PERINGATAN DARURAT: Membaca adalah Melawan
Tak sampai selang seminggu dari ulang tahun kemerdekaan, Indonesia kembali dalam keadaan berantakan. Tanggal 22 Agustus 2024, ribuan orang berbondong-bondong datang ke gedung DPR RI. Mahasiswa, buruh, akademisi, sampai figur publik menyempatkan hadir untuk secara langsung menyampaikan suara yang gagal disampaikan para perwakilan rakyat. Di beberapa daerah, perlawanan yang sama sengitnya dilakukan. Rakyat berdiri bersama-sama untuk mencegah ketidakadilan berlarut-larut di negara yang demokrasinya carut-marut.
Media sosial dibanjiri dengan foto biru dengan tulisan 'Peringatan Darurat' dan lambang negara. Foto tersebut merupakan tanda protes keras dari masyarakat terhadap sebuah keputusan yang dibuat DPR oleh terburu-buru dan dianggap menguntungkan pihak yang berkuasa.
Tak sedikit orang yang masih kebingungan dengan isu politik ini. Mereka ragu untuk bersuara karena tak yakin dengan kondisi yang serba kacau dan informasi yang tumpang tindih. Saat hal ini terjadi, sudah saatnya kamu kembali ke sumber informasi yang solid: buku. Meski tidak turun ke jalan, membaca jejak sejarah adalah bentuk perlawanan.
Berikut adalah beberapa buku yang merekam jejak perjuangan rakyat Indonesia untuk menuntut keadilan dari mereka yang berkuasa.
Buku tentang Demokrasi dan Perjuangan Rakyat Indonesia
Bagaimana Demokrasi Mati
Buku Bagaimana Demokrasi Mati merupakan buku yang ditulis oleh dua profesor Harvard di bidang politik dan pemerintah, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Buku ini berisi tentang sembilan poin yang berkaitan dengan lahirnya demokrasi, tumbuhnya demokrasi, dan terbunuhnya demokrasi. Kedua profesor itu berpendapat bahwa pemilu merupakan bentuk kemunduran dari demokrasi.
Lembaga pemerintah yang terbentuk dari hasil pemilu itu merupakan lembaga yang melemahkan dan menghancurkan demokrasi itu sendiri. Buku ini cocok untuk orang awam yang tertarik untuk terjun atau mempelajari politik karena penjelasan dalam buku ini mudah untuk dipahami orang awam.
Tirani Demokrasi
Penyair legendaris, Sapardi Djoko Damono, kali ini tidak menghadirkan syair-syair cantik dalam bukunya, melainkan 'surat cinta' untuk demokrasi yang melahirkan para tiran baru di setiap era. Dalam esai-esai di buku ini, Sapardi memaparkan pengamatannya terhadap demokrasi Indonesia, mulai dari Pemilu 1955 hingga 2014. Dituturkan dengan gaya bercerita Sapardi yang hangat dan khas, kamu akan dibawa mengikuti kisah Sapardi kecil ketika mengantar orang tuanya melakukan Pemilu pertama di tahun 1955, kemudian meloncat 60 tahun kemudian ketika 'Manusia Terpilih' yang baru ditetapkan.
Pandangan Sapardi terhadap peristiwa-peristiwa politik yang krusial, baik di dalam maupun di luar negeri, sangat menarik untuk dibaca, sekaligus membantu kita untuk memahami satu dua hal tentang konsep demokrasi.
Selain buku-buku nonfiksi, buku-buku fiksi tentang perjuangan dan perlawanan rakyat juga dapat menjadi pembakar semangat. Simak rekomendasinya di bawah ini!
Novel Fiksi Sejarah tentang Perjuangan dan Perlawanan
Laut Bercerita
"Hanya di negara diktatorial satu orang bisa memerintah begitu lama... seluruh Indonesia dianggap milik keluarga dan kroninya. Mungkin kita hanya nyamuk-nyamuk pengganggu bagi mereka. Kerikil dalam sepatu mereka. Tapi aku tahu satu hal: kita harus mengguncang mereka. Kita harus mengguncang masyarakat yang pasif, malas, dan putus asa agar mereka mau ikut memperbaiki negeri yang sungguh korup dan berantakan ini, yang sangat tidak menghargai kemanusiaan ini, Laut."
Laut Bercerita menjadi buku yang membuka pikiran banyak orang terhadap ketidakadilan yang terjadi di Indonesia, terutama tentang menghilangnya para aktivis Reformasi 1998. Bercerita tentang sepak terjang seorang mahasiswa bernama Laut bersama sekelompok teman-temannya, Laut Bercerita merupakan fiksi sejarah yang merekam sebuah peristiwa berdarah di negeri ini.
Selain itu, Laut Bercerita juga mengisahkan sudut pandang keluarga para aktivis yang sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya. Mereka yang menanti orang-orang terkasih pulang ke rumah, namun tak pernah mendapat apa pun–bahkan tak ada sekadar kabar kematian.
1984
Sebelum mereka sadar, mereka tidak akan pernah berontak; dan, sebelum mereka berontak mereka tidak pernah menjadi sadar.
1984 merupakan salah satu novel yang menggambarkan bagaimana sebuah negara merepresi rakyatnya sendiri. Tokoh utama, Winston Smith, berusaha menjalani hidupnya sebagai warga negara yang patuh terhadap aturan-aturan Partai, walaupun hati dan pikirannya memberontak. Winston tidak berani melawan terang-terangan, sebab Big Brother senantiasa mengawasi semua orang. Tak ada privasi bagi siapa pun.
Segalanya diatur oleh Negara, bahkan sejarah pun ditulis ulang sesuai kebutuhan. Big Brother menuntut kepatuhan dan kesetiaan total. Yang berani menentang akan diuapkan. Dalam kerinduannya untuk memperoleh kebebasan dan kebenaran, Winston mulai menulis buku harian dan menjalin cinta rahasia dengan Julia. Namun harga kebebasan itu sungguh mahal, sebagaimana dialami Winston kemudian.
Pengetahuan adalah kekuatan. Lewat buku-buku yang tepat, kamu akan menemukan semangat dan kekuatan untuk terus menjunjung tinggi keadilan.
Membaca adalah melawan! Panjang umur demokrasi!👊🔥