Rating: 3.69
Rumah di Mango Street adalah novel yang ditulis pada tahun 1984 oleh penulis berkebangsaan Meksiko-Amerika, Sandra Cisneros. Novel ini disusun sebagai serangkaian sketsa yang mengisahkan kehidupan Esperanza Cordero, seorang gadis Chicana berusia 12 tahun yang tinggal di lingkungan Hispanik di Chicago. Cerita ini menceritakan pengalaman Esperanza selama satu tahun dalam hidupnya, saat dia memasuki masa remaja dan mulai menghadapi kenyataan sebagai perempuan muda di komunitas yang miskin dan patriarkal, kisah ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadi Cisneros.
Novel Rumah di Mango Street ini menonjolkan elemen budaya Meksiko-Amerika dan membahas tema-tema seperti kelas sosial, ras, seksualitas, identitas, dan gender. Rumah di Mango Street sering dianggap sebagai karya klasik modern dalam sastra Chicano dan sering menjadi bahan kajian dalam studi Chicano dan teori feminis. Buku ini sudah terjual lebih dari 6 juta eksemplar, diterjemahkan ke lebih dari 20 bahasa, dan menjadi bacaan wajib di banyak sekolah dan universitas di seluruh Amerika Serikat.
Novel Rumah di Mango Street ini juga masuk kedalam daftar Buku Terlaris The New York Times dan telah menerima berbagai penghargaan sastra bergengsi, termasuk Penghargaan Buku Amerika dari Before Columbus Foundation. Pada tahun 2009, novel ini diadaptasi menjadi drama panggung oleh Tanya Saracho di Chicago.
Versi Bahasa Indonesia dari novel The House on Mango Street diterbitkan pada 20 Januari 2024 oleh Gramedia Pustaka Utama. Gramin sudah buatkan ulasan lengkap untuk novel dengan ketebalan 176 halaman ini, pastikan kamu membacanya sampai selesai ya, Grameds!. Sebelum masuk ke ulasannya kita kenalan terlebih dahulu yuk sama Sandra Cisneros, sang penulis dari novel The House on Mango Street.
Table of Contents
Profil Sandra Cisneros – Penulis Novel Rumah di Mango Street
Sandra Cisneros sudah diakui secara internasional atas karya puisi dan fiksinya serta telah menerima berbagai macam penghargaan bergengsi, seperti Lannan Literary Award dan American Book Award. Dia juga memperoleh beasiswa dari National Endowment for the Arts dan MacArthur Foundation.
Cisneros adalah penulis dari dua novel yang berjudul, The House on Mango Street dan Caramelo; kumpulan cerita pendek Woman Hollering Creek; dua buku puisi, My Wicked Wicked Ways dan Loose Woman; serta buku anak-anak Rambut/Pelitos. Ia mendirikan Macondo Foundation, sebuah asosiasi penulis yang bertujuan untuk melayani komunitas yang kurang terlayani, dan saat ini menjadi Writer in Residence di Our Lady of the Lake University di San Antonio. Untuk saat sekarang dia tinggal di San Antonio, Texas.
Sinopsis Novel Rumah di Mango Street
The House on Mango Street menceritakan masa-masa pembentukan Esperanza Cordero, seorang gadis Chicana muda yang tinggal di lingkungan miskin di Chicago bersama orang tua dan tiga saudara kandungnya. Sebuah bangunan kecil yang kumuh dengan batu bata merah yang runtuh menjadi tempat tinggal dan rumah baru mereka, keluarga mereka sering berpindah-pindah dan selalu bermimpi untuk punya rumah sendiri.
Ketika mereka akhirnya sampai di rumah di Jalan Mango, bukanlah tanah perjanjian impian yang mereka dapatkan, namun orang tua Esperanza mengklaim bahwa Jalan Mango hanyalah perhentian sementara sebelum mereka mencapai rumah perjanjian. Meskipun rumah mereka kali ini merupakan peningkatan yang signifikan dari tempat tinggal keluarganya sebelumnya, Esperanza mengungkapkan rasa jijiknya terhadap rumah barunya karena ini bukanlah rumah “nyata” seperti yang dia lihat di TV.
Ia merindukan rumah kayu berwarna putih dengan halaman luas dan banyak pepohonan, Esperanza mendapati hidupnya di Jalan Mango menyesakkan dan ingin melarikan diri. Dia mulai menulis puisi untuk mengungkapkan perasaan ini. Esperanza memulai novelnya dengan deskripsi mendetail tentang perilaku dan karakteristik kecil anggota keluarganya serta tetangganya yang tidak biasa, ia memberikan gambaran yang jelas tentang lingkungan sekitar dan contoh dari banyak orang berpengaruh di sekitarnya.
Dia menggambarkan waktu yang dihabiskannya bersama adik perempuannya, Nenny, serta dua gadis lebih tua yang menjadi temannya di lingkungan sekitar: Alicia, seorang mahasiswa muda yang memiliki potensi besar meskipun ibunya sudah meninggal, dan Marin, yang menghabiskan hari-harinya merawat adik-adik sepupunya. Esperanza menyoroti momen-momen penting dalam kehidupannya dan komunitasnya, sering kali menjelaskan kesulitan yang mereka hadapi, seperti tetangganya yang ditangkap karena mencuri mobil atau kematian Bibi Lupe.
Seiring kemajuan sketsa, Esperanza sudah tumbuh menjadi orang dewasa dan ia berhasil mengembangkan perspektifnya sendiri tentang dunia di sekitarnya. Esperanza akhirnya memasuki masa pubertas dan mengalami perubahan secara seksual, fisik, dan emosional, ia mulai memperhatikan dan menikmati perhatian pria. Dia berteman dengan Sally, seorang gadis menarik yang memakai riasan tebal dan pakaian provokatif, sahabatnya ini sering dianiaya secara dan fisik dan dilarang untuk keluar rumah oleh ayahnya yang saat taat dengan agama.
Persahabatan Sally dan Esperanza memudar ketika Sally membuang Esperanza demi seorang anak laki-laki di sebuah karnaval, karena hal ini Esperanza mengalami pelecehan seksual oleh sekelompok pria. Dia menceritakan contoh pelecehan lain yang pernah dia hadapi, seperti seorang pria yang sudah tua ingin menciumnya secara paksa di pekerjaan pertamanya. Pengalaman traumatis dari pengamatan Esperanza terhadap perempuan di lingkungannya dan banyak kehidupan mereka yang dikekang oleh laki-laki, semakin memperkuat keinginannya untuk meninggalkan Mango Street.
Kelebihan dan Kekurangan Novel Rumah di Mango Street
Kelebihan Novel Rumah di Mango Street
Buku Rumah di Mango Street ini menawarkan beberapa keunggulan yang membuatnya berbeda dari karya-karya lain. Pertama-tama, kelebihan utamanya terletak pada relevansi sosial yang kuat. Dengan mengangkat isu-isu seperti pernikahan pada usia muda, tanggung jawab seorang ibu tunggal, dan perundungan di sekolah, buku ini tidak hanya mencerminkan realitas kehidupan sehari-hari, tetapi juga mengundang pembaca untuk memikirkan dan merenungkan berbagai masalah yang dihadapi oleh banyak orang di masyarakat
Selanjutnya, buku Rumah di Mango Street ini menghadirkan berbagai macam emosi secara mendalam. Dari kegembiraan hingga duka yang mendalam, cerita-cerita dalam buku ini mampu membangkitkan respons emosional yang kuat dari pembaca. Ditambah dengan penggunaan bahasa yang sederhana namun menggugah juga membuat buku ini jadi bisa dinikmati dari berbagai kalangan.
Salah satu aspek lainnya yang membuat buku ini begitu menarik adalah inspirasinya yang kuat dari kehidupan nyata. Cerita-cerita yang terinspirasi dari pengalaman nyata penulis tidak hanya memberikan keautentikan pada setiap cerita, tetapi juga membuat pembaca merasa terhubung dengan karakter dan peristiwa yang digambarkan dalam buku ini.
Kekurangan Novel Rumah di Mango Street
Meskipun memiliki banyak kelebihan, buku Rumah di Mango Street ini juga memiliki kekurangan yang patut diperhatikan. Salah satu kekurangannya adalah terjemahan yang terasa kaku. Keterbatasan ini dapat mengurangi keindahan bahasa asli yang mungkin hilang dalam proses penerjemahan. Terjemahan yang kurang lancar atau kurang sesuai dengan nuansa aslinya juga dapat mengganggu pengalaman membaca, mengurangi daya tarik dan kesan yang seharusnya disampaikan.
Pesan Moral Novel Rumah di Mango Street
Buku Rumah di Mango Street ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesadaran sosial, dan toleransi. Pertama, kita harus belajar untuk selalu bersyukur atas apa yang kita miliki dan mengakui kesenjangan sosial yang ada di sekeliling kita, di mana banyak orang menghadapi kesulitan di tengah kemakmuran yang dinikmati oleh orang lain, karena hal ini kita harus terdorong untuk membantu sesama yang kurang beruntung.
Kedua, kalimat tentang rasisme juga mengingatkan kita untuk mengatasi prasangka negatif yang muncul berdasarkan warna kulit, agama, ataupun suku, sebagai umat manusia kita harus bisa menjalin hubungan yang lebih toleran dengan orang-orang dari latar belakang yang berbeda.
Nah Grameds, itu dia sinopsis, ulasan, dan pesan moral dari novel Rumah di Mango Street karya Sandra Cisneros. Yuk langsung dapatkan novel ini hanya di Gramedia.com! Selain novel ini, Gramin juga sudah menyiapkan rekomendasi buku best seller lainnya di bawah ini. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami selalu siap memberikan informasi dan produk terbaik untuk kamu.
Penulis: Gabriel
Rekomendasi Buku Terkait
Rumah di Bukit dan Cerita-Cerita Lainnya
Bela gadis kecil yatim piatu ketika berusia tiga tahun. Bela tinggal bersama nenek di rumah kecil di bukit. Di sekolah, Bela tergolong anak yang pandai, meski pakaian Bela bekas dan sepatunya begitu kusam dengan alas yang sudah sangat tipis, tapi dia tidak pernah malu. Dengan keadaan seperti itu bahkan Bela bisa menjadi juara kelas empat tahun berturut-turut. Kini dia menginjak kelas lima SD. Teman-temannya pun baik pada Bela dan kadang mereka meminta bantuannya kalau kesusahan mengerjakan PR atau tugas lainnya.
Suatu hari Bela menemukan sebuah gentong yang selalu mengeluarkan cahaya lalu disimpan di kamarnya. Menimba air, mencuci, memasak adalah pekerjaan sehari-hari yang dilakukan Bela dengan senang hati. Siang hari di bukit sangat panas Bela ke kamar untuk mengerjakan PR. Sambil menulis di bukunya Bela bergumam-gumam, “Kalau saja aku dapat buah melon…”
Tiba-tiba dari bawah tempat tidurnya menggelinding buah melon, Bela sangat terkejut ternyata buah itu muncul dari gentong itu. Begitu melihat Nenek terkejut kemudian jatuh pingsan.
Rumah di Tepi Kanal
Setelah mengunjungi Bibi Ada di panti jompo, Tommy dan Tuppence mendengar bahwa Bibi Ada telah meninggal dunia. Mereka pergi untuk mengumpulkan barang-barangnya, dan Tuppence sangat ingin berbicara lagi dengan seorang wanita tua yang cerewet bernama Nyonya Lancaster, tetapi dia menemukan bahwa nyonya Lancaster telah dibawa pergi secara tiba-tiba. Tuppence merasa ada yang tidak beres dan mengejar wanita tua itu yang hilang sendirian, sementara Tommy menghadiri konferensi bisnis. Tommy kembali dari konferensinya beberapa hari kemudian, tapi Tuppence tidak. Sekarang, Tommy harus menemukan Tuppence!
Secara praktis tidak ada mayat yang ditemukan, hanya kasus hilangnya seorang wanita tua. Dalam ceritanya dimana bermula pada saat menemukan Tuppence tertarik pada lukisan di dalam rumah pedesaan yang diwarisi dari bibi Tommy. Meyakini bahwa dia telah melihat objek aslinya, Tuppence memutuskan untuk melacaknya. Ketika Tuppence melakukannya, dia tersandung ke dalam cerita tentang serangkaian pembunuhan anak yang belum terpecahkan yang terjadi di distrik itu selama bertahun-tahun lamanya.
Rumah di Perkebunan Karet
Heri yang baru saja diterima kerja di sebuah perkebunan karet milik pemerintah. Selama bekerja di perkebunan karet itu Heri tinggal bersama Wahyu yang akan membantu pekerjaan Heri di sebuah rumah terbengkalai yang terletak di tengah perkebunan karet. Tidak lama kemudian mulai terjadi kejadian kejadian mengerikan di rumah itu. Heri dan Wahyu berusaha mengabaikan semua kejadian itu tetapi gangguan dari mahluk “penunggu” di sana semakin lama semakin parah.
Rumah kami berjarak beberapa puluh meter lagi, tapi telunjuk Wahyu yang bergetar menunjuk ke sana. Dengan bantuan cahaya lampu motor yang tidak terlalu terang, aku melihat rombongan pembawa keranda berhenti tepat di halaman rumah kami. Mereka berdiri menghadap pintu depan. “Matikan lampu,” aku berbisik. Ketika lampu motor sudah mati, semua menjadi gelap. Aku melihatnya. Sosok-sosok itu masih berdiri di depan rumah. Ternyata terdapat lubang. Liang kubur. Aku takut setengah mati. Entah sejak kapan liang kubur itu ada di sana dan siapa pula yang menggalinya?
Sumber:
- https://en.m.wikipedia.org/wiki/The_House_on_Mango_Street#:~:text=The%20House%20on%20Mango%20Street%20is%20a%201984%20novel%20by,the%20Hispanic%20quarter%20of%20Chicago.
- https://www.goodreads.com/book/show/139253.The_House_on_Mango_Street
- 14 Days Isabella
- A dan Z
- Agensi Rumah Tangga
- Albiandra: The Untold Story
- Anne of Avonlea
- Antologi Cerita Anak Muslim di Mancanegara
- April : Fallen
- Anatomi Rasa Karya
- Athar: Cinta dalam Ikhlas
- Arkananta
- Book’s Kitchen
- Bukan Kekasih Impian
- Catatan Harian Menantu Sinting
- Children of Blood and Bone
- Diskoneksi
- Eat Drink Sleep
- Enola Holmes dan Kereta Kuda Hitam
- Garis Batas
- Ghosting Writer
- Gyo
- Haji Murad
- Highly Unlikely
- Hotel Mooi Indie
- Iblis Menjelma Senapan Berburu
- Imama Al-Hafidzh
- Istana Merah
- Jais Darga Namaku
- Kemelut Rodansih dan Dua Anaknya
- Kenangan Manis Takkan Pernah Habis
- Klasik Bahasa Inggris White Fang
- Konstelasi Andro dan Mega: Dunia Tanpa Zodiak
- Laiqa: Berapa Jarak antara Luka dan Rumahmu?
- Laiqa: Mana Hijrah?!
- Laiqa: Siniar Semut Kecil
- Laiqa: Hijab for Sisters
- Laiqa: Rope That Binds
- Lelap dalam Lautan Bintang
- Lit: Left Unsaid
- Malam Seribu Jahanam
- Mari Pergi Lebih Jauh
- Masquerade Hotel
- Me Minus You
- Mencintaimu Sampai Kau Mau
- Menyelamatkan Teetee
- Merah Kirayu
- Mickey7
- Muslimah Keren
- Nadira
- Norwegian Wood
- Mata Hari (The Spy)
- My Long Black : Unsent Letters
- Paracosm D'arte
- Parnassus Keliling
- Pada Sebuah Kapal
- Perempuan di Rumah No 8
- Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut
- Rara Mendut
- Romansa Stovia
- Rumah di Mango Street
- Rumus Ciuman Sempurna
- Sang Pemenang Berdiri Sendirian
- Sarhad
- Seandainya
- Senyum Karyamin
- Seperti Sungai Yang Mengalir
- Serikat Anjing Mandiri
- Sidney Sheldon's The Phoenix
- Sikencur
- Sihir Perempuan
- Suluh Rindu
- Sumur Anjing Gila
- The Boyfriend
- The Count of Monte Cristo
- The Dragon's Promise
- Ther Melian - Discord
- The Night Mark
- The Night Swim
- The Power
- The Snatched and The Snapped
- Toko Buku Kucing Hitam
- Toko Jajanan Ajaib Zenitendo 3
- Tumbal Genderuwo
- Yang Katanya Cemara Karya
- Yang Menari dalam Bayangan Inang Mati
- Yang Tak Kunjung Usai
- We Hunt the Flame: Memburu Api