(Author’s Interview) Almira Bastari Cerita Stigma Perempuan Lajang dalam Ganjil-Genap
Pada awal tahun 2020 ini, Almira Bastari merilis buku terbarunya berjudul Ganjil-Genap. Novel yang rencananya akan terbit pada 3 Februari itu sempat dibuat pre-order-nya pada pertengahan Januari lalu. Kabarnya, Ganjil-Genap terjual 700 eksemplar hanya dalam waktu 10 menit.
Sebelum dirilis menjadi novel, prolog dan beberapa bab awal novel Ganjil-Genap diunggah di akun Wattpad @ratucungpret. Berkisah tentang seorang perempuan berusia hampir 30 bernama Gala yang harus putus dengan kekasihnya setelah 13 tahun pacaran.
Sialnya, adik Gala ingin cepat-cepat menikah dan sudah ada calon. Kisah berlanjut dengan kekhawatiran Gala yang sudah cukup umur untuk menikah dan akan didahului menikah oleh sang adik serta usaha kerasnya mencari kekasih baru.
Nyatanya, kisah tentang para lajang yang khawatir belum menikah pada usia menjelang 30 itu begitu relatable. Hal tersebut disampaikan oleh Almira Bastari saat dihubungi melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp.
“Aku terima banyak komentar dari mulai diputusin cowoknya karena alasan nggak jelas, batal menikah, pembicaraan di parkiran sama pacarnya, beban dilangkahin adiknya menikah, coba cari jodoh dengan cara dikenalin, dating apps, dan terima komentar-komentar soal kapan menikah,” terang Almira saat ditanya seberapa relate pembaca dengan kisah di Ganjil-Genap.
Baca juga:
- (Author’s Interview) Fakhrisina Amalia: Karena Jarang, Jadi Penting
- Cerita Valerie Patkar Sebelum Sukses Merilis Claires
Almira menyebutkan stigma sosial lajang di usia 30 yang jadi permulaannya untuk menulis Ganjil-Genap. Label Metropop yang melekat di sampul buku mengindikasikan bahwa cerita tersebut berlatar di kota metropolitan. Itu juga yang ingin Almira tekankan di dalam karyanya.
“Kepikiran sama stigma sosial di Indonesia yang bahkan di kota paling besar atau modern kayak Jakarta saja masih ada. Plus, gimana susahnya cari jodoh di Jakarta yang terlihat harusnya serbamudah padahal sebenarnya bisa jadi susah karena lingkaran sosial yang jadi itu-itu saja seiring dengan bertambahnya umur,” kata Almira.
Belum menikah di usia 30 memang jadi stigma negatif di Indonesia. Terutama bagi perempuan. Dilansir dari Kompas.com, stigma terhadap perempuan lajang lebih sering muncul ketimbang laki-laki. Laki-laki lajang berusia 30 tahun ke atas malah mendapat komentar positif.
Melalui Ganjil-Genap, Almira mengelaborasi stigma negatif perempuan lajang yang belum menikah di usia 30. Karakter Gala gelagapan ketika tahu bahwa dirinya lajang dan sang adik ingin segera menikah. Ia melakukan banyak cara untuk lekas mendapat kekasih baru. Tentu itu tidak seperti membalikkan telapak tangan.
“Perihal stigma sosial atas perempuan lajang, komentarnya cenderung menyalahkan perempuannya. Padahal kita nggak pernah tahu, mungkin dia jungkir balik untuk cari jodoh,” sebut Almira.
Tentang judul karyanya sendiri, Almira awalnya membuat judul 3-in-1. Sudah sejak lama ia ingin membuat cerita pencarian jodoh di kota besar dan menghubung-hubungkannya dengan aturan-aturan yang hanya diberlakukan di kota besar.
“… Agak susah kan ya (kalau 3-in-1) soalnya bertiga dalam mobil. Terus tiba-tiba policy-nya berubah jadi ganjil-genap. I’m so thrilled dan tahu kalau novel aku yang ini judulnya bakal Ganjil-Genap,” terang Almira.
Almira Bastari bekerja sebagai analis di sebuah financing company di Jakarta. Hobi menulis membawanya terbitkan beberapa karya bergenre romance. Melbourne (Wedding) Marathon terbit pada 2017 dan Resign! pada 2018. Ganjil-Genap adalah karya ketiganya yang terbit pada 2020.
Dapatkan buku-buku Almira Bastari di Gramedia.com!
Baca juga: