Memperingati Hari Pers Nasional, Ini Buku-Buku Karya dari Jurnalis Indonesia
Pers mempunyai peran penting dalam menyampaikan aspirasi, menjadi media komunikasi, dan kontrol masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jatuh pada tanggal 9 Februari, peringatan Hari Pers Nasional (HPN) diresmikan berdasar Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1985 oleh Presiden Soeharto.
Awal dari Hari Pers Nasional
Dikutip dari Tirto (2021), sejarah hari pers ini tidak jauh dari usaha organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Didirikan pada tanggal 9 Februari 1946, terbentuknya organisasi ini untuk mengupayakan koordinasi antara ratusan surat kabar dan majalah ke dalam satu barisan pers nasional. Tujuannya untuk menghancurkan sisa-sisa kekuasaan Belanda dan mengobarkan nyala revolusi dengan mengobori semangat perlawanan seluruh rakyat terhadap bahaya penjajahan.
Gagasan awal mengenai HPN dari hasil Kongres ke-16 PWI, pada Desember 1978, di Padang, Sumatera Barat. Salah satu keputusan kongres waktu itu adalah mengusulkan kepada pemerintah agar menetapkan tanggal 9 Februari, yang sekaligus tanggal lahir PWI sebagai HPN. Setelah tujuh tahun diusulkan, akhirnya Keputusan Presiden keluar dan menetapkan HPN secara resmi pada 9 Februari.
Raden Mas Tirto Adhi Soerjo (1880-1918) ditetapkan sebagai Bapak Pers Nasional, karena ia adalah perintis jurnalistik nasional. Di mana beliau mendirikan surat kabar pertama yang dimiliki dan dikelola oleh pribumi, yaitu Medan Prijaji di Bandung pada tahun 1907-1912.
Hari Pers Nasional 2022
Peringatan HPN diselenggarakan setiap tahun dan biasanya diadakan di ibu kota provinsi di Indonesia secara bergantian. Pada tahun 2022 ini, pandemi membuat puncak acara Hari Pers Nasional dibuat secara hybrid. Acara offline dilaksanakan di Halaman Kantor Gubernur Sulawesi Tenggara di Kota Kendari, dan dihadiri oleh sejumlah pejabat dan duta besar baik secara langsung maupun secara virtual.
Pada tahun ini, tema yang diangkat adalah seputar isu kepedulian terhadap lingkungan hidup. Acara ini pun diikuti dengan penanaman 20 ribu bibit mangrove. Selain itu, HPN tahun ini juga menyorot pada masa depan jurnalis di tengah perkembangan teknologi komunikasi dan media yang begitu pesat.
Dikutip dari Kompas TV, sambutan Presiden RI pada peringatan HPN (09/02/2022) adalah sangat mengapresiasi pers di tengah pandemi. Presiden Joko Widodo mengerti betul akan tekanan di tengah pandemi yang harus dialami media arus utama, yang berkompetisi dengan informasi media sosial.
Ketua DPR, Puan Maharani pun menambahkan dalam sambutannya, media telah melakukan tugas jurnalistiknya dengan selalu meverifikasi atas informasi bohong atau hoaks yang kerap muncul di media sosial. Ia pun meminta agar pers bisa tetap mendidik masyarakat sehingga tidak ada lagi yang termakan hoaks.
"Sekaligus ucapan terima kasih meskipun berada di situasi pandemi, insan pers tetap bekerja terus menyampaikan informasi, meningkatkan literasi, membangun optimisme, dan membangun harapan, sehingga masyarakat tetap tangguh menghadapi dampak pandemi Covid-19" -Presiden Joko Widodo dalam sambutannya untuk acara Hari Pers Nasional 2022
Menulis menjadi hal yang paling penting bagi seorang jurnalis. Dengan kelihaian mereka dalam menulis sebuah berita, ternyata banyak jurnalis yang juga menulis buku. Menulis sebuah cerita dalam bentuk novel baik fiksi maupun non-fiksi, dan lain-lain. Berikut buku-buku terbaik hasil karya tulisan para jurnalis Indonesia.
Rekomendasi Buku Karya dari Jurnalis Indonesia
1. Bersyukur Tanpa Libur - Arswendo Atmowiloto
Alm. Arswendo adalah wartawan yang pernah aktif di berbagai media, salah satunya Kompas, dan juga pencetus di balik cerita populer Keluarga Cemara. Buku ini berdasarkan kumpulan tulisan beliau yang masih tersisa di komputernya, tentang memaknai hidup dengan terus bersyukur.
Kamu bisa ketahui kehidupan sang jagoan menulis ini lewat catatan-catatan terakhirnya yang terkumpul, mengenai kehidupannya di Solo dan kehangatan keluarga yang ia cintai, kiprahnya di dunia media, serta para sahabat.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Bersyukur Tanpa Libur
2. Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian – Desi Anwar
Desi Anwar adalah jurnalis senior yang kini aktif di CNN Indonesia. Kecintaannya dalam menulis, membuahkan banyak sekali karya tulisan dalam bentuk buku. Pertama, buku ini baru saja hadir pada tahun lalu, berisi kumpulan renungan dan pikirannya selama masa pandemi.
Beliau mencoba menunjukkan bahwa kesendirian bukanlah siksaan atau penderitaan yang harus ditakuti dan dihindari, di mana banyak pelajaran yang beragam dan bermanfaat, dari berhubungan kembali dengan diri sendiri. Tak hanya dalam bahasa Indonesia, buku ini pun hadir dalam versi bahasa Inggris. Jika kamu penasaran, kamu bisa menemukannya di sini.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Apa yang Kita Pikirkan Ketika Kita Sendirian
Selain itu, bukunya yang berjudul Going Offline juga baru saja rilis cover terbarunya pada tahun lalu. Buku ini mengingatkan kita bahwa jangan terlalu larut dalam aksi di dunia maya. Kehidupan online tak seharusnya membuat kita lupa cara berinteraksi maupun berkomunikasi di dunia nyata.
Dengan membaca buku ini, kita akan mampu kembali meletakan gadget sejenak, untuk kembali merasakan indahnya waktu secara offline, yang membawa kita ke jantung kehidupan nyata itu sendiri.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Going Offline
3. Menulis Kreatif dan Filosofis – Ayu Utami
Buat kamu yang ingin belajar menulis, aktivis jurnalis dan sastrawan ini siap memberikan ilmunya dalam buku ini. Beliau menegaskan bahwa menulis bisa dilakukan tanpa harus punya ide yang jelas untuk memulainya.
Di sini kamu akan diberi latihan berpikir filosofis dalam cerita, dan tentunya dimulai serta diakhiri dengan latihan. Wah, penasaran kan ingin membaca lebih lengkap buku satu ini?
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Menulis Kreatif dan Filosofis
Ayu Utami pernah menjadi jurnalis di sebuah majalah dan Forum. Pada akhir tahun lalu, Ayu Utami juga pernah mengisi Kelas Sastra dan Filsafat untuk Pemula. Murid-muridnya juga telah menghasilkan cerita pendek yang terkumpul pada buku Monade.
Kepiawaian Ayu Utami dalam menulis telah membuat karya perdananya bisa menembus pasar internasional. Buku Saman yang terbit di tahun 2000 telah diterjemahkan ke lima bahasa hingga mendapatkan penghargaan Prince Clause Awards.
Saman adalah buku dwilogi yang dilanjut pada buku Larung. Mengisahkan tentang empat perempuan yang bersahabat sejak kecil dengan sifatnya masing-masing yang sangat berbeda, dari yang lugu dan jaim, hingga yang nakal dan pemberontak. Persahabatan di antara mereka memunculkan persoalan. Isu yang diangkat dalam buku ini pun cukup beragam, mulai dari percintaan, seksualitas, hingga agama dan politik.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Saman
Baca juga: 10 Rekomendasi Buku Karya Penulis Indonesia yang Mendunia
4. Laut Bercerita - Leila S. Chudori
Buku ini masih menjadi pemikat banyak orang hingga saat ini, terlebih dalam mengetahui lebih lanjut tentang seorang aktivis yang suaranya dibungkam pada masa melengserkan pemerintahan Orde Baru di tahun 1998.
Penulis yang juga seorang jurnalis di media Tempo ini, menulis buku fiksi yang tetap berdasarkan pada kisah dan obrolan nyata para aktivis pra-reformasi. Fakta sejarah yang terjadi menjadi latar dalam buku ini yang cukup bagus untuk kamu ikuti ceritanya.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Laut Bercerita
Buku menceritakan tentang Laut Biru dan adiknya yang bernama Asmara Jati. Laut Biru adalah aktivis yang sangat kritis dalam menyuarakan isu sosial, hingga membuatnya bersama kelompok ditangkap karena dianggap berbahaya, serta dihukum secara fisik dan mental. Lalu, pada bagian Asmara Jati kita akan melihat bagaimana sosok keluarga yang merasa kehilangan, dan tak mau harus mencari keberadaan keluarganya di mana.
Tak hanya Laut Bercerita, Leila S. Chudori juga dikenal luas karena bukunya yang berjudul Pulang. Buku ini mengambil latar pada pemberontakan di zaman G30S/PKI. Buku ini menceritakan tentang wartawan yang menjadi buronan di masa tersebut.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Pulang
Baca juga: Rekomendasi Novel Terbaik Berlatarkan Kisah Kelam Sejarah Indonesia
5. Tarian Bumi - Oka Rusmini
Oka Rusmini pernah menjadi wartawan pada media Bali Post. Tahun lalu, bukunya yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman ini, telah memasuki usia hingga lebih dari dua dekade. Beliau kerap mengangkat sejumlah isu persoalan adat-istiadat dan tradisi Bali yang merugikan wanita.
Seperti dalam buku ini, di mana seorang perempuan Bali yang berhadapan dengan masalah kesetaraan, penyingkiran, sekaligus kebebasan yang dikekang. Tokoh-tokoh perempuan dalam novel ini tak hanya menghadapi masalah tentang kelas sosial, tapi juga tentang aturan adat yang mengekang kebebasan, di mana perempuan digambarkan tidak memiliki kuasa penuh untuk mengatur kehidupan.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Tarian Bumi
Baca juga: Dua Dekade Tarian Bumi
6. Entrok - Okky Madasari
Mengawali karir sebagai wartawan di salah satu media massa, kini Okky Madasari masih aktif menulis buku. Entrok adalah novel pertama yang dibuat Okky hingga membuatnya terkenal di manca negara. Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, bahkan baru saja hadir dalam bahasa Melayu. Buku ini berlatar pada masa penjajahan hingga masa Orde Baru.
Menceritakan tentang Marni, seorang ibu yang memuja leluhur dan tak pernah mengenal Tuhan. Ia sangat berbeda dengan anaknya, Rahayu, di mana ia pemeluk agama yang taat. Marni dianggap pendosa oleh Rahayu, dan Rahayu dianggap tak punya jiwa oleh Marni. Meskipun pandangan mereka berbeda, mereka sama-sama menjadi korban dari orang-orang yang berkuasa, dan mereka sama-sama melawan senjata.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Entrok
Karya terakhir Okky rilis pada tahun lalu, di mana ia kembali melanjutkan seri novel anak yang dibuatnya, berjudul Mata dan Nyala Api Purba. Ini adalah novel keempat dari Seri Mata yang dirilisnya sejak tahun 2018, pada buku Mata di Tanah Melus.
Mata dan Nyala Api Purba, mengajak anak-anak untuk menjelajahi masa lalu dan masa depan. Buku ini menjadi penutup dari petualangan Mata, setelah Mata membawa kita ke dunia para Melus, mengajakmu mengurai rahasia Pulau Gapi, dan mengarungi lautan luas bersama Bambulo, si manusia laut. Buku ini sangat cocok dibaca anak-anak.
Baca juga: Mata dan Nyala Api Purba: Bertualang ke Masa Lalu Sekaligus Masa Depan
7. Masyarakat Adat dan Kedaulatan Pangan – Ahmad Arif
Sang wartawan Kompas ini kembali mengeluarkan bukunya terkait Seri Pangan Nusantara. Pada buku ketiga ini, ia membicarakan tentang pemanfaatan sumber daya lokal dalam pencapaian kedaulatan pangan di Indonesia. Yuk, ikuti pengulikan beliau selanjutnya akan pangan Indonesia dalam buku ini.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Masyarakat Adat dan Kedaulatan Pangan
Seri lainnya membicarakan tentang sagu yang dianggap sebagai sumber pangan awal yang dikonsumsi manusia modern dan Indonesia menjadi sumber cadangan pangan sagu terbesar di dunia, pada buku yang berjudul Sagu Papua untuk Dunia (versi e-book di sini).
Lalu, membicarakan tentang Sorgum, pangan yang mampu beradaptasi dengan beragam kondisi iklim dan lingkungan dengan baik, dalam buku Sorgum: Benih Leluhur untuk Masa Depan (versi e-book di sini).
8. Catatan Najwa – Najwa Shihab
Semuanya pasti sudah kenal betul dengan nama jurnalis ini. Beliau terkenal dengan gaya penyampaiannya yang berima sambil memberi kritik pada isu yang dibicarakan. Acaranya pada Mata Najwa pun selalu dipuja.
Pada buku ini, kamu akan menemukan kembali tulisan atas isu yang dibahas di program Mata Najwa, dengan gaya rimanya yang khas. Ada banyak narasi yang menggelitik dengan sindiran dan menohok tajam, hingga kadang seperti ajakan untuk merenung.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Catatan Najwa
Sama-sama memberikan narasi “ngena”, buku keduanya akan menekankan pada topik-topik tertentu yang dibagi dalam sejumlah bab. Isu-isu pokok diangkat dalam kasus-kasus yang pernah terjadi di Indonesia. Buku ini tetap dihiasi oleh narasi-narasi penting berima khas Mbak Nana, dengan tetap mencoba bersikap jelas dan independen dalam berbagai momentum penting pada negeri ini. Narasi terbaik yang tertulis di buku ini pun tetap relevan untuk dibaca kapan pun.
9. Negeri 5 Menara - Ahmad Fuadi
Judul novel ini pasti sudah tidak terdengar asing di telinga kamu, karena memang sudah ada filmnya yang kala itu terkenal, yang diadaptasi dari buku ini. Kisah belajar di pondok sambil tetap ingin menggapai cita-cita ini, ditulis oleh Ahmad Fuadi yang merupakan mantan wartawan Tempo.
Menceritakan tentang Alif bersama teman-temannya dengan kehidupan mondok di pesantren. Mereka mempunyai mimpi untuk menaklukan dunia. Alif yang baru lulus SMP harus masuk ke pesantren karena kemauan ibunya, di mana sebelumnya ia ingin melanjutkan SMA dan kuliah di perguruan tinggi. Melintas dari Sumatra menuju sebuah desa di pelosok Jawa Timur, ibunya ingin dia menjadi Buya Hamka, walau Alif ingin menjadi Habibie.
Buku ini juga bisa kamu baca dalam versi e-book di sini >>> Negeri 5 Menara
Baca juga: Film Indonesia Adaptasi dari Buku Novel Best-Seller
Masih banyak sekali jurnalis Indonesia yang mengeluarkan karya-karya indah tulisannya. Nah, semuanya bisa kamu dapatkan dengan mudah hanya di Gramedia.com.
Memperingati Hari Pers Nasional, semoga kebebasan pers di Indonesia bisa terus tetap terjaga. Pers yang tetap menjaga kredibilitas dan independensi, dapat menyajikan berita terpercaya, sehingga dapat mencerdaskan, memajukan, dan mempersatukan bangsa.
Selamat Hari Pers Nasional 2021!
Sumber foto header: instagram.com/jokowi