaris, juga sosoknya yang dipercaya sebagai orang yang mampu menilai karya. Pada tahun 2008, Seno bersama Linda Christanty dan Kris Budiman, dipilih menjadi juri Sayembara Novel oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).
Aktivitas sehari-hari Seno antara lain bekerja di Pusat Dokumentasi Jakarta, menulis, membaca, memotret, dan jalan-jalan. Seno juga sempat membuat komik dan sebuah teater. Selain itu, Seno juga merupakan Rektor di Institut Kesenian Jakarta sejak tahun 2016 dan menjadi dosen tetap di Fakultas Film dan Televisi IKJ juga Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI).
Sinopsis Novel Kitab Omong Kosong
Kitab Omong Kosong bercerita tentang bencana persembahan kuda oleh Sri Rama dari negeri Ayodya bersama dengan ribuan bala tentara berkuda. Persembahan kuda menjadi obat akan penyesalan atas ketidak percayaannya terhadap Dewi Sinta, terhadap kesucian titisan Dewi Laksmi itu ketika Rahwana menculik dan membawanya pergi ke negeri Alengka. Sri Rama sangat terkejut, karena pada saat penyerbuan seluruh anak benua, ia bertemu dengan dua anak kembar laki-laki yang bernama Kusa dan Lawa.
Mereka pun kemudian bertarung. Lalu, di luar dugaan Sri Rama, kedua anak yang hanya berusia sepuluh tahun itu sangat susah untuk dikalahkan. Setelah itu, kemudian diketahui bahwa Kusa dan Lawa adalah anak kandung Sri Rama. Anak yang tidak pernah diketahui keberadaannya, tidak pernah dipertanyakan nasibnya, dan tidak pernah diusahakan untuk ditemui.
Di tengah situasi yang malang, Dewi Sinta menerima permintaan maaf dari Sri Rama dan bersedia untuk kembali ke Ayodya. Namun, posisi Sri Rama sebagai seorang raja membuatnya selalu menerima kritikan yang membuat isu di kehidupan pribadinya. Terlambat, karena kekalutan atas sikap tidak percaya, tidak dapat ditawar lagi. Memang cinta tidak akan bisa lahir di atas pondasi kepercayaan yang tidak kuat.
Maneka merupakan seorang pelacur yang menjadi salah satu korban dari persembahan kuda. Suatu hari, ia memutuskan untuk kabur dari rumah pelacuran yang sudah menjadi tempat tinggalnya sejak sang ayah menjual dirinya demi beberapa kepingan logam saja. Maneka merasa tidak sanggup lagi untuk melayani seisi kota sejak seseorang menyaksikan seekor kuda putih melompat ke jendela dan sekarang kuda itu berada di punggung Maneka dalam bentuk rajah kuda.
Ia melakukan perjalanan untuk menemui Walmiki, si penulis riwayat hidupnya, untuk menuntun takdirnya bertemu dengan Satya, lelaki 16 tahun yang usianya berbeda empat tahun di bawahnya. Perjalanan itu membawa Maneka menemukan sejuta kejadian yang tidak terduga, mengharukan, menyedihkan, aneh, bahagia, dan sebagainya. Tidak ada satu peristiwa pun yang tidak berkesan, karena setiap detailnya selalu melahirkan cinta di antara mereka berdua. Cinta yang tidak pernah diungkapkan.
Walmiki yang hidup mengembara mulai asing dengan kehidupannya. Setelah Maneka, satu demi satu tokoh yang telah ia tulis riwayat hidupnya dalam kisah Ramayana, meminta izin untuk meninggalkan kisah yang ditulisnya dan menulis riwayat hidupnya sendiri. Namun, setelah itu, pengembaraan Maneka dan Satya berlanjut untuk mencari Kitab Omong Kosong yang tersebar di lima tempat. Kitab itu sangat sulit ditemukan, karena Hanuman, si winara putih yang sakti menyimpan kitab itu di tiga dunia yang berbeda. Bukan hanya dunia manusia saja, tetapi di dunia siluman, dan dunia para dewa.
Kelebihan Novel Kitab Omong Kosong
Kelebihan Novel Kitab Omong Kosong terletak pada premis ceritanya sendiri, di mana kisah ini merupakan kisah mitologi Ramayana yang dikemas ulang dalam sudut pandang yang berbeda. Novel ini menggunakan sudut pandang yang tidak lazim, dari perspektif para tokoh yang dikalahkan. Ini adalah kisah Ramayana yang menghindari sifat hitam dan putihnya.
Seno Gumira Ajidarma dinilai sangat jenius untuk menuliskan cerita dalam sebuah cerita. Cerita di mana para tokohnya mengembara untuk menemui penulis cerita yang menciptakan mereka. Cerita filosofis, cerita serius, bahkan cerita yang mengada-ada, itu lah yang bisa anda temukan di novel ini.
Pembaca menilai bahwa membaca novel ini bagaikan sedang memakan kue tart. Porsinya besar, bisa dimakan oleh banyak orang, jadi jika dimakan sendiri dalam satu waktu bisa membuat anda begah dan kekenyangan. Jadi, sebaiknya dimakan secara berkala, bisa diselingi dengan minum air putih. Membaca novel ini memerlukan waktu untuk mencernanya. Jika sudah selesai mencerna, pasti anda ingin lagi untuk membaca lanjutannya.
Seno Gumira Ajidarma berhasil menyampaikan pesan feminisme dalam novel ini. Seno mengemas kisah mitologi ini dengan mencerminkan kesetaraan gender. Ini menjadi sebuah bagian yang menarik, di mana tokoh perempuan diciptakan memiliki kecerdasan seperti tokoh laki-laki.
Kekurangan Novel Kitab Omong Kosong
Kekurangan novel Kitab Omong Kosong ini, yakni kisah ini mungkin sulit untuk dimengerti oleh pembaca yang tidak mengetahui kisah Ramayana. Sebab, novel ini mengemas ulang kisah tersebut. Lalu, pembaca menemukan beberapa bagian cerita yang berat untuk dicerna.
Pesan Moral Novel Kitab Omong Kosong
Melalui kisah ini, kita seperti diingatkan untuk tidak terpaku pada skenario kisah yang indah, sempurna, dan tidak realistis. Terkadang, manusia suka lupa bahwa cerita-cerita yang dibacanya adalah kisah khayalan. Banyak orang yang terlalu mencintai kisah fiksi itu, hingga tak sadar memaksanya untuk menjadi kenyataan.
Lalu, manusia cenderung selalu menuntut dunia untuk membahagiakan dirinya. Padahal, ia sendiri belum tentu pernah berusaha untuk membahagiakan dunia.
Banyak orang yang berpura-pura pintar untuk menutupi kebodohannya. Sebaliknya, banyak orang yang berpura-pura bodoh untuk menutupi kepandaiannya. Hal ini sangat berbahaya, karena akan mengecoh orang lain yang memercayainya.
Nah, itu dia ulasan novel Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma. Bagi kalian yang penasaran akan kisah perwayangan yang unik, kalian bisa mendapatkan novel ini hanya di Gramedia.com.
- Review Buku Kematian Sebuah Bangsa
- Review Novel Possessive Pilot
- Review Buku Patah Untuk Tumbuh
- Review Novel Sweet Falls
- Review Novel The Ballads of Songbirds and Snakes
- Review Novel The Seven Husbands
- Review Buku Very Good Lives
- Review Novel Kitab Omong Kosong
- Review Novel Run to Me
- Review Novel Halaqah Cinta
- Review Buku Bandarmology vs Teknikal
- Review Novel KKN: Kuliah Kerja Ngebaper
- Review Novel Stalker In Love
- Review Novel Mengenang Kenang
- Review Novel Sabda Palon
- Review Novel Gong Nyai Gandrung
- Review Novel The Arson Project
- Review Novel Hold Me
- Review Novel Twin Flames
- Review Novel Solo Leveling
- Sinopsis Novel Arthan Lolimilky
- Review Novel Alkana
- Review Novel Pride and Prejudice
- Review Novel Pulang