Siege and Storm: Takhta dan Prahara merupakan buku kedua dalam trilogi novel Shadow and Bone karya Leigh Bardugo. Novel ini didahului oleh Shadow and Bone dan diikuti oleh novel Ruin and Rising. Siege and Storm pertama kali diterbitkan pada tahun 2013. Novel ini telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada bulan Januari 2020.
Buku ini akan melanjutkan kisah Shadow and Bone, di mana kesaktian Alina Starkov sebagai Pemanggil Matahari harus dibayar dengan harga yang mahal. Ia diburu sepanjang Laut Sejati dan juga dihantui oleh nyawa-nyawa yang terenggut ketika dia melarikan diri bersama Mal, sahabat yang sekarang menjadi kekasihnya. Namun, mereka berdua tak bisa sembunyi lama-lama. Sementara itu, Sang Kelam semakin gigih untuk menjalankan rencana yang telah disusunnya sejak awal, walaupun itu berarti mengambil tindakan yang tidak masuk akal.
Petualangan Alina semakin berwarna saat ia terjebak di kapal Sturmhond, seorang perompak partikelir ternama yang memiliki rahasianya sendiri. Perjalanan membawa Alina kembali ke Ravka dan kedatangannya dianggap mukjizat oleh kaum fanatik. Alina memiliki tekad untuk kembali ke Istana Kecil dan memimpin pasukan Grisha. Namun, Alina malah terlibat dalam perebutan takhta di antara dua putra mahkota yang membuatnya semakin menjauh dari Mal. Bukan hanya itu saja, bayang-bayang Sang Kelam yang sangat nyata suka datang tiba-tiba hingga membuat Alina tak dapat membedakan halusinasi dan realita.
Table of Contents
Profil Leigh Bardugo – Penulis Novel Siege and Storm: Takhta dan Prahara
Leigh Bardugo merupakan seorang novelis wanita yang berusia 46 tahun, yang lahir pada tanggal 6 April 1975 di Yerusalem. Wanita berdarah campuran Israel dan Amerika ini dikenal karena karya novel dewasa mudanya, novel Grishaverse. Leigh Bardugo menempuh pendidikan di Yale University dan berhasil lulus pada tahun 1997 dengan mendapatkan gelar sarjana literatur Inggris. Sebelum menjadi seorang penulis, Leigh Bardugo bekerja sebagai copywriter dan jurnalis, juga sebagai seorang make up artist dengan spesialis special effect.
Novel Grishaverse yang membuatnya populer memuat duologi Six of Crows, trilogi Shadow and Bone, dan duologi King of Scars. Novel pertamanya, yakni Shadow and Bone berhasil diterbitkan pada tahun 2012. Novel Shadow and Bone berhasil meraih kesuksesan dengan menjadi nominasi di Romantic Times Book Award dan the South Carolina Children’s Book Award, disebut sebagai Indie Next List Book, serta mendapat review positif dari The New York Times.
Novel Shadow and Bone juga berhasil menempati posisi ke delapan The New York Times Best Seller List. Selain itu, buku ini juga berhasil diadaptasi menjadi series film yang kini telah tayang di Netflix. Kedua novel yang melengkapi trilogi novel Shadow and Bone yang berjudul Siege and Storm dan Ruin and Rising berhasil diterbitkan pada tahun 2013 dan 2014. Trilogi novel Shadow and Bone didefinisikan Leigh Bardugo sebagai novel bergenre fantasi yang terinspirasi dari keadaan Rusia pada awal abad ke 19.
Kemudian, duologi Six of Crows, dengan dua novel yang berjudul Six of Crows dan Crooked Kingdom berhasil diterbitkan pada tahun 2015 dan 2016. Kedua novel ini memiliki latar universe yang sama dengan trilogi novel Shadow and Bone. Duologi novel Six of Crows berhasil meraih kesuksesan juga, dengan dinobatkan sebagai novel internasional terbaik oleh German Fantasy Awards pada tahun 2018, New York Times Notable Book, dan ALA-YALSA Top Ten Pick pada tahun 2016. Duologi novel King of Scars yang masih tergabung dalam universe Grisha, memiliki dua novel dengan judul King of Scars yang diterbitkan pada tahun 2019, dan Rule of Wolves yang terbit pada tahun 2020.
Terdapat berbagai karya lain dari Leigh Bardugo yang berada di luar universe Grisha, yakni The Language of Thorns, The Lives of Saints, Demon in the Wood, Ninth House, dan Wonder Woman: Wabringer. Begitu banyak penghargaan yang didapat Leigh Bardugo karena seluruh karyanya yang mengagumkan. Hal ini juga menjadi pembuktian bahwa Leigh Bardugo merupakan seorang novelis yang sangat berbakat dan semua kualitas karyanya tidak perlu diragukan lagi.
Sinopsis Novel Siege and Storm: Takhta dan Prahara
Alina dan Mal yang telah berhasil melarikan diri dari Sang Kelam akhirnya bersembunyi dan bergabung dengan masyarakat daerah Novyi Zem. Namun, saat mereka mulai beradaptasi di sana, Sang Kelam menemukan mereka lagi dan membawa keduanya kembali ke istana. Sang Kelam kini kembali dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Kali ini, ia bisa membangun pasukannya sendiri yang susah dikalahkan. Namun, Alina juga mengetahui bahwa Sang Kelam akan kunjung melemah jika ia terus menggunakan kekuatannya itu.
Dalam perjalanannya menuju istana, Sang Kelam menyuruh Mal untuk mencari Rusalye, Naga Es. Naga es merupakan makhluk mitologi yang biasanya diceritakan dalam dongeng. Sang Kelam percaya bahwa makhluk itu dapat menjadi penguat kedua bagi Alina, jika ia menggunakan sisiknya.
Dalam dongeng, pecut laut diketahui sebagai pangeran yang dikutuk menjadi naga laut dan dipaksa untuk menjaga perairan Jalur Belulang yang membekukan. Sulit untuk dipercaya, karena Mal ternyata berhasil melacak Naga Es. Saat sang naga telah tertangkap, Sturmhond, kapten kapal yang ditumpangi Alina dan Mal melancarkan kudeta dan berencana menyelamatkan mereka berdua, lalu membawa pergi Naga Es.
Sturmhond juga menjelaskan alasan rencanya itu. Seseorang telah membayarnya dengan harga yang tinggi dan memintanya untuk membawa Alina kembali ke istana, karena seseorang tersebut mau berbincang dengan Alina. Sturmhond juga berjanji jika Alina tak menyukai tawarannya, dia akan membantu Alina untuk kabur dari istana.
Keadaan istana sedang dilanda kekacauan. Para Grisha dipimpin oleh Sang Kelam. Aparat juga mengambil alih takhta kerajaan untuk sementara. Hal ini diakibatkan oleh raja sedang mengalami sakit berat. Alina memiliki dugaan bahwa Genya adalah pelaku yang sudah mencelakai raja. Sepertinya mereka telah bergabung dengan Sang Kelam.
Dengan memiliki penguat kedua, Alina akhirnya kembali ke istana bersama Sturmhond. Di sana, ia menemukan sebuah buku tua yang berisi penjelasan tentang para Grisha terdahulu. Ia juga menemukan sebuah halaman mengenai Sankt Ilya. Sankt Ilya diketahui memiliki 3 penguat, yakni Rusa Morozova, Naga Es, dan Burung Api.
Dua dari penguat itu telah dimiliki Alina. Oleh karena itu, Alina percaya bahwa dengan memiliki penguat yang ketiga, ia dapat mengalahkan Sang Kelam untuk selama-lamanya. Burung Api bukan bagian dari satu kisah saja, melainkan banyak kisah lainnya. Burung Api ada di jantung setiap mitos Ravka. Burung Api bagaikan sumber inspirasi yang telah melahirkan sekian banyak balada, novel, sandiwara, dan opera.
Alina dan Sturmhond kembali ke istana melewati Selubung Bayangan. Dengan menggunakan kekuatannya, Alina menerangi selubung itu sehingga kapal mereka dapat lewat tanpa gangguan. Namun, Alina merasakan ada sesuatu yang aneh terjadi kepada dirinya setiap dia menggunakan kekuatan. Untuk pertama kalinya, dia melihat bayangan Sang Kelam muncul tepat di hadapannya seperti ia sedang berbicara kepadanya.
Akibat gangguan itu, kapal yang ditumpangi Alina hampir saja terjatuh ke dasar selubung. Setelah berhasil menyebrang, pasukan raja langsung menghampiri mereka dan menodongkan senjata. Di sana, Sturmhond mengungkap identitas aslinya. Ternyata dia adalah Nikolai Lantsov, putra kedua raja. Nikolai sudah lama tidak terlihat oleh masyarakat sekitar.
Banyak rumor yang mengatakan bahwa Nikolai sedang berkelana mencari ilmu dengan berlayar. Nikolai pun memberitahu Alina bahwa dia ingin menyelamatkan Ravka dengan Alina menjadikannya sebagai ratu. Alina menolak penawaran itu. Alina sebenarnya bersedia untuk membantu Ravka, tetapi ia tidak bersedia menikahi Nikolai.
Alina lantas meminta Nikolai untuk memberikan jabatan sebagai kepala Grisha saja, yang sebelumnya ditempati oleh Sang Kelam. Namun, pekerjaan Alina tak dapat berjalan dengan baik, karena Alina diganggu terus oleh aparat dan sekte yang Sang Kelam bangun. Namun, para pengikut Alina memercayainya sebagai seorang Sankta yang bisa menyelamatkan mereka semua.
Kelebihan Novel Siege and Storm: Takhta dan Prahara
Sebagai novel lanjutan Shadow and Bone yang sangat populer, novel Siege and Storm tidak kalah seru dengan novel pendahulunya. Dalam novel ini, ceritanya cukup berbeda dari novel Shadow and Bone yang didominasi pertempuran. Novel ini lebih menekankan pada kisah yang penuh fantasi dan emosional. Hal ini membuat pembaca bisa menemukan kesan dan sensasi yang baru.
Kemudian, dari segi gaya penulisan Leigh Bardugo tampaknya tak usah diragukan lagi. Seluruh narasi yang ada di buku ini dituliskan dengan detail, mulai dari penggambaran latar tempat, suasana, dan juga budayanya. Meskipun detail, tetapi alurnya dinilai cepat dan tidak bertele-tele. Leigh Bardugo juga memperkenalkan sejumlah tokoh baru yang di buku ini yang menarik hati pembaca.
Pembaca juga menemukan adanya perkembangan karakter Alina Starkov dalam kisah ini. Dalam novel ini, sosok Alina digambarkan lebih bijaksana dan tidak terlalu memusingkan cinta segitiga yang ia alami. Selain itu, Alina juga memiliki sejumlah pemikiran buruk yang dinilai realistis. Sebab, sejatinya itu adalah hal yang wajar ditemukan ketika manusia sedang berkuasa.
Kemudian, Leigh Bardugo juga memberikan dialog yang dinilai pintar dan menyenangkan. Seperti dialog antara Mal, Nikolai, dan Alina yang dikemas dalam kalimat sarkasme. Hal ini menimbulkan kesan yang menegangkan, tetapi lucu juga. Hal ini menjadikan kisah ini lebih segar.
Kekurangan Novel Siege and Storm: Takhta dan Prahara
Selain kelebihan, novel Siege and Storm: Takhta dan Prahara ini juga memiliki kekurangan. Kekurangan novel ini terletak pada bagian tengah cerita yang memiliki plot hole. Sejumlah pembaca menilai bagian tengah cerita cukup bertele-tele dan berputar.
Pesan Moral Novel Siege and Storm: Takhta dan Prahara
Melalui kisah ini, kita dapat belajar tentang prinsip menjadi seorang pemimpin. Jika anda ingin menjadi pemimpin, maka anda harus mulai berpikir dan bertindak seperti seorang pemimpin. Ubah cara pikir dan tindakan anda terlebih dahulu sebelum mendapatkan jabatan itu, bukan sebaliknya.
Kemudian, untuk mengungkapkan sesuatu, tak memerlukan banyak kata. Sebab, kadang kala semakin sedikit anda berbicara, maka kata-kata anda akan semakin dianggap. Berbicara secara langsung tentang intinya saja.
Dari kisah ini kita juga dapat belajar bahwa kelemahan adalah sebuah topeng. Anda dapat mengenakan topeng itu saat orang-orang perlu mengetahui bahwa anda adalah manusia. Namun, sebaiknya anda jangan menunjukkan topeng itu saat anda sedang merasa demikian.
Nah, itu dia Grameds ulasan novel Siege and Storm: Takhta dan Prahara karya Leigh Bardugo. Bagaimana kelanjutan nasib Alina, Mal, dan Nikolai? Apakah mereka dapat mengalahkan Sang Kelam? Daripada penasaran, yuk langsung saja dapatkan novel ini hanya di Gramedia.com.
Rating: 3,85
- Review Novel My Youth
- Review Novel The Love Hypothesis
- Review Novel Lavender
- Review Novel Real Face
- Review Novel IPA dan IPS
- Review Novel Bumi dan Lukanya
- Review Novel Supernova 1
- Review Novel Supernova 2
- Review Novel Supernova 3
- Review Novel Miss Marple's Final Cases
- Review Novel Aroma Karsa
- Review Buku Ayana, Journey to Islam
- Review Buku Home Body
- Review Novel All the Light We Cannot See
- Review Buku Matilda
- Review Novel Orang Berikut Yang Kaujumpai Di Surga
- Buku 24 Jam Bersama Gaspar
- Review Novel Di Bawah Lindungan Ka'bah
- Review Novel Three Dark Crowns
- Review Novel The Old Man and the Sea
- Review Novel Midnight Sun
- Review Novel Circe
- Review Because You Love to Hate Me
- Review Novel The Kudryavka Sequence
- Review Novel Confessions
- Review Novel Kitchen
- Review Novel Burning
- Review The Chronicles of Narnia Series
- Review Novel Weathering With You
- Review Novel Rich People Problems
- Review Novel Guns, Germs dan Steel
- Review Novel Siege and Storm
- Review Novel Absolute Justice
- Review Novel Silam