Short Selling – Dewasa ini short selling sedang ramai dibicarakan oleh para investor/trader saham di Indonesia dan juga di luar Indonesia sendiri, karena adanya perang seru antara investor ritel dan investor besar dalam saham GameStop (GME) di Bursa Amerika Serikat.
Short selling ini sebenarnya merupakan transaksi yang legal dan diatur oleh sejumlah peraturan. Namun, otoritas bursa melarang transaksi ini dalam situasi tertentu, seperti situasi pasar saham sedang bergejolak ketika adanya pandemi covid-19 sejak kuartal I/2020.
Jenis transaksi ini juga sempat dihentikan sementara oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), dari keputusan BEI ini kemudian menyusul penurunan pasar saham Indonesia yang terjadi selama enam hari kedepan berturut-turut. Dinyatakan secara year to date, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah turun.
Sebagai informasi, short selling melakukan transaksi ini dengan tidak memiliki aset, mereka meminjam dari orang lain melalui jasa atau layanan broker dengan niat untuk menjualnya ke pasar dengan harga yang lebih tinggi. Apabila penjualannya mendapatkan keuntungan, seorang short seller akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar juga, tetapi jika yang dijual malah meleset, maka kerugian yang diterima pun sangatlah besar.
Terkait dengan harga saham, short selling ini salah satu penyebab terjadinya beberapa masalah ekonomi. Artikel ini akan membantu Grameds lebih memahami mengenai shortselling, jadi mari kita ulas bersama dan mari simak penjelasan berikut ini ya Grameds!
Table of Contents
Pengertian Shortselling
Dalam bahasa regulasi, transaksi short selling adalah transaksi penjualan efek dimana efek yang dimaksud tidak dimiliki oleh penjual pada saat transaksi dilaksanakan. Regulasi yang dimaksud antara lain regulasi yang pernah dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (kini bernama Otoritas Jasa Keuangan) pada 2008.
Secara sederhana, short selling adalah transaksi penjualan saham dimana investor tidak memiliki saham untuk melakukan transaksi tersebut. Dalam prakteknya, investor meminjam saham dari pihak lain (perusahaan sekuritas, misalnya) dan biasanya berharap harga saham itu turun. Ini adalah teknik perdagangan saham yang kerap dilakukan oleh investor dengan tingkat risiko kerugian tinggi.
Maka dari itu, short selling biasanya dilakukan oleh investor-investor yang berpengalaman. Mengapa demikian? Karena diperlukan semacam dugaan atau sebuah perkiraan yang matang, sehingga tepat dalam melakukan transaksi ini.
Contoh sederhananya begini. Pak Jaya adalah seorang investor saham, dia ingin melakukan short selling saham sebesar xxx sekian. Dia memutuskan untuk meminjam saham xxx sekian ke perusahaan Paperline dimana harganya saat itu sebesar Rp17.000 per lembar. Setelah meminjam, saham xxx sekian tersebut lalu dijual di pasar dengan harga Rp17.000.
Sesuai prediksinya, harga saham xxx sekian kemudian turun menjadi Rp15.000 per lembar. Pak Jaya yang memiliki uang hasil penjualan saham pinjaman sebesar Rp17.000 itu kemudian membeli saham xxx sekian itu di harga Rp15.000 per lembar.
Karena Pak Jaya mula-mulanya hanya meminjam saham kepada perusahaan paperline, saham yang dibelinya tersebut kemudian harus dikembalikan kepada pemberi pinjaman. Dari mana keuntungan yang diperoleh Pak Jaya? Dari selisih antara Rp17.000 dan Rp15.000 yakni Rp2.000.
Bagaimana jika harganya bukan turun tapi malah naik, misalnya, menjadi Rp18.000? Tentu, ini adalah salah satu risiko yang dihadapi oleh short sellers. Dalam kondisi ini, short sellers harus merogoh kocek lagi untuk membeli saham tersebut.
Tidak mengherankan jika short seller seperti Pak Jaya menginginkan harga saham tersebut cenderung turun, bukannya naik. Istilah short selling sering diartikan dengan frasa “jual kosong”. Sebagai gambaran, tidak semua saham dapat ditransaksikan dengan short selling. Hanya saham-saham tertentu yang ditetapkan oleh otoritas bursa yang dapat ditransaksikan secara short selling.
Di samping itu, tidak semua investor saham dapat melakukan short selling ini. Regulator menetapkan setidaknya tiga syarat, yaitu:
- Punya rekening efek reguler supaya riwayat transaksi dapat diketahui
- Punya rekening efek khusus short selling
- Sudah setor jaminan awal dengan nilai minimal Rp200 juta.
Dalam situasi pasar saham yang terguncang seperti pada kuartal I/2020 hingga akhir 2020, BEI melarang tindakan short selling tersebut. Keputusan BEI itu dapat dipahami karena short selling berpotensi menekan harga saham kian dalam. Sampai awal 2021, keputusan itu belum dicabut.
Sebelum 2020, BEI juga pernah melarang short selling pada 2008 dan 2015. Salah satu kondisi dimana BEI melarang short selling adalah ketika IHSG turun drastis dalam kurun waktu yang relatif singkat. Short selling seperti ini juga tidak disarankan untuk para investor pemula.
Mekanisme Short Selling
Setelah memahami pengertian short selling, tentunya kita harus mengetahui mekanisme short selling. Mekanisme short selling adalah seorang investor meminjam saham kepada pihak lainnya, misalnya pialang saham. Setelah itu, saham tersebut dijual dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapat keuntungan.
Setelah memahami pengertian short selling, tentunya kita harus mengetahui mekanisme short selling. Mekanisme short selling adalah seorang investor meminjam saham kepada pihak lainnya, misalnya pialang saham. Setelah itu, saham tersebut dijual dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapat keuntungan.
Kunci utamanya, pelaku short selling harus bisa melihat pergerakan pasar dan memperkirakan kapan harga akan turun. Ketika harga sudah turun, investor lantas membelinya kembali dan mengembalikannya pada pialang saham.
Perlu Anda ketahui, bahwa tidak semua saham bisa ditransaksikan melalui teknik short selling. Saham-saham yang bisa ditransaksikan dengan short selling harus ditetapkan terlebih dahulu oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).
Ada beberapa mekanisme yang dapat dilakukan oleh investor transaksi short selling, antara lain sebagai berikut:
- Seorang investor atau trader melakukan pinjaman saham kepada broker dari perusahaan efek yang telah diawasi oleh OJK.
- Investor lantas menjual saham tersebut kepada orang lain dan menyimpan hasilnya pada rekening investor tersebut di perusahaan efek terkait.
- Investor harus mengakhiri transaksi ini dengan cara membeli kembali saham (buy back) tersebut. Investor akan mendapatkan keuntungan apabila harga saham saat dia membeli kembali (buy back) lebih rendah daripada harga saham tersebut ketika dia meminjam saham itu dari broker. Apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka investor akan merugi.
Pro dan Kontra Short Selling
Setelah memahami mekanisme short selling, lebih baiknya kita perlu memahami pro dan kontra teknik short selling ini, karena pada awal 2020, BEI melarang adanya transaksi short selling.
Hal tersebut bertujuan untuk mencegah turun indeks harga saham gabungan (IHSG) di tengah merebaknya pandemi covid-19. Tidak hanya itu, pada 2008 dan 2015, BEI sudah sempat melarang adanya praktik short selling. Karena, hal tersebut dinilai menjadi penyebab turunnya IHSG secara drastis dalam waktu singkat.
Perlu Anda ketahui juga, short selling saham adalah teknik transaksi yang menciptakan pro dan kontra. Apa saja itu? Diantaranya adalah sebagai berikut:
Pro
- Tingkat keuntungan dapat 100% atau lebih
- Dapat dibiayai dari utang
- Shortselling dapat digunakan untuk praktik hedging harga (melindungi dana investor dari kerugian)
Kontra
- High Risk High Return, karena tingkat keuntungannya tinggi, maka tingkat kerugian yang bias dialami oleh investor tinggi pula
- Memerlukan Margin Account
- Utang saham yang digunakan untuk transaksi ini memiliki suku bunga
Dampak Short Selling
Setelah mengetahui pro dan kontra dalam transaksi short selling, kita juga perlu mengenal dampak dari short selling. Dalam transaksi short selling investor berpeluang untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi, meskipun tingkat risikonya juga tinggi. Namun sayangnya demi alasan keamanan transaksi, hanya segelintir investor yang memenuhi syarat yang bisa melakukan transaksi ini di bursa.
Akan tetapi jika minoritas investor ini gagal untung, maka tidak menutup kemungkinan seluruh pasar modal juga akan rugi. Oleh karena itu, transaksi ini hanya diperkenankan untuk investor atau trader senior yang benar-benar memahami seluk beluk pasar modal.
Meskipun volume transaksi short selling di Indonesia masih relatif sedikit dan tidak signifikan, namun transaksi ini diperbolehkan secara hukum kecuali untuk pasar modal syariah. Adanya transaksi ini di Bursa Efek Indonesia juga bertujuan untuk meningkatkan likuiditas transaksi saham di negeri ini.
Namun demikian dalam beberapa kasus di dunia, transaksi short selling terutama naked short selling justru mengakibatkan penurunan ekonomi dan dinilai menguntungkan investor yang berasal dari institusi yang besar saja. Hal ini akan semakin parah apabila ada sentimen negatif yang mengiringi penurunan tersebut seperti pandemi covid-19, krisis finansial atau isu politik dan ekonomi suatu negara.
Transaksi ini juga diaplikasikan di pasar modal Indonesia kecuali dalam produk-produk investasi yang tergabung ke dalam Jakarta Islamic Index (JII). BEI pernah menutup transaksi ini sebanyak tiga kali. Pertama pada tahun 2008, sebagai tanggapan atas penurunan IHSG akibat krisis finansial dunia. Kedua pada tahun 2015 ketika level IHSG memecahkan rekor sebagai level terendah dalam periode 2013-2015. Ketiga pada tahun 2020 sebagai akibat penurunan IHSG karena pandemi corona.
BEI dan Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) memberikan peraturan yang ketat mengenai transaksi shortselling di Indonesia. Hal ini karena transaksi ini memiliki risiko yang tinggi dan tidak hanya bisa memengaruhi satu atau dua investor melainkan pasar modal secara keseluruhan.
Di Indonesia, seorang investor yang ingin melakukan transaksi ini harus menyetorkan minimal 200.000.000 atau 50% dari total keseluruhan transaksi. Selain itu, investor juga harus memiliki rekening reguler dan rekening khusus short selling di BEI.
Dari sisi perusahaan efek, BEI meminta beberapa persyaratan seperti, adanya modal dan SOP khusus untuk short selling, sudah terdaftar di BAPEPAM, BEI dan OJK serta melakukan dengan pihak-pihak lain yang telah terdaftar dan disetujui oleh OJK.
Beberapa pihak menganggap bahwa peraturan short selling di Indonesia terlalu ketat. Namun demikian hal ini diterapkan untuk meminimalisir risiko yang harus diterima oleh nasabah, perusahaan efek dan bahkan BEI itu sendiri ketika harga transaksi short selling ini di luar perkiraan.
Kasus Short Selling yang Ada di Indonesia
Seperti yang disebutkan di atas, sebelum pandemi covid-19, transaksi short selling di Indonesia sudah pernah dilarang sebanyak tiga kali. Kali pertama ketika IHSG anjlok selama enam hari berturut turut akibat krisis finansial tahun 2008. Penurunan ini lantas berimbas kepada perubahan peraturan mengenai transaksi short selling di Indonesia.
Kali kedua ketika IHSG jatuh ke titik terendah selama periode 2013-2015 pada bulan Agustus 2015. IHSG anjlok sebanyak 20.34% dari Januari hingga Agustus 2015. Setelah diselidiki ternyata terdapat 14.000 transaksi short selling yang terjadi hanya dalam waktu dua hari.
Sebelum tahun 2008 dan 2015 ternyata transaksi short selling pernah menggemparkan pasar modal Indonesia pada tahun 2000. Ketika itu, spekulan pasar modal memperkirakan bahwa harga saham Bank Pikko (kini menjadi Bank Century) akan menurun.
Tetapi, pada kenyataannya harga saham bank tersebut justru naik pada saat jatuh tempo. Akibatnya 52 dari 127 perusahaan efek yang pada saat itu terdaftar di Bapepam didenda sebesar 1 miliar rupiah.
Transaksi short selling juga dicurigai sebagai penyebab anjloknya pasar modal Amerika Serikat pada tahun 1930 (The Great Depression) dan 2008 (The Great Recession). Hal ini disebabkan investor yang tidak melakukan praktik short selling mencurigai bahwa para short seller juga berperan ganda sebagai penyebar rumor buruk agar nilai saham menurun.
Sentimen ini kemudian mencuat dalam beberapa bulan terakhir akibat pandemi covid-19. Awal Januari 2021, mata investor dunia menatap ke Amerika Serikat akibat kenaikan harga saham GameStop, sebuah perusahaan game di negeri tersebut.
Sepanjang pandemi GameStop mengalami banyak kerugian dan harga sahamnya diperkirakan akan terus menurun. Hal ini menjadikan perusahaan tersebut sasaran empuk short selling oleh investor-investor besar dari Wall Street.
Namun tak dinyana, harga saham perusahaan tersebut justru meroket akibat pembelian saham secara besar besaran oleh investor-investor kecil yang menganggap short selling adalah praktik investasi yang buruk. Kenaikan harga saham ini berakibat pada ruginya investor institusi hingga miliaran dolar Amerika.
Tidak hanya di Amerika, praktik short selling juga menuai kecaman di berbagai negara seperti Italia, Prancis dan Korea Selatan. Melansir dari berita di Bloomberg, Korea Selatan bahkan pernah menghukum denda sebesar 7.5 miliar won (sekitar 90 miliar rupiah) kepada Goldman Sachs Ltd, sebuah perusahaan keuangan terbesar di dunia pada tahun 2016 atas praktik naked short selling yang mereka lakukan.
Demikian penjelasan mengenai short selling yang sebaiknya tidak dilakukan oleh para investor. Sangat disarankan untuk berinvestasi menggunakan uang dingin atau uang yang memang sudah dialokasikan untuk investasi, dan bukan diambil dari dana yang akan digunakan untuk keperluan lainnya.
Hindari berinvestasi dengan menggunakan uang dari hasil berhutang. Apalagi bagi investor pemula, mengingat kondisi pasar modal yang kadang tidak bisa diprediksi. Pelajari juga lebih dalam tentang investasi saham untuk meminimalisir resiko.
Itulah pengenalan tentang short selling secara menyeluruh dalam kaitannya dengan perusahaan ataupun saham-saham lainnya. Apakah Grameds berminat menjadi seorang investor? Tentu masih banyak yang perlu dipelajari, Grameds bisa mencari referensi tentang dunia bisnis lainnya di koleksi buku Gramedia, yakni www.gramedia.com. Tetap Semangat!
Penulis: Mochamad Aris Yusuf
- Agunan
- Appraisal
- Biaya Ivestasi
- Bisnis MLM
- Bisnis Startup
- Blockchain
- Cash flow
- Capital Gain
- CrowdFunding
- Cryptocurrency
- Contigency Plan
- Delisting
- Dropshipper
- Ekuitas
- Content Marketing
- Fee
- Fidusia
- Franchise
- Gestun
- Invoice
- Inovasi Product
- Investasi Jangka Panjang
- Investasi Leher Ke Atas
- Istilah-istilah Saham
- Lead
- Join Venture
- Kredit Produktif
- Komitmen Mutu
- Kode Refferal
- Konsinyasi
- Keunggulan Komparatif
- komoditas
- Letter Of Intent
- Listing
- Mansion
- Neobank
- Pasar Uang
- Passive Income
- Papperless
- Paypal
- Perbedaan Hedge Fund dan Mutual Fund
- Prospek
- Product Knowledge
- Properti
- Partnership
- Real Estate
- Refferal Marketing
- Refinance
- Relisting
- Return Of Investment
- Ritel
- Right Issue
- Saham
- Sinking Funds
- Short Selling
- Story Telling
- Sales dan Marketing
- Service Excellence
- Social Media Marketing
- Smart Contract
- Subjek Pajak
- Tanah Sengketa
- Tenor
- VUCA
- Coaching
ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."
- Custom log
- Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
- Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
- Tersedia dalam platform Android dan IOS
- Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
- Laporan statistik lengkap
- Aplikasi aman, praktis, dan efisien