AUTHOR OF THE MONTH: Okky Madasari, antara Mata Diraya dan Matara
Maryam, Entrok, Pasung Jiwa, 86, dan Kerumunan Terakhir adalah karya-karya Okky Madasari yang isinya menyuarakan isu-isu sosial.
Hingga pada satu saat, setelah menjadi ibunda Mata Diraya, Okky Madasari merasakan sebuah kegelisahan. Kegelisahan tentang minimnya buku atau bacaan untuk anak-anak di Indonesia, khususnya yang ditulis oleh penulis Indonesia.
Berangkat dari kegelisahan itu, mendorong penulis yang lahir di Magetan, 34 tahun lalu ini menulis novel anak. Maka lahir lah novel berseri petualangan Mata.
Kini sudah dua buku dirilis dari seri tersebut. Buku pertama rilis pada Januari 2018 lalu, berjudul Mata di Tanah Melus. Sementara buku kedua, rilis November 2018 dengan judul Mata dan Rahasia Pulau Gapi.
Buku tersebut bercerita tentang seorang anak bernama Matara atau biasa disapa Mata, yang baru berusia 12 tahun. Di setiap bukunya, Mata akan melakukan petualangan, tentunya dengan latar belakang daerah yang berbeda-beda di setiap judulnya.
Apakah memang hanya kegelisahan tersebut alasan Okky menulis novel anak? Ternyata ada alasan yang lebih personal yang dirasakan penulis yang memenangkan Penghargaan Sastra Khatulistiwa 2012 itu. Alasan tersebut tentunya tak lain dan tak bukan masih berkaitan dengan hadirnya, Mata Diraya, putri pertamanya.
Sebagai penulis novel-novel dewasa dengan isu sosial, Okky berpikir bahwa putrinya, Mata Diraya butuh waktu hingga cukup umur untuk bisa membaca karya-karyanya.
“Masa anakku harus menunggu 15 tahun atau 16 tahun untuk baca novel-novel mamanya? Kan nggak mungkin anakku, semisal masih SD aku suruh baca Entrok kan? Itu alasan paling mendasar menulis novel anak, supaya bisa dibaca anak saya ketika dia sudah bisa baca,” ujarnya dalam sesi bincang-bincang santai bersama Gramedia.com baru-baru ini.
Saat ini, putri kecilnya baru berusia empat tahun, tentunya belum bisa membaca. Namun, lanjut Okky, setidaknya, dia bisa membacakan kisah-kisah petualangan Mata kepada sang anak. Cara ini akan membuat si anak perlahan memahami jalan ceritanya.
Karena itu pula, novel anak perlu diisi dengan hal-hal positif yang bisa ditanamkan sedini mungkin kepada anak. Itu yang dilakukan Okky Madasari di novel anak berseri hasil karyanya. Di mana dirinya menyampaikan nilai-nilai positif kehidupan dalam cerita petualangan Mata.
“Yang pertama tetap saya harus menyampaikan semua hal dalam bentuk cerita. Itu juga prinsip sejak saya nulis Entrok dan novel-novel dewasa lainnya. Isu sosial seberat apapun, masalah sepenting apapun, semua disampaikan dalam bentuk cerita. Dalam novel anak ini saya ramu dalam bentuk cerita petualangan tapi di dalamnya ada sisipan, misalnya nilai toleransi pluralisme, multikulturalisme. Ada juga sisipan tentang ekologi, ada di situ semua dibalut dengan bahasa anak,” ungkapnya.
Okky percaya bahwa kekuatan cerita membentuk kesadaran seseorang. Menurutnya, kesadaran diri harus ditanamkan pada anak-anak sejak usia dini.
“Kita bisa menanamkan nilai, kita bisa menanamkan apapun yang jauh akan lebih memberi pondasi kuat saat mereka masih anak-anak, dibanding saat ditanamkan saat sudah dewasa. Misalnya multikulturalisme. Itu kan seharusnya ditanamkan sejak kecil," katanya.
Di sini lah, lanjutnya, sastra anak memiliki peranan yang sangat besar. Sayangnya, karya sastra anak di Indonesia sangat terbatas. Hal ini lah yang mendorong Okky untuk menulis cerita anak. Dengan harapan dapat dibaca oleh semua kalangan terutama anak-anak, bahkan bagi mereka yang masih belajar membaca sekalipun.
Untuk memberikan efek lebih mendalam dan lebih berkesan, Okky pun memutuskan membuat novel anak berseri. Di seri petualangan Mata ini, Okky sudah menyiapkan setidaknya empat buku.
Dua buku seri novel anak petualangan Mata sudah berhasil selesai dibuat dan dirilis, sementara buku ketiga dijadwalkan rilis pada Juni 2019 berjudul Mata dan Manusia Laut. Sementara buku keempat, belum memiliki judul, namun juga dijadwalkan rilis pada 2019 mendatang dan akan membahas petualangan Mata di Pulau Jawa.