in ,

Penyebab dan Cara Mengatasi Trauma Masa Kecil

Di sosial media berseliweran pengalaman seseorang mengatasi trauma masa kecil. Tidak sedikit orang merasa hidup mereka sengsara karena masih belum selesai dengan masa lalu, memiliki trauma masa kecil, dan usaha-usaha dalam mengatasi masalah-masalah mental yang disebabkan trauma masa kecil.

Trauma masa kecil ini tidak bisa hilang begitu saja setelah kita beranjak dewasa. Mereka perlu perlakuan khusus agar reda atau tidak mengganggu bahkan membahayakan bagi keseharian. Misalnya dengan memeriksakan diri ke psikolog, psikiater, dan melakukan pengobatan atas rekomendasi ahli.

Trauma masa kecil dipicu oleh berbagai hal mulai dari kekerasan yang dilihat atau dialami sampai penelantaran oleh orang tua. Hubungan orang tua dan anak harus sehat agar dapat menekan bahkan tidak memberikan trauma masa kecil pada anak yang sangat mungkin dibawa sampai dewasa. 

Pengertian Trauma Masa Kecil

Holiday Sale

Trauma dalam bahasa Latin berarti “luka”, yakni respon manusia terhadap suatu peristiwa atau kejadian yang membekas. Trauma merupakan tekanan psikologis dan emosional pada seseorang yang disebabkan oleh kejadian atau peristiwa yang tidak menyenangkan atau pengalaman yang menimbulkan stres berlebihan. Trauma bisa terjadi karena kekerasan yang pernah dialami (Irwanto dan Kumala, 2020). 

Menurut The National Child Traumatik Stress Network (Jaringan Nasional Stres Traumatis) di Amerika mendefinisikan trauma masa kecil sebagai pengalaman-pengalaman traumatis pada anak-anak yang secara umum terjadi pada tahun-tahun pertama dalam permulaan menjalani kehidupan atau ketika masih bayi.  

Menurut Irwanto dan Kumala, trauma masa kecil merupakan suatu pengalaman kiurang baik atau buruk untuk dijadikan pengalaman bagi anak-anak. Pengalaman-pengalaman buruk tersebut terus tertanam di tubuh anak sehingga mempengaruhi tumbuh kembangnya bahkan berdampak buruk pada anak ketika bertumbuh memasuki usia remaja maupun dewasa.

Menurut Dr. Nadine Burke Harris, dokter anak dan CEO pendiri Center for Youthn Wellness (CYW) San Frasisco, trauma masa kecil merupakan ancaman-ancaman parah yang tertanam dan meresap pada diri anak sehingga mengubah fisiologis. Sebabnya beragam mulai dari pengabaian sampai hidup bersama orang tua atau orang lain yang berjuang sembuh dari suatu penyakit, ketergantungan obat bahkan berusaha pulih dari gangguan kesehatan mental. 

The Danish Way Of Parenting - trauma masa kecil

Penyebab Trauma Masa Kecil

Trauma masa kecil dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Di antaranya bencana alam yang disaksikan ketika masih anak-anak, kekerasan yang dilihat atau yang pernah dialami, kekerasan seksual, kehilangan orang yang dicintai, anak asuh.

Tidak hanya itu, pengabaian secara fisik dan emosional, merawat seseorang dengan penyakit kronis atau melemahkan, kematian mendadak dalam keluarga, menyaksikan kekerasan dalam keluarga atau lingkungan sekitar, gangguan mental pada anggota keluarga, perpisahan atau perceraian orang tua, dan peristiwa lain yang mana nak merasa takut, kewalahan, tidak berdaya, dan mengerikan juga dapat menyebabkan trauma masa kecil. 

Adapun menurut Minzenberg, dkk, trauma masa kecil dapat dipicu oleh kekerasan fisik, kekerasan seksual, penolakan fisik, penolakan emosional, dan menyaksikan kekerasan. Penelitian penelitian pun memperlihatkan bahwa ada keterkaitan antara kekerasan fisik dan seksual pada anak dengan trauma yang dialami.

Trauma masa kecil memberikan pengaruh pada hubungan yang dijalin oleh anak kepada siapapun. Ketika orang yang kita sayangi atau dapat diandalkan menyakiti, tidak hadir, atau meninggalkan anak maka akan memengaruhi cara pandang terhadao hubungan manusia. 

Kekerasan fisik ataupun verbal meskipun hanya dilihat dan tidak dialami oleh anak dapat menimbulkan trauma. Apapun bentuknya kekerasan dapat menyebabkan trauma.

Anak melihat penghinaan bahkan mengalami penghinaan jika dicatat sebagai kejadian atau peristiwa buruk maka berpotensi menjadi trauma yang akan terus dibawa ketika bertumbuh. Tidak hanya itu pemukulan atau perkelahian yang dialami ataupun dilihat oleh anak juga bisa menjadikan anak mengalami trauma masa kecil. 

Korban kekerasan seksual cenderung diam dan tidak melapor pada pihak berwajib ataupun bercerita pada orang lain. Apalagi pada anak-anak yang belum dapat mencerna apakah yang terjadi padanya merupakan kekerasan seksual atau bukan. Menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPPO) pada pasal 4, bentuk TPPO dikelompokkan menjadi sembilan bentuk.

Kesembilan bentuk tersebut di antaranya pelecehan seksual nonfisik; pelecehan seksual fisik; pemaksaan kontrasepsi; pemaksaan sterilisasi; pemaksaan perkawinan; penyiksaan seksual; eksploitasi seksual; perbudakan seksual; kekerasan seksual berbasis elektronik.

Gejala Trauma Masa Kecil

Menyadur dari Verywell Mind, anak akan cenderung mengekspresikan beberapa bentuk perubahan perilaku ketika anak mengalami peristiwa traumatis. Tidak jarang perilaku-perilaku tersebut akan terus dibawa dan terjadi ketika dewasa. Berikut gejala trauma masa kecil yang Nampak dari perubahan perilaku.

  • Kecemasan terhadap perpisahan terjadi ketika seorang anak merasa cemas ketika berpisah atau berjauhan dengan orang tua.
  • Gangguan tidur menjadi tanda bahwa anak mulai mengalami mimpi buruk atau kehilangan kemampuan untuk tidur dengan cepat dan lelap.
  • Kehilangan minat terhadap aktivitas normal, mereka dapat kehilangan minat dengan hal-hal yang sebelumnya sangat digemari dan nikmati ketika melakukannya.
  • Keluhan somatik dapat berupa sakit kepala, sakit perut, atau keluhan fisik lainnya yang tidak tampak penyebabnya.
  • Kesedihan, ketika seorang anak lebih sering berseduh, murung, dan menangis dengan tiba-tiba tanpa penyebab bisa menjadi pertanda bahwa ada hal traumatis atau peristiwa traumatis yang sedang atau masih membekas dalam ingatan.
  • Ketidakmampuan berkonsentrasi jangka pendek ataupun panjang yang mengganggu kegiatan atau keseharian misalnya sekolah, aktivitas normal, atau pekerjaan.
  • Emosi yang tidak stabil, mereka yang mengalami trauma masa kecil cenderung memiliki emosi yang berubah dengan cepat atau mood swings.

Happy Healthy Parenting - trauma masa kecil

Dampak Trauma Masa Kecil

Trauma masa kecil dapat berdampak buruk bagi kehidupan anak di masa remaja dan/atau dewasa. Berikut dampak dari trauma masa kecil.

1. Sulit Menjalin Hubungan dengan Orang Lain

Trauma yang dialami oleh seseorang akan berdampak signifikan dan beragam terhadap hubungan sosial dan karakter. Pada umumnya, orang dengan gangguan mental termasuk trauma masa kecil akan sulit mengendalikan diri sendiri. Begitupun dengan orang yang mengalami trauma akan sulit menjalin relasi dengan orang lain.

Tandanya dapat dilihat dari sifat yang ditunjukkan berupa sifat manipulatif atau membutuhkan, perilaku agresif dan kekerasan. Individu dengan karakter seperti itu akan membuatnya sulit berteman bahkan mempertahankan hubungan.

2. Sulit Berkonsentrasi

Trauma masa kecil terus melekat pada individu bahkan ketika memasuki usia dewasa. Mereka terus mendekam di otak individu. Akibatnya perkembangan otak menjadi tidak maksimal.

Padahal untuk memaksimalkan perkembangan otak, seseorang harus terhindar dari stres ataupun trauma dan berada di lingkungan serta perasaan yang aman. Ingatan buruk akan terus membayangi seseorang dalam melakukan suatu hal. Akibatnya mereka kesulitan untuk fokus dan berkonsentrasi dengan apa yang sedang dikerjakan.

3. Sulit Menjadi Diri Sendiri

Ketika seseorang memiliki luka di masa kecil maka cenderung kesulitan menjadi diri sendiri. Minim rasa percaya diri dan menciptakan diri yang palsu. Tujuannya agar disukai oleh orang-orang di sekitarnya. Hal tersebut menjadi hambatan dalam aktualisasi diri atau kematangan diri. Sehingga, menyiksa batin ketika terus dibiarkan.

4. Menganggap Diri Sebagai Korban 

Seseorang dengan trauma masa kecil yang masih melekat cenderung memposisikan diri sebagai korban. Hal tersebut lantaran ketika masa kanak-kanak menempatkan dirimu sebagai korban. Sehingga, ketika dewasa pun cenderung memposisikan diri sebagai korban meskipun ada kemungkinan ia menjadi pelaku, tetapi anggapan itu kadang ditepis.

5. Pasif-Agresif

Ketika anak tumbuh dengan dikelilingi pertengkaran, perkelahian, kata-kata kasar, dibentak, dan bentuk ekspresi kemarahan lainnya akan menyebabkan trauma pada mereka. Tandanya dapat dilihat pada cara pandang mereka terhadap kemarahan yang tidak bisa diterima.

Ketika seseorang memiliki trauma masa kecil maka akan cenderung menghindari kemarahan. Caranya dengan menekan rasa marah dan menguburnya dalam-dalam. Padahal, marah merupakan emosi yang alami dan wajar yang pasti dirasakan oleh setiap individu.

Seseorang dengan perasaan pasif agresif perlu mengatasi cara pandangnya terhadap kemarahan agar menangkap kemarahan bukan hal buruk dan menyakiti diri sendiri ataupun orang lain.

6. PTSD Kompleks

Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan gangguan mental yang dipicu oleh stress pascatrauma. Seseorang dengan PTSD akan sulit melupakan kejadian traumatis yang pernah dialami ataupun disaksikan.

Seseorang dapat dilihat apakah mengidap PTSD atau bukan dari sikapnya yang bertindak impulsif dengan mengambil emosi secara acak, berpikiran negatif karena dipicu pengalaman traumatis masa lalu, putus asa dengan masa depan, dan kejadian traumatis yang terus dingat bahkan tidak jarang masuk sampai ke dalam mimpi.

Trauma masa kecil yang melekat pada diri seseorang baik secara fisik ataupun non fisik memiliki dampak buruk bahkan akan terus dibawa sampai dewasa. 

7. Kesulitan Mengatur Emosi

Kesulitan mengatur emosi atau hyperarousal merupakan kondisi yang mana seseorang tidak bisa mengatur emosi dengan baik karena memiliki trauma di masa sebelumnya. Orang-orang dengan hyperarousal cenderung akan melakukan aksi terlebih dahulu daripada berpikir.

Tidak hanya itu, mereka juga sering kali melarikan diri dari tanggung jawab. Bahkan tidak jarang memiliki kewaspadaan yang berlebihan seperti melihat suatu hal yang sebenarnya biasa saja dan tidak menimbulkan ancaman malah dilihat sebagai ancaman sehingga reaksi yang ditunjukkan akan berlebihan.

Parenting 4.0 Mendiidk Anak Di Era Digital - trauma masa kecil

Penyembuhan Trauma Masa Kecil

Trauma dapat dipulihkan dengan melakukan healing, pengobatan, atau akan hilang dengan sendirinya (tapi ini jarang terjadi). Sebelum trauma semakin tertanam di jiwa seorang anak sebagai orang tua atau orang dewasa yang hidup berdampingan dengan anak harus memahami keadaan anak apakah sedang dalam trauma atau sedang baik-baik saja.

Sehingga akan meminimalisir dampak trauma di masa dewasa. Sekaligus meminimalisir adanya tindakan buruk yang mungkin akan terjadi di masa depan, seperti bunuh diri. Menyadur dari Very Well Mind, berikut cara untuk mendukung anak setelah mengalami peristiwa yang menimbulkan trauma. 

  • Mendorong anak untuk berbicara mengenai perasaan dan mengungkapkan emosi yang sedang dirasakan dengan cara membuat ruang aman dan nyaman bagi anak 
  • Dengarkan cerita anak dan validasi perasaannya, juga tamping semua emosi dan perasaan anak dengan tidak menghakimi. Dengarkan apapun ceritanya.
  • Berikan keyakinan pada anak bahwa kalian (orang tua atau orang dewasa di sekitar anak) akan melakukan apa saja untuk memberikan rasa dan ruang aman dalam menjalani keseharian, sekolah, hobi, atau kegiatan-kegiatan lainnya.
  • Ikut sertakan anak dalam aktivitas yang dapat memberikan energi positif. Akan lebih baik lagi ketika kegiatan tersebut berhubungan secara langsung dengan orang lain. Misalnya kelas musik, memasak, sepatu roda, renang, dan hal-hal yang diminati oleh anak.
  • Ketika orang tua atau orang dewasa di sekitar anak kesulitan mengatasi trauma yang melekat di diri anak maka dapat menghubungi psikolog atau psikiater anak. Harapannya mereka akan menolong dan memulihkan trauma anak. 

Tips Parenting yang Sehat

Terkadang orang tua telah mendidik anak dengan baik dan maksimal versinya, tetapi tidak jarang pula tetap memberikan trauma pada anak. Untuk meminimalisir atau menekan trauma pada anak, orang tua dapat melakukan parenting yang sehat, Berikut tips parenting yang dapat diterapkan orang tua dalam mendidik anak.

1. Cintai Anak dengan Menunjukkan Melalui Tindakan

Orang tua dapat menunjukkan kasih sayang kepada anak dengan hal-hal sederhana. Misalnya dengan memeluk, menghabiskan waktu belajar, dan mendengarkan perasaan, permasalahan, serta keluh kesah anak tanpa menghakimi.

Dengan menunjukkan cinta kasih dapat memicu pelepasan hormon perasaan baik seperti oksitosin yang memberikan rasa tenang yang mendalam, kepuasan, dan kehangatan emosional. Hal tersebut memberikan dampak baik bagi tumbuh kembang anak menjadi lebih kuat dan hubungan antara orang tua dan anak semakin dekat dan erat. 

2. Selalu Ada untuk Anak

Anak harus tahu bahwa kita sebagai orang tua selalu ada dalam keadaan apapun. Bagaimanapun keadaan anak entah sedang terpuruk atau bahagia. Orang tua harus mendukung apapum pilihan hidup anak.

Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang respossif dan mendukung pilihan anak biasanya memiikiperkembangan keterampilan sosial, kesehatan mental yang terkelola dengan baik, dan perkembangan regulasi emosi yang baik pula.

3. Membuat Otak Anak Berintegrasi dengan Komunikasi

Untuk merekatkan hubungan orang tua dan anak dapat dilakukan dengan membantu anak mengintegrasikan berbagai bagian otaknya. Otak memiliki bagian-bagian yang berbeda dan ketika diintegrasikan dengan baik maka bagian-bagian tersebut akan berfungsi dengan harmonis.

Ketika bagian-bagian otak berjalan dengan harmonis akan berdampak baik bagi pengelolaan emosi anak. Misalnya anak tidak mudah marah, lebih kooperatif, lebih berempati, dan memiliki kesejahteraan mental yang lebih baik. 

Bahaya Self-Diagnose pada Trauma Masa Kecil

Ketika Anda membaca artikel, mendengar dari radio atau siaran lainnya, menonton film, Youtube, dsb, atau melihat postingan mengenai ciri-ciri trauma masa kecil jangan sekali-kali self-diagnose karena akan berbahaya bagi kelangsungan kesehatan mental.

Self-diagnose sendiri adalah mendiagnosis diri sendiri mengidap gangguan berdasarkan pengetahuan yang didapatkan secara mandiri. Hal tersebut tentu berbahaya apalagi mendoagnosis sendiri memiliki trauma masa kecil yang belum selesai.

Ketika melakukan self-diagnose dapat menutupi gangguan kesehatan mental sebenarnya ketika diperiksa oleh psikolog atau psikiater. Umumnya, gangguan kesehatan mental tidak muncul sendirian, tetapi tidak jarang disertai gangguan mental lainnya. maka kejujuran pada diri dan tidak sembarangan mendiagnosa diri menjadi penting untuk menentukan arah pengobatan.

Kecemasanmu, kesulitan berkonsentrasi, emosi yang berubah-ubah, sulit menjalin hubungan dengan orang lain, dan bentuk emosi lainnya yang menjadi tanda adanya trauma masa lalu. Tidak menjadi penanda bahwa kalian memang benar mengalami trauma masa lalu. Untuk diagnosis yang tepat diperlukan konsultasi kepada psikolog atau psikiater.

Dengan begitu, diagnosis yang diterima akan lebih pasti dan tepat sehingga pengobatan yang akan dilakukan pun dapat diberikan secara tepat dan tentu membantu untuk pulih (meskipun tidak sepenuhnya) dari trauma masa lalu.  

 

Baca juga:

ePerpus adalah layanan perpustakaan digital masa kini yang mengusung konsep B2B. Kami hadir untuk memudahkan dalam mengelola perpustakaan digital Anda. Klien B2B Perpustakaan digital kami meliputi sekolah, universitas, korporat, sampai tempat ibadah."

logo eperpus

  • Custom log
  • Akses ke ribuan buku dari penerbit berkualitas
  • Kemudahan dalam mengakses dan mengontrol perpustakaan Anda
  • Tersedia dalam platform Android dan IOS
  • Tersedia fitur admin dashboard untuk melihat laporan analisis
  • Laporan statistik lengkap
  • Aplikasi aman, praktis, dan efisien

Written by R Adinda

Dunia psikologi memang selalu menarik untuk dibahas. Selain menarik, dunia dengan mengetahui dunia psikologi akan membantu seseorang dalam dalam mengenali dirinya sendiri.