Peluang di Balik Duka: Hal Lain yang Juga Tertinggal Setelah Kepergian
Peristiwa kepergian seseorang untuk selamanya seringkali menyisakan kepiluan mendalam bagi sanak famili yang ditinggalkan. Tidak jarang keluarga membutuhkan waktu yang lama untuk bisa meninggalkan kesedihan dan melanjutkan hidup seperti hari-hari sebelumnya. Di antaranya karena kejadian menyedihkan itu menimpa orang tersayang, ataupun terjadi dekat sekali di sekitaran. Tanpa berniat menjadi antitesis, apa yang dengan mulia dikerjakan Kim Sae Byoul dan timnya dalam buku Things Left Behind merupakan sebuah bukti bahwa kematian, seindah maupun setragis apa pun, harus diperlakukan dengan rasa hormat tanpa terkecuali.
Tanpa mengurangi makna kematian itu sendiri, kemuraman pada peristiwa tersebut menjadi peluang di balik duka; dari situlah Kim Sae Byoul mewujudkan misinya untuk memberikan penghormatan terakhir kepada yang telah berpulang dan menyampaikan ‘salam terakhir’ mereka kepada dunia.
Tentang Buku: Things Left Behind, Hal-hal yang Kita Pelajari dari Mereka yang Telah Tiada
“Buku ini bukanlah biografi tentang seorang yang lahir dan mengalami ini dan itu lalu meninggal. Buku ini juga tidak bermaksud menyampaikan kisah-kisah dramatis yang biasa dimuat di kolom gosip. Namun, aku berharap para pembaca mengingat satu hal melalui kisah mereka yang sudah meninggal dunia”
Things Left Behind ditulis oleh Kim Sae Byoul dan Jeon Ae Won yang bergelut di bidang bio hazard dalam bentuk jasa membereskan barang-barang peninggalan orang yang telah meninggal dunia dan jasa pembersihan khusus lokasi kematian. Pengalaman yang mereka bagikan membawa pembaca pada perenungan tentang bagaimana kehidupan sebaik-baiknya dimaknai. Dengan setting Korea Selatan, buku setebal 220 halaman ini ingin menyampaikan bahwa sepatutnya kita dapat mensyukuri hidup, serta menyadari bahwa sekedar hidup dan hidup penuh syukur itu adalah dua hal yang berbeda. Setelah diterbitkan di Indonesia pada 29 Desember 2021, buku ini mendapat sambutan hangat di tengah pembaca Indonesia, mengiringi kesuksesan seri drama Korea Move to Heaven yang mengangkat kisah-kisah di dalam buku Things Left Behind.
Review Buku: Other Things That Also Left Behind, Memaknai Peluang di Balik Duka
Kim Sae Byoul menarasikan apa yang ia lihat, dengar dan alami selama melaksanakan pekerjaanya, sebagai seorang penyelenggara jasa pengurus barang-barang peninggalan orang yang sudah meninggal, dengan sangat indah dan menyentuh. Membahasakan hal tragis dan memilukan ke dalam rangkaian kata yang disusun dengan sangat baik tentunya tidak semudah yang dibayangkan. Namun, empati dan simpati yang dituangkan Kim Sae Byoul di buku ini benar-benar bisa mencapai relung hati, hingga pembacanya dapat turut merasakan apa yang ia rasa dan seakan-akan turut melihat apa yang telah ia lihat.
Penuturan yang mengalir akan kisah-kisah haru di balik kematian berhasil menghadirkan atmosfer haru sekaligus mengingatkan akan hal-hal yang seringnya luput dari perhatian, seperti keterbukaan, keputusasaan atau kesepian.
Namun, tanpa mengesampingkan empati dan rasa duka akibat peristiwa tragis yang harus dihadapi Kim Sae Byoul dan tim, mari bersama melihat sisi lain yang juga ada di buku Things Left Behind. Ada hal lain yang ternyata tumbuh dan muncul karena suatu keadaan. Ada ketidakmolekkan akibat sebuah kepergian yang memunculkan keharusan sebuah tindakan untuk dilakukan. Ada peluang di balik duka yang muncul dan tidak bisa dielakkan. Bukankah itu juga layak mendapat tempat untuk dibicarakan? There are other things that also left behind, yang juga bisa kita pelajari dari mereka yang telah tiada.
1. Layanan yang Ternyata Dibutuhkan
Meskipun sensitif, tidak bisa ditampik bahwa peristiwa pilu seperti kematian sesungguhnya membuka pintu peluang bagi lainnya. Ada hal yang terkadang tidak sanggup diselesaikan sendiri setelah sebuah peristiwa besar terjadi, hingga akhirnya kita tersadar bahwa bantuan dari pihak lain adalah yang diperlukan untuk tetap bisa bertahan. Harus ada orang-orang yang mampu melakukannya tanpa pengaruh emosional. Things Left Behind memaparkan hal tersebut dengan baik.
Meski bukan menjadi highlight dalam cerita, Kim Sae Byoul menangkap peluang ini karena sedikit sekali orang yang peduli dan mau berurusan dengan tetek bengek terkait orang yang telah meninggal. Dan ia melakukannya atas dasar penghormatan bagi mereka yang sudah tiada, serta ketulusan untuk meringankan beban orang-orang serta lingkungan yang ditinggalkan.
“…Aku berhenti dari pekerjaan sebagai pengurus pemakaman yang aku jalani selama 12 tahun dan memulai pekerjaan membereskan barang-barang peninggalan orang yang sudah meninggal. Itu karena aku berpikir bahwa pekerjaan ini sangat penting untuk mengurangi kesedihan keluarga yang ditinggalkan.”
Apakah ini pekerjaan dengan suasana ceria? Tentu tidak. Namun pekerjaan jasa pembersihan lokasi kematian, maupun pengurus barang-barang peninggalan orang yang telah tiada, merupakan pekerjaan penting dengan dampak signifikan. Ada residu biologis yang harus dibersihkan. Ada privasi dan kerahasiaan almarhum yang harus dijaga. Ada hal-hal yang tidak bisa dilakukan begitu saja oleh orang awam.
Pekerjaan jasa pembersihan juga dituntut keprofesionalismeannya dalam pengetahuan yang tepat dalam menangani bahan kimia, penggunaan peralatan pembersihan yang sesuai, serta mematuhi standar keselamatan dan regulasi yang berlaku. Karena tidak jarang suatu TKP sangat tidak ideal. Pada satu bab dikisahkan Kim Sae Byoul mendapat permintaan membersihkan kamar tempat jenazah yang baru ditemukan bermingu-minggu setelah waktu kematian. Alhasil kondisi di lapangan jadi menyulitkan dan tidak bisa ditangani dengan SOP biasa. Maka Kim Se Byoul harus menyiapakan cairan kimia baru yang lebih kuat untuk menghalau bau dan membersihkan rembesan jenazah yang sudah meresap ke papan lantai.
2. Orang-orang Berjiwa Besar di Balik Baju Hazmat
“Bagi kami pekerjaan ini bukanlah pekerjaan yang menyebalkan atau membuat tidak nyaman. Tetapi, kami harus mengerjakannya diam-diam dan tidak disambut hangat oleh siapa pun. Itulah ironisnya pekerjaan ini.”
Peristiwa demi peristiwa yang diceritakan dalam Things Left Behind membawa pembaca sedikit lebih dekat melihat sosok di balik pekerjaan yang tidak umum ini. Meski bukan menjadi topik utama, dampak yang harus dihadapi oleh Kim Sae Byoul dan timnya karena pekerjaan mudah ditemukan di sepanjang kisah pada buku ini. Dan sepanjang kisah itu pula, pembaca akan menemukan bahwa sudah sepantasnyalah apresiasi yang tinggi diberikan pada mereka yang hari-harinya dihabisakan dengan bergumul di lingkungan penuh tantangan yang sarat resiko, demi meringankan duka dan kepiluan orang lain.
Penting untuk diingat bahwa tugas yang dilakukan Kim Sae Byoul dan timnya telah menghadapkan mereka pada situasi yang tidak mudah dihadapi orang kebanyakan. Demi klien, mereka harus menjaga profesionalisme, etika, dan memastikan bahwa pekerjaan dilakukan dengan sensitivitas yang tinggi dan mengikuti protokol keamanan yang sesuai. Tapi bagi mereka sendiri, semua ini bisa bisa menimbulkan dampak secara emosional.
Pada satu kisah tentang kematian di kamar sewaan murah, Kim Sae Byoul tidak bisa melanjutkan pekerjaannya begitu mengetahui bahwa jenazah yang ditemukan di sana adalah seorang ayah dan anak. Kesulitan ekonomi dan desakan keluarga membuat si ayah mengambil jalan pintas. Singkat cerita si ayah bunuh diri setelah membunuh anaknya. Fakta lapangan ini menyergap Kim Sae Byoul bagai hantaman yang kuat. Kematian anak kecil selalu tidak mudah baginya, dan peristiwa kali ini membuatnya sangat terpukul hingga ia terpaksa mendelegasikan pekerjaan kepada anak buahnya.
Tidak hanya itu, bidang bio hazard seperti jasa pembersihan lokasi jenazah hingga kini nyatanya masih dianggap tabu. Sebagai pekerjaan yang umumnya dihindari dan seringnya tidak difavoritkan, stigma sosial dari masyarakat adalah makanan sehari-hari bagi Kim Sae Byoul dan timnya. Sudah berkali-kali mereka harus merelokasi kantor dari satu tempat ke tempat lain akibat dari tekanan lingkungan sekitar yang menganggap keberadaan kantor bio hazard di tengah lingkungan mereka bisa membawa penyakit. Kim Sae Byoul dan timnya pun kesulitan menemukan restoran yang mau menerima mereka karena nama perusahaan tercetak di seragam yang dikenakan, seakan-akan mereka adalah hantu kematian yang akan menyelubungi restoran itu dengan kemalangan.
Namun di balik kisah sedu sedan yang ditampilkan, kalimat-kalimat menyentuh di buku Things Left Behind dapat bermakna universal. Tidak hanya menjadi penyemangat untuk bangkit bagi mereka yang sedang rendah morilnya, tapi juga bermakna bagi mereka yang terlibat dalam usaha memulihkan situasi pilu yang penuh duka. Peristiwa-peristiwa yang dialami Kim Sae Byoul di buku ini selayaknya menjadi peluang bagi pembaca untuk juga menghargai dan mengapresiasi orang-orang di balik pekerjaan mulia yang dengan tulus menghapus jejak pahit dan suram dari sebuah kepergian.
"Aku dan kamu, kita semua, adalah orang-orang yang berharga."
Kepergian bisa jadi menyedihkan bagi yang ditinggalkan, namun pada saat yang bersamaan, ia menjadi sumber pelajaran juga peluang di balik duka bagi mereka yang masih hidup. Apa yang ditinggalkan oleh mereka yang telah tiada adalah pengingat betapa hidup itu berharga dan singkat. Maka hargailah setiap momen dan kesempatan yang dimiliki.
Nah, Grameds, buku Things Left Behind: Hal-hal yang Kita Pelajari dari Mereka yang Telah Tiada karya Kim Sae Byoul dan Jeon Ae Won ini bisa menjadi teman pelipur lara yang indah. Hadiahkanlah buku ini untuk orang yang Grameds sayangi. Atau hadiahkanlah buku ini untuk Grameds sendiri, sebagai komplimen karena telah menjalani hari-harimu dengan penuh semangat dan sebagai pengingat agar terus bersyukur atas kehidupan ini.
Jangan lupa cek promo-promo terbaik dari Gramedia.com untuk belanja yang lebih hemat, ya! Khusus untuk periode tanggal 25-31 Juli 2023, kamu bisa mendapatkan diskon hingga 50% untuk buku-buku pilihan dengan promo Payday! Belanja sekarang juga hanya di Gramedia.com dengan mengeklik banner di bawah ini!🛒👇
Sumber gambar header: pngtree.com
Penulis: Retno D. Setyarini