5 Buku yang Bikin Kamu Cinta Tanah Air
Bulan Agustus adalah bulan yang krusial bagi Indonesia. Kerap disebut sebagai bulan kemerdekaan, hari ulang tahun Indonesia yang berdaulat pada 17 Agustus 1945 selalu dirayakan dengan penuh gegap gempita. Bendera merah putih bersama layur-layur berwarna-warni dipasang di depan rumah. Pagar, gapura, pos ronda, dan tempat-tempat umum lainnya dicat ulang dengan warna yang lebih segar. Pusat-pusat perbelanjaan menambah pernak-pernik kemerdekaan di gerai-gerai mereka. Kemeriahan ini bisa saja bukti cinta tanah air.
Apa itu cinta tanah air? Secara harfiah, rasa cinta tanah air berarti rela berkorban dan membela keutuhan negara Indonesia. Menumbuhkan rasa cinta tanah air bisa dengan berbagai cara—ikut berpartisipasi langsung dalam perkembangan Indonesia dari berbagai sisi atau cukup sekadar menjaga agar tanah air tetap damai dan kondusif. Rasa cinta tanah air bisa didapat dari mana saja—begitupun dari buku. Kami memeberikan rekomendasi lima buku yang akan bikin kamu cinta tanah air.
Tanah Air yang Hilang
Kebanyakan orang yang cinta tanah air dan sudah berkarya untuk bangsanya dielu-elukan oleh negeri itu sendiri. Namun, tidak sedikit orang yang cinta tanah air tetapi disingkirkan dan menjadi tahanan eksil di luar negeri. Tanah Air yang Hilang karya Martin Aleida merangkum 19 cerita orang Indonesia yang terpaksa hilang kewarganegaraannya akibat rezim pemerintahan yang dahulu pernah berkuasa. Buku ini penting untuk dibaca generasi zaman sekarang untuk tahu efek samping Orde Baru dan bagaimana orang-orang begitu mencintai tanah airnya tanpa bisa kembali.
Indonesia Tidak Hadir di Bumi Manusia
Max Lane, seorang Indonesianis asal Australia, menulis sebuah buku tentang Pramoedya Ananta Toer berjudul Indonesia Tidak Hadir di Bumi Manusia. Di dalamnya, pembaca disuguhi kisah Pram yang kelam dan pelik hanya karena dia “mengkritisi” Indonesia yang sangat dikaguminya melalui tulisan-tulisan yang penuh ajaran dan nilai kemanusiaan. Melalui buku ini, Max juga menjawab alasan sekolah-sekolah di Indonesia tidak mengajarkan buku-buku karya Pram. Ada apa sebenarnya dengan pemerintah Indonesia pada saat itu sampai-sampai Pram dibungkam dan buku-bukunya dilarang edar? Buku ini akan menjawabnya sekaligus memberi tahu tentang Pram yang cinta pada tanah airnya.
Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman
Mohammad Hatta menjadi tokoh krusial dalam proses kemerdekaan Indonesia. Ia sudah memikirkan akan hal itu sejak menuntut ilmu di Belanda dan aktif dalam kegiatan politik di sana. Kecintaan Hatta pada buku juga membuat dirinya lebih santun dan lihai dalam menulis kritik dan catatan-catatan pribadinya. Kisah tentang Wakil Presiden Indonesia pertama ini tertuang dalam seri buku Tempo Bapak Bangsa berjudul Hatta: Jejak yang Melampaui Zaman. Selain menceritakan kisah hidup Hatta, buku ini juga menyajikan pandangan orang-orang terdekat Hatta tentang dirinya. Betapa Hatta begitu cinta kepada Indonesia. Cek seri buku Tempo Bapak Bangsa lainnya di sini.
Tan Tjeng Bok: Seniman Tiga Zaman
Bagaimana dengan kecintaan tanah air lewat seni? Dua periset sejarah seni hiburan Fandy Hutari dan Deddy Otara menerbitkan buku berjudul Tan Tjeng Bok: Seniman Tiga Zaman. Buku ini menampilkan kisah hidup Tan Tjeng Bok selama tiga zaman. Tan Tjeng Bok adalah seorang seniman yang mengawali karyanya dengan menjadi penyanyi keroncong. Selain bernyanyi, Tan Tjeng Bok juga bermain sandiwara dalam rentang waktu 1920-1940. Pada puncak kariernya, ia dijuluki Si Item. Kang Maman berkomentar tentang buku ini: “Ada satu titik dalam garis sejarah seni—seni panggung dan kesenian di negeri ini yang hilang bila tak membicarakan sosok Tan Tjeng Bok. Buku ini memaparkan alasannya yang sungguh sangat masuk akal.”
Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?
Kalau cinta tanah air melalui bahasa? Adalah Ivan Lanin, seorang pakar internet di Indonesia yang amat cinta dengan Bahasa Indonesia. Berawal dari menjadi Wikipediawan (seseorang yang berkontribusi di laman Wikipedia), Ivan semakin gandrung dengan Bahasa Indonesia. Dalam buku Xenoglosofilia: Kenapa Harus Nginggris?, Ivan menjabarkan tentang alasan dirinya jatuh cinta pada Bahasa Indonesia dan alasan kenapa orang-orang terutama generasi saat ini lebih memilih menggunakan Bahasa Inggris ketimbang Bahasa Indonesia. Buku ini juga memberikan tip dan trik tentang kebahasaan di Indonesia yang kaya.