Review Novel Terusir karya Buya Hamka – Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo atau yang lebih dikenal dengan nama Buya Hamka adalah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Ia berkarir sebagai seorang penulis, wartawan serta pengajar.
Selain itu, ia juga sempat berkarier dalam dunia politik melalui partai Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan. Selain karirnya dalam dunia politik serta berperan sebagai salah satu ulama di Indonesia, Buya Hamka banyak merilis novel-novel yang mampu menggugah jiwa. Salah satunya adalah novel Terusir karya Buya Hamka.
Novel Terusir karya Buya Hamka memiliki kisah yang cukup ringkas dengan jumlah halaman yang tipis. Oleh sebab itu, buku ini cocok bagi Grameds yang ingin membaca novel menarik, tetapi tidak memiliki banyak waktu.
Meskipun tergolong tipis, tetapi kisah yang ditulis oleh Buya Hamka dalam novel Terusir bisa membuat pembaca meneteskan air mata. Penasaran dengan novel Terusir karya Buya Hamka? Simak review novel Terusir karya Buya Hamka berikut ini.
Table of Contents
Buya Hamka, Penulis Novel Terusir
Prof. Dr. H. Abdul Malik Karim Amrullah Datuk Indomo atau biasa dikenal dengan nama Hamka adalah seorang ulama serta sastrawan Indonesia. Ia berkarir sebagai penulis, pengajar serta wartawan dan sempat berkecimpung dalam dunia politik melalui partai Masyumi hingga partai tersebut dibubarkan. Hamka sempat menjabat sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama dan aktif dalam kegiatan Muhammadiyah hingga akhir hayatnya.
Buya Hamka mendapatkan gelar doktor kehormatan yang dikukuhkan oleh Universitas Al Azhar dan Universitas Nasional Malaysia, sedangkan Universitas Moestopo Jakarta mengukuhkan Buya Hamka sebagai guru besar. Nama Buya Hamka pun disematkan untuk Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan ia masuk dalam daftar Pahlawan Nasional Indonesia.
Setelah pergi dan bermukim di Mekah selama kurang lebih 7 bulan, Buya Hamka akhirnya kembali ke tanah air. Ia kembali ke Medan dan kota tersebut menjadi penanda dari awal terjunnya Buya Hamka ke dalam dunia jurnalistik.
Ia menulis artikel mengenai pengalamannya ketika menunaikan ibadah haji untuk sebuah surat kabar bernama Pelita Andalas. Pertama kali menulis, ia menulis mengenai Sumatera Thawalib serta gerakan-gerakan reformasi Islam di Minangkabau yang dipimpin oleh ayahnya sendiri.
Dari artikel tersebutlah, Hamka menemukan jalannya untuk menjadi seorang jurnalis. Muhammad Ismail Lubis, pimpinan dari majalah Seruan Islam mengirimkan permintaannya pada Buya Hamka untuk menulis. Selain menulis untuk surat kabar maupun majalah lokal, Buya Hamka juga mengirimkan tulisannya pada Suara Muhammadiyah dan Bintang Islam.
Buya Hamka dikenal sebagai seorang otodidak dalam berbagai bidang keilmuan dan tercatat sebagai penulis Islam yang paling profilik dalam sejarah modern Indonesia. Karya Buya Hamka banyak dicetak ulang berkali-kali dan banyak dikaji oleh para peneliti Indonesia, Malaysia hingga Singapura.
Tulisan Buya Hamka telah menghiasi berbagai macam majalah dan surat kabar. Yunan Nasution mencatat, dalam kurun waktu kurang lebih 57 tahun, Hamka telah membuat 84 judul buku. Minat Sang Buya akan bahasa banyak ia tuangkan dalam karya-karyanya.
Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli terbit di Medan dan berhasil melambungkan nama Hamka sebagai seorang sastrawan. Ketiga buku tersebut bermula dari sebuah cerita bersambung yang diterbitkan oleh majalah Pedoman Masyarakat.
Selain itu, Hamka juga meninggalkan beberapa karya tulis yang menyangkut mengenai budaya, sejarah serta bidang-bidang kajian Islam lainnya. Meskipun Buya Hamka tidak menyelesaikan pendidikan formal, tetapi ia memiliki banyak akses keilmuan karena ia memiliki kemampuan membaca yang cukup luas.
Fiolog Prancis bernama Gerard Moussay pernah menulis, Hamka hanya bermodalkan pendidikan paling dasar dan telah berhasil dengan caranya sendiri untuk memperoleh pengetahuan yang maju maupun unggul dalam bidang yang berbeda-beda, contohnya seperti antropologi, sejarah, jurnalistik, politik hingga Islamolog.
Karya-karya Buya Hamka, pada umumnya bertema gugatan pada adat Minangkabau, terutama mengenai kawin paksa serta hubungan kekerabatan yang menurut pandangan Hamka, tidak sesuai dengan cita-cita dari masyarakat Indonesia modern.
Melalui buku Di Bawah Lindungan Ka’bah, Hamka menggugat penggolongan seseorang berdasarkan pangkat, harta serta keturunan oleh masyarakat Minangkabau. Menurut Hamka, adat bertentangan dengan agama Islam yang memandang mengenai kedudukan manusia sama di hadapan Allah.
Dalam buku Tuan Direktur, Hamka menyindir para tokoh Jazuli sebagai kebanyakan dari orang Melayu yang sering kali terburu oleh nafsu sehingga mengabaikan nilai-nilai fundamental yang ada.
Dalam buku Merantau ke Deli, Hamka menginginkan perubahan dari penilaian masyarakat Minangkabau mengenai keberhasilan masyarakat yang merantau serta mengkritik penilaian adat mengenai pernikahan yang baik pada satu daerah saja. Namun pada kenyataannya, harta bukanlah menjadi jaminan akan kehidupan bahagia, begitu pula asal daerah bukanlah jaminan atas pernikahan yang dapat bertahan lama.
Pada akhir tahun 1930-an, buku-buku Hamka telah dapat ditemukan pada perpustakaan di sekolah umum. Para pelajar sering kali dianjurkan membaca karya-karya Hamka.
Beberapa novel Hamka menuai kesuksesan komersial dan berkali-kali dicetak ulang. Contohnya seperti novel Di Bawah Lindungan Ka’bah yang diangkat ke layar lebar dua kali pada tahun 1981 dan 2011. Kemudian pada tahun 2013 novel Buya Hamka berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck pun difilmkan untuk pertama kali.
Sinopsis Novel Terusir Karya Buya Hamka
Judul Buku : Terusir
Penulis : Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka)
Penerbit : Gema Insani
Tanggal Terbit : 3 Februari 2016
Jumlah Halaman : 132
ISBN : 9786022502920
“Aku mengingat kembali pada malam itu, hujan rintik-rintik yang turun di atas rumah, di bawah udara bulan November yang sangat sejuk, aku berjalan seorang diri tidak menentu arah. Di hadapan rumahmu aku mendengar tangisan dari seorang anak memanggil-manggil ibunya. Aku pada mulanya akan kembali sekurang-kurangnya untuk menciumnya di dalam tidur, tetapi engkau mengusirku sekali lagi, engkau memaki aku dengan perkataan yang berat” (Hal 5)
Itu adalah sebuah penggalan surat terakhir dari Mariah pada suaminya, Azhar yang mengusirnya karena difitnah oleh keluarga Azhar. Azhar mengusir Mariah tanpa ampun. Usai pergi dari rumah tersebut, berulang kali Mariah mencoba mengirimkan surat untuk meluluhkan hati Azhar.
Hingga surat terakhir dari Mariah datang pada Azhar. Azhar pun tidak bergeming hingga sahabatnya H. Abdul Halim datang dan menasehati sikap Azhar yang dinilai terburu-buru. Ia menyesal dan berusaha mencari Mariah, tetapi sosok istrinya tersebut tidak jua ia jumpai.
Dari Medan, Mariah telah bertolak ke pulau Jawa. Mariah mengikuti majikan barunya yang baik hati. Kemudian majikannya pindah ke Eropa. Mariah akhirnya menikah dengan Yasin. Yasin dan Mariah adalah pekerja di rumah majikannya dahulu. Akan tetapi, Yasin rupanya hanya menginginkan emas milik Mariah saja. Usai mereka berdua cerai, Mariah mencoba mencari penghidupan yang halal. Namun, ia tidak segera menemukannya. Hingga pada akhirnya, ia memutuskan untuk menjadi wanita lacur.
Lalu bagaimana dengan Sofyan, anak Mariah dan Azhar?
Sofyan telah tumbuh menjadi orang yang hebat. Ia menjadi hakim dan dinamakan Master pada masanya. Sofyan akhirnya telah bertunangan dengan seorang perempuan cantik bernama Emi.
Akan tetapi, ada seseorang bernama Wirja yang telah ditolak lamarannya oleh Emi dan Wirja berniat jahat pada Sofyan. Emi berusaha menjebak Sofyan melalui pelacur, tetapi jebakan tersebut gagal.
Wirja pun merasakan marah pada kegagalan dari wanita lacur tersebut hingga ia ribut di rumah hina tempat pelacuran tersebut. Di sana ada pula Mariah yang telah mengganti namanya menjadi Neg Sitti sejak ia menjadi seorang pelacur.
Ia mendengar seluruh pembicaraan mengenai niat busuk terhadap anaknya. Karena hal itulah, satu-satu semangat hidup Mariah meskipun ia hanya bisa melihat anaknya dari kejauhan.
Mariah kemudian menceritakan semuanya pada Wirja tentang status ibu Sofyan dan kisah bagaimana keduanya terpisah. Mendengar hal tersebut, Wirja justru ingin menggunakan kisah tersebut untuk menjatuhkan Sofyan.
Mengetahui hal tersebut, Mariah kemudian memohon pada Wirja untuk tak melakukan hal tersebut. Akan tetapi, Wirja menolak, hingga Mariah memutuskan untuk membunuh Wirja dengan menggunakan sebuah belati.
Mariah akhirnya dipenjara, hingga akhirnya kasusnya kembali dibuka 4 bulan kemudian dan rupanya yang menjadi pembelanya adalah Sofyan, anaknya sendiri. Pada hari persidangan, hadir pula Azhar, H. Abdul Halim, Emi dan ayahnya yang turut menyaksikan kasus Sofyan di meja hijau tersebut yang membela seorang perempuan lacur yang dituduh membunuh.
Hakim pun meminta Mariah untuk menceritakan asal muasal ia membunuh Wirja. Mariah akhirnya menceritakan kesaksiannya tanpa menyebut nama orang yang dibelanya yang akan dicelakai oleh Azhar. Khawatir namanya akan menjadi buruk karena beribu seorang pelacur.
Azhar terkejut dan wajahnya pun berubah menjadi pucat ketika ia pertama kali melihat Mariah, mantan istrinya. Begitu pula ketika persidangan berlangsung, Azhar tidak mengatakan siapa sosok wanita tersebut pada Sofyan. Ia hanya meminta pada Sofyan untuk membela perempuan tersebut dengan segenap kemampuannya.
Usai Sofyan membela Mariah, ketika keluar dari ruangan sambil menunggu keputusan dari dewan hakim, Mariah justru meninggal dunia. Akan tetapi, ia dapat mencium kening serta memeluk anaknya dengan penuh haru.
Berbulan-bulan kemudian ketika Azhar sakit keras, barulah Azhar menceritakan apa yang terjadi sebenarnya pada Sofyan. Tentang siapa sebenarnya perempuan tua yang ia bela dan kejadian dulu kala serta alasan Mariah, sang ibu diusir dari rumah.
Review Novel Terusir Karya Buya Hamka
Pros | Cons |
Banyak memberikan nilai kehidupan dan pelajaran yang bisa dipetik. | Adegan persidangan antara Sofyan dengan Mariah dinilai kurang logis, terutama ketika Sofyan membela sang ibunda. |
Mengharukan dan emosional. | |
Menyajikan alur cerita yang mudah dipahami. |
Rating: 4.3
Nama Buya Hamka sebagai seorang sastrawan sudah tidak diragukan lagi, ia banyak menulis karya sastra fenomenal. Jadi, tidak diragukan lagi, bahwa banyak karyanya mendapatkan rating review yang cukup bagus di antara pembacanya dan tidak terkecuali novel Terusir. Meskipun novel ini tidak termasuk dalam karyanya yang fenomenal, tetapi novel ini menggambarkan cerita yang menarik dan bahkan emosional.
Novel Terusir berkisah mengenai seorang perempuan bernama Mariah yang diusir dari rumahnya oleh suaminya yaitu Azhar. Setelah terusir, Mariah berusaha kembali dan mengirimkan banyak surat pada Azhar, meskipun Azhar tidak pernah menggubris surat-surat Mariah.
Hingga Mariah berhenti mengirimkan sebuah surat dan memutuskan untuk mencari jalannya sendiri. Pada mulanya, ia berusaha untuk mencari jalan hidup yang halal. Namun rupanya hal tersebut tidak semudah yang ia bayangkan, hingga Mariah berakhir menjadi seorang pelacur.
Review Novel Terusir karya Buya Hamka ini adalah novel yang mengangkat tentang isu perempuan terlantar. Pengusiran Mariah adalah pesan penting yang ingin disampaikan Hamka kepada para pembacanya.
Karena diusir oleh suaminya tersebut, Mariah pun menjadi terlantar dan tidak memiliki cara lain untuk dapat bertahan hidup. Mariah sempat menjadi babu dan nasibnya tidak jelas, ia tidak dapat mandiri tanpa kehadiran sang suami.
Nasib malang Mariah, menjadi doktrin sosial di kalangan masyarakat. Bahwa tidak ada hidup yang lebih baik yang dapat dicapai oleh seorang perempuan tanpa rumah tangga atau pun tanpa pendamping hidup.
Setelah terusir dari rumahnya dan ditinggal majikannya ke Eropa, Mariah sempat menikah lagi dengan laki-laki yang rupanya hanya ingin hartanya saja. Pernikahan kedua Maria membuat dirinya menjanda dan bahkan lebih buruk lagi, ia kehilangan seluruh hartanya.
Mariah akhirnya harus hidup sebagai seorang pelacur, sebuah profesi yang mulanya ingin ia hindari dan dianggap sampah oleh masyarakat. Pada bagian ini, Hamka menggugat laki-laki. Karena ketika Mariah menjadi pelacur, laki-laki di sekelilingnya tidak mampu memberikan rasa aman pada perempuan. Oleh sebab itu, perempuan terlantar seperti Mariah ini akhirnya salah arah dan menjadi seorang pendosa.
Dalam novel ini pula, Hamka menjadikan materialisme sebagai patokan. Bahwa siapapun bisa saja tertindas dan mengalami hal serupa seperti Mariah apabila ia kurang kepemilikan materi dalam masyarakat. Bisa laki-laki maupun perempuan.
Hamka juga menggambarkan sebab dari terusir seorang perempuan yaitu karena fitnah, kemiskinan dan karena rendahnya pendidikan yang menjadi isu utama yang menggerakan cerita ini.
Novel Terusir karya Buya Hamka memang tidak sefenomenal karyanya yang lain. Akan tetapi, sulit untuk mencari celah kekurangan dalam novel ini. Meskipun begitu, Buya Hamka ternyata melewatkan satu hal penting yang membuat novel ini menjadi kurang sempurna.
Adegan Sofyan bertindak membela Mariah di pengadilan dinilai kurang logis. Terutama ketika Sofyan mengeluarkan argumennya di depan hakim untuk membela seorang terdakwa, di mana seharusnya Sofyan bekerja keras untuk memenangkan kasus tersebut, karena namanya dan kredibilitasnya sebagai hakim atau pengacara dipertaruhkan.
Selain kejanggalan dalam adegan tersebut, ada banyak kelebihan dalam novel Terusir karya Buya Hamka ini. Salah satunya adalah nilai-nilai kehidupan yang Hamka cantumkan dalam novel ini. Melalui Mariah, Hamka menggambarkan bahwa cinta seorang ibu memang tiada tara dan ia rela melakukan segala hal demi sang anak dan untuk melindungi anak terkasihnya.
Novel ini adalah novel singkat yang mudah dipahami dan cocok dibaca bagi Grameds yang tidak memiliki banyak waktu luang. Review Novel Terusir karya Buya Hamka bisa menggugah jiwa Grameds terutama beberapa adegan antara Sofyan, Azhar, dan Mariah yang terpisah setelah sekian lama. Belum lagi kisah kehidupan Mariah yang sulit dan penuh dengan cobaan.
Apabila Grameds tertarik untuk membaca novel Terusir karya Buya Hamka , maka Grameds bisa membeli bukunya di Gramedia.com. Sebagai #SahabatTanpaBatas, kami menyediakan beragam novel karya karya sastrawan Indonesia seperti Hamka.
Penulis: Khansa
Rekomendasi Karya Buya Hamka
Sabariah
Sabariah
Keteguhan cinta dan kesetiaan kepada Suami membuat Sabariah menolak permintaan sang Bunda, Sariaman, yang bersikeras ingin memisahkan Sabariah dengan Pulai. Di tengah kelaparan dan kemelaratan, Sabariah tetap menanti kedatangan Pulai dari perantauan. Kemunculan Pulai pun disambut haru oleh Sabariah yang amat merindukannya. Namun, Pulai pulang tanpa beroleh harta sedikitpun sehingga memupuskan harapan Sariaman. Kehadiran pemuda kaya seperti Suman membuat Sariaman makin berhasrat membujuk Sabariah untuk meninggalkan Pulai. Apakah yang akan terjadi ketika Pulai mengetahui niat buruk mertuanya? Bagaimanakah nasib pernikahan Sabariah dan Pulai yang terintervensi oleh sang mertua?
Sabariah merupakan novel pertama Hamka yang berjudul asli “Cerita si Sabariah“. Novel ini ditulis dalam bahasa Minangkabau dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia agar pembaca dapat menikmati karya fiksi pertama dari seorang Hamka. Sabariah diterbitkan terakhir kali pada tahun 1957 dengan bahasa Minangkabau sehingga novel ini sangat sulit ditemukan dan sayang untuk dilewatkan pembaca.
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Zainuddin, seorang pemuda yang berdarah Minang dari ayah dan berdarah Bugis dari ibu–dengan hati penuh harapan dan angan akan sambutan gembira dari keluarga ayahnya–dari tanah kelahirannya, Mengkasar, pergi ke Padang Panjang, kampung halaman sang ayah. Namun, apa yang diangankannya tidak terjadi. Di kampung halaman dan oleh keluarganya dia dianggap orang asing. Ketidaknyamanan hidup di kampung halamannya terobati karena perkenalannya dengan Hayati. Mereka saling jatuh cinta dalam keikhlasan dan kesucian jiwa.
Di Tepi Sungai Dajlah
Dan sekarang, terkumpullah ingatanku ke tanah yang akan kusinggahi. Tanah Iraq dan ibu kotanya Baghdad. Maka terkenanglah saya akan riwayat-riwayat yang telah lama dibaca dalam buku. Baik buku-buku waktu masa kemegahan Islam, atau buku-buku hikayat 1001 Malam yang terkenal dan masyhur itu. Teringatlah bahwasanya sejak zaman purbakala, tanah Iraq, iaitu hujung sebelah utara dari Jazirah Arab, di tepi sungai-sungai Dajlah dan Furat, adalah negeri yang telah melalui riwayat beribu-ribu tahun.
Baca juga:
- Review Novel My Youth
- Review Novel Membunuh Commendatore
- Review Novel Misteri Pasukan Cambyses
- Review Novel Some Kind of Summer
- Review Novel Tales of Mystery and Terror
- Review Novel Hujan Bulan Juni
- Review Novel The Woman in Cabin 10
- Review Buku Jalan Panjang untuk Pulang
- Review Novel Sewu Dino
- Review Novel Kisah Misteri Enola Holmes: Misteri Buket Bunga Kematian
- Review Novel Kisah Misteri Enola Holmes: Misteri Nona Bertangan Kidal
- Review Novel Novel Kisah Misteri Enola Holmes: Kasus Hilangnya Sang Marquess
- Review Novel Ranjat Kembang
- Review Novel Urban Thriller: Playing Victim
- Review Novel The Dead Returns
- Review Novel And The There Were None (Lalu Semuanya Lenyap)
- Review Novel Kelab dalam Swalayan
- Review Novel Pocong Gundul
- Review Murder At Shijinso
- Review Novel Karavansara
- Review Novel A Thousand Splendid Suns
- Review Buku The Joy Of Missing Out
- Review Buku Limitless
- Review Novel Midnight Restaurant
- Review Buku Mengapa Luka Tidak Memaafkan Pisau
- Review Novel Pembunuhan di Nihonbashi
- Review Novel Pertempuran Lain Dropadi
- Review Buku Sepotong Hati di Angkringan