Leila S. Chudori, Buku-bukunya, dan Karier Menulis yang Luar Biasa
"Jika jawaban yang kalian cari tak kunjung datang, jangan menganggap bahwa hidup adalah serangkaian kekalahan."
– Laut Bercerita, Leila S. Chudori
Siapa, sih, yang gak kenal dengan Bu Leila S. Chudori dan buku-bukunya yang sering mengangkat sejarah dan realitas pahit politik Indonesia? Karya-karyanya banyak memiliki pengaruh untuk anak-anak muda yang ingin belajar lebih tentang sejarah Indonesia, isu-isu sosial dan politik, serta mengenal dunia sastra. 📝
Melalui karya-karyanya, Leila mengajarkan dan mengenalkan kita kepada sastra dan fiksi sejarah, sekaligus masa-masa sejarah Indonesia yang acapkali tidak diajarkan di sekolah. Namanya juga sudah tidak asing di sastra Indonesia dan telah dikenal oleh banyak orang di seluruh Indonesia dan di luar negeri. Penulis, jurnalis, dan salah satu sastrawan terkemuka di Indonesia ini juga memiliki ciri khas dengan kepenulisannya--eksplorasi karakter yang kuat dalam narasi yang mendalam.
Grameds, kamu yang sudah pernah baca buku-bukunya Leila S. Chudori, paling suka karya beliau yang mana, nih? Supaya makin kenal sama Leila S. Chudori, kita lihat profil dan fakta menariknya di bawah ini, yuk! 😉
Profil Leila S. Chudori
Leila S. Chudori atau Leila Salikha Chudori merupakan seorang penulis yang sudah memiliki banyak karya sastra, ia lahir pada tanggal 12 Desember 1962. Karya-karya yang pernah dibuatnya pun bukan hanya novel saja, tetapi ia juga membuat cerpen hingga skenario. 🎬
Buku Bukunya yang telah diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia adalah Malam Terakhir, Pulang, Nadira, Laut Bercerita dalam versi softcover dan hardcover, serta Namaku Alam. Pulang memenangkan Khatulistiwa Award untuk Prosa Terbaik 2013 dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi “Home” (terjemahan John H.McGlynn, diterbitkan oleh Yayasan Lontar dan oleh Deep Vellum, AS). Tahun 2015 World Literature memasukkan “Home” sebagai satu dari 75 Novel Terjemahan yang Diperhatikan (75 Notable Translations of 2015).
Leila S. Chudori juga pernah membuat skenario film pendek dengan judul “Dunia Tanpa Koma”. Skenario film tersebut berhasil membawanya mendapatkan penghargaan Penulis Skenario Terpuji. Selain mendapatkan penghargaan dari pembuatan skenario, Leila S. Chudori juga berhasil memperoleh penghargaan terhadap kumpulan cerpennya yang berjudul 9 Dari Nadira. yang diberikan oleh Badan Bahasa Indonesia di tahun 2011.
Karyanya yang paling terkenal di antaranya adalah Laut Bercerita, yang menceritakan terkait perilaku kekejaman dan kebengisan yang dirasakan oleh kelompok aktivis mahasiswa di masa Orde Baru, dan Pulang, yang berlatar belakang tiga peristiwa bersejarah: Indonesia 30 September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998.
Peluncuran novel Laut Bercerita disertai penayangan film pendek berjudul sama yang disutradarai Pritagita Arianegara, produksi Yayasan Dian Sastrowardoyo dan Cineria Films. Pada 2020, Laut Bercerita diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John H.McGlynn menjadi “The Sea Speaks His Name” dan diterbitkan oleh Penguin Random House South-east Asian (S.E.A). Novel Laut Bercerita memperoleh Penghargaaan S.E.A. Writers Award 2020 dan IKAPI Award sebagai Book of the Year tahun 2022.
Fakta Menarik tentang Leila S. Chudori
1. Telah Menulis sejak Usia Belia
Dikenal dengan gaya menulisnya yang apik, ternyata Leila sudah memulai karier menulisnya sejak usia 11 tahun, lho, Grameds! Ketika umurnya masih dua belas tahun, ia telah mempublikasikan karyanya di majalah. Cerpen pertamanya yang berjudul “Pesan Sebatang Pohon Pisang” yang dimuat di majalah anak-anak Si Kuncung (1973).
Setelah itu, ia menjadi lebih produktif menulis cerpen. Cerpen yang terbit berikutnya masuk ke dalam majalah-majalah remaja saat itu, seperti majalah Kawanku, Hai, dan Gadis. Cukup banyak cerpennya yang dimuat dan nama Leila S. Chudori menjadi sangat akrab bagi pembacanya. Selain cerpen, ia juga menulis cerita bersambung (cerber). Pada saat masih remaja, Leila sudah menghasilkan beberapa buku kumpulan cerpen, seperti Sebuah Kejutan, Empat Pemuda Kecil, dan Seputih Hati Andra.
2. Buku-bukunya Sukses Diterjemahkan ke Berbagai Bahasa Asing
Tidak hanya dihormati dan dikenal oleh masyarakat Indonesia saja, tetapi karya-karya Leila S. Chudori telah melanglang buana ke luar negeri melalui karya yang telah diterjemahkan. Novel Pulang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris (HOME), Prancis (RETOUR), Belanda (NAAR HUIS), Jerman (PULANG, Heimkehr nach Jakarta) dan Italia (Ritorno a Casa). Novel ini memenangkan Prosa Terbaik Khatulistiwa Award 2013 dan dinyatakan sebagai satu dari “75 Notable Translations of 2016 oleh World Literature Today”.
Sedangkan Laut Bercerita diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh John H.McGlynn menjadi The Sea Speaks His Name. Buku Malam Terakhir juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Die Letzte Nacht oleh Horlemann Verlag.
Karya tulis yang sudah pernah dibuat oleh Leila bukan hanya dipublikasikan di surat kabar atau majalah saja, tetapi juga dipublikasikan dalam jurnal sastra luar negeri. Misalnya, pada jurnal sastra Solidarity (Filipina), Menagerie (Indonesia), dan juga Tenggara (Malaysia). Bahkan, salah satu karya Leila S. Chudori juga pernah dibahas oleh seorang kritikus sastra, Tinneke Hellwig, dengan judul “Leila S, Chudori and Women in Contemporary Fiction Writing” dalam jurnal sastra Tenggara.
3. Bakat Menulis yang Diturunkan dari Sang Ayah
Leila S. Chudori merupakan anak dari seorang wartawan Antara dan The Jakarta Post, yaitu Mohammad Chudori. Bakat sang ayah dalam karya tulis pun turun kepada Leila S. Chudori dan juga beberapa kata-kata sang ayah pun dijadikan sebagai pedoman hidup oleh penulis “Laut Bercerita” itu. Selain terinspirasi dari sang ayah, kemampuan menulis Leila S. Chudori juga terus diasah dan ia juga senang membaca karya-karya dari penulis ternama, seperti Franz Kafka hingga Dostoyewsky.
Buku-Buku Leila S. Chudori
1. Malam Terakhir
Kumpulan cerpen Malam Terakhir berisi sembilan buah cerpen, yang masing-masing berjudul, “Paris”, “Adila”, “Air Suci Sita", “Sehelai Pakaian Hitam”, “Untuk Bapak”, “Keats”, “Ilona”, “Sepasang Mata Menatap Rain”, dan “Malam Terakhir.
Menurut H.B. Jassin, buku Malam Terakhir itu banyak memuat idiom dan metafora baru, di samping pandangan falsafi yang baru, karena cara pengungkapannya yang baru. Sekalipun bermain dalam khayalan, lukisan-lukisannya sangat kasat mata. Buku Malam Terakhir juga sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Die Letzte Nacht oleh Horlemann Verlag.
2. Nadira
Di sebuah pagi yang murung, Nadira Suwandi menemukan ibunya tewas bunuh diri. Kematian sang ibu, Kemala Yunus, seorang perempuan yang dikenal sangat ekspresif, berpikiran bebas, dan selalu bertarung mencari diri itu, sungguh mengejutkan.
Tewasnya Kemala kemudian mempengaruhi kehidupan Nadira sebagai seorang anak (“Melukis Langit”); seorang wartawan (“Tasbih”); seorang kekasih (“Ciuman Terpanjang”); seorang istri, hingga akhirnya membawa Nadira kepada sebuah penjelajahan ke dunia baru, dunia seksualitas yang tak pernah disentuhnya (“Kirana”).
Dalam dua cerita baru kumpulan ini, “Sebelum Matahari Mengetuk Pagi” dan “Dari New York ke Legian”, kita semakin masuk ke dalam dunia batin Nadira.
3. Pulang
Novel Pulang adalah kisah dua generasi—Dimas Suryo dan putrinya, Lintang Utara—yang bersama-sama menetap di Paris, Prancis. Seperti ribuan warga Indonesia lain yang terjebak di berbagai negara dengan status stateless, keluarga Dimas Suryo tak pernah bisa pulang ke Indonesia karena paspor mereka dicabut dan kehidupan mereka terancam.
Pada tahun 1998, Lintang Utara akhirnya berhasil menyentuh tanah air. Dia datang untuk mereka pengalaman keluarga korban Tragedi 1965 sebagai tugas akhir kuliahnya. Apa yang terkuak oleh Lintang bukan sekadar masa lalu ayahnya, tetapi juga bagaimana sejarah paling berdarah di Indonesia berkaitan dengan Dimas Suryo dan kawan-kawannya.
Pulang adalah novel pertama dalam trilogi kisah 1965, yang bercerita tentang drama keluarga, persahabatan, cinta, dan pengkhianatan berlatar belakang tiga peristiwa bersejarah: Indonesia 30 September 1965, Prancis Mei 1968, dan Indonesia Mei 1998.
4. Laut Bercerita
Buku ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama mengambil sudut pandang seorang mahasiswa aktivis bernama Laut, menceritakan bagaimana Laut dan kawan-kawannya menyusun rencana, berpindah-pindah dalam pelarian, hingga tertangkap oleh pasukan rahasia. Sedangkan bagian kedua dikisahkan oleh Asmara, adik Laut.
Bagian kedua mewakili perasaan keluarga korban penghilangan paksa, bagaimana pencarian mereka terhadap kerabat mereka yang tak pernah kembali. Buku ini ditulis sebagai bentuk tribute bagi para aktivis yang diculik, yang kembali, dan yang tak kembali dan keluarga yang terus menerus sampai sekarang mencari-cari jawaban.
Novel ini merupakan perwujudan dalam bentuk fiksi bahwa kita sebagai bangsa Indonesia tidak boleh melupakan sejarah yang telah membentuk sekaligus menjadi tumpuan bangsa Ini. Novel ini juga mengajak pembaca menguak misteri-misteri bangsa ini yang mana tidak diajarkan di sekolah. Walaupun novel ini adalah fiksi, Laut Bercerita menunjukkan kepada pembaca bahwa negeri ini pernah memasuki masa pemerintahan yang kelam.
5. Namaku Alam
Inilah yang kubayangkan detik-detik terakhir Bapak: 18 Mei 1970. Hari gelap. Langit berwarna hitam dengan garis ungu. Bulan bersembunyi di balik ranting pohon randu. Sekumpulan burung nasar bertengger di pagar kawat. Mereka mencium aroma manusia yang nyaris jadi mayat bercampur bau mesiu. Terdengar lolongan anjing berkepanjangan.
Empat orang berbaris rapi, masing-masing berdiri dengan senapan yang diarahkan kepada Bapak. Hanya satu senapan berisi peluru mematikan. Selebihnya, peluru karet. Tak satu pun di antara keempat lelaki itu tahu siapa yang kelak menghentikan hidup Bapak. Pada usianya yang ke-33 tahun, Segara Alam menjenguk kembali masa kecilnya hingga dewasa.
Semua peristiwa tertanam dengan kuat. Karena memiliki photographic memory, Alam ingat pertama kali dia ditodong senapan oleh seorang lelaki dewasa ketika masih berusia tiga tahun; pertama kali sepupunya mencercanya sebagai anak ‘pengkhianat negara’; pertama kali Alam berkelahi dengan seorang anak pengusaha besar yang menguasai sekolah; dan pertama kali dia jatuh cinta.
Hayo, karya-karya Leila S. Chudori yang mana aja, nih, yang sudah kamu punya? Atau... kamu belum pernah punya sama sekali? 🙀 Wah, kalau gak punya, berarti kamu bukan book lovers sejati, Grameds! Karena sudah terbukti di mata sastrawan Indonesia maupun di mata dunia, bahwa karya-karya Leila itu juara banget! Tapi tenang, kalau kamu belum punya, di Gramedia ada banyak koleksi buku Leila S. Chudori! ✌🏻
Pas banget juga, nih! Kamu gak perlu khawatir dengan harga yang mahal soalnya spesial di 11.11 ini, belanja jadi makin hemat di Gramedia.com karena ada flash sale diskon hingga 30% untuk buku pilihan terbaik! Promonya cuma sampai 14 November 2024 alias hari iniii! 😨 Yuk, buruan check out sekarang, Grameds!
Header: Instagram @leilachudori
Referensi: Gramedia.com
Penulis: Btari Najwa Naila