Menggali Jiwa Lewat Narasi: 6 Buku yang Cocok untuk Teman Kontemplasi
Grameds, kamu tahu? Membaca terkadang bukan sekadar menambah wawasan atau menghibur kita dengan isi buku dan ceritanya, melainkan juga sebagai teman yang membantu kita menyembuhkan diri saat terluka maupun sedih.
Buku-buku ini mungkin memang tidak mengandung pengetahuan berupa fakta dunia ataupun kisah fiksi romantis seperti buku-buku pada umumnya, namun dari buku-buku ini kita bisa merenungkan diri dan berelaksasi dari kehidupan yang berat dan melelahkan.
Buku-buku ini adalah buku kontemplasi yang diciptakan untuk menggugah perasaan kita untuk memikirkan kehidupan, hubungan, dan emosi dengan cara yang mendalam. Mari kita menyelami kumpulan tulisan yang bisa menjadi teman kita berkontemplasi dan membantu menyembuhkan diri.
Rekomendasi 5 Buku Kontemplasi
Duduk Dulu, Jangan Lupa Jadi Manusia
Jangan sampai terbiasa dengar kata orang jadi lupa caranya mendengar diri sendiri.
Hidup yang serba cepat dan menuntut untuk menjadi sempurna membuat kita cenderung melupakan momen untuk untuk berdiam dan istirahat sejenak, dan mengingat bahwa kita hanya manusia yang penuh dengan ketidaksempurnaan.
Buku Duduk Dulu, Jangan Lupa Jadi Manusia ditulis untuk mengingatkan kita supaya tidak lupa pada kodratnya sebagai manusia. Seorang manusia yang tak luput dari kesalahan, penyesalan, keangkuhan, dan sikap buruk lainnya. Mengigatkan kita agar tak hanya pulang dengan kesalahan, melainkan menjadikan kesalahan itu sebagai teman untuk kita tumbuh.
Buku yang ditulis dengan bahasa sederhana, serta diksi yang ringan, membuat pesan yang disampaikan mudah untuk dipahami dan dimengerti. Rangkaian kata dan kalimat berisi emosi dan kata hati penulis yang juga tentu dirasakan oleh banyak orang. Setiap katanya memiliki kekuatan yang bisa membantu kita untuk berelaksasi sekaligus mengisi ulang energi kita.
Alih-alih meletakkan harapan di atas segala sesuatu yang sudah terjadi, kau justru terjebak dalam berbagai ekspektasi yang semakin menyiksa diri sendiri.
Tarik napas, duduk dulu. Mari kita bercerita, pelan-pelan agar napas dan harapanmu tidak terus terburu-buru.
Kamu Gak Sendiri: Kamu Lagi Terbentuk
Semakin banyak hal yang kita cintai dari isi diri, semakin banyak hal yang mampu membahagiakan.
Kehidupan yang sekarang tak jarang membuat kita harus berupaya keras untuk menjadi "baik-baik" saja. Namun, di dalam kepala, kita tahu dengan baik jika banyak hal dalam hidup yang tidak selalu terasa baik. Sayangnya emosi dan pengalaman yang telah kita lalui tanpa sadar menjadi 'terabaikan', sehingga terkadang berbagai rasa dan pengalaman itu berpadu dalam tangis yang secara tiba-tiba.
Buku ini merupakan sebuah tulisan yang didasarkan pada pengalaman penulis saat menghadapi kecemasan, perundungan, sampai serangan kepanikan. Penulis menuliskan segala perasaannya, emosi (marah, cemas, sedih berlebihan, kecewa, terlalu sensitif) yang berusaha ia tolak, namun pada akhirnya berhasil mengolah dan menjadikan emosi-emosi itu sebagai wadah untuk lebih mengenal diri sendiri.
Melalui buku Kamu Gak Sendiri: Kamu Lagi Terbentuk, penulis mengajak kita untuk tidak merasa sendirian; dengan emosi-emosi yang kadang begitu sukar ditangani.
Sebab, di luar sana ada banyak orang yang juga merasakan hal yang sama; kesepian, perasaan bersalah, hingga depresi yang kadang disembunyikan. Ada beragam pembahasan tentang kesehatan mental yang dikemas dengan apa adanya— semuanya tulisannya mengajak kita untuk lebih aware tentang pentingnya kesehatan mental dan bagaimana kita harus menghadapinya.
Kau Sedang Terbentuk
Terberkatilah mereka yang menderita, yang jatuh, karena ia belajar terbangun. Darinya, terbentuk dasar-dasar berjalan. Dipahatnya pondasi berdiri, di atas kakinya sendiri. Terberkatilah mereka yang berhasil melepas, karena telah menghormati semua yang pernah terjadi.
Darinya, tumbuhlah keleluasaan dan keterbukaan untuk tumbuh sesuai tuju. Untuk diri dan seisinya; yang dalamnya ialah kehidupan itu sendiri, tak pernah selesai dijelajahi.
Sebetulnya, aku tidak tahu apa yang perlu aku katakan di sini. Tapi, aku tahu kau punya penderitaan yang tidak kau perlihatkan. Aku mengerti, pada masa-masa tertentu itu kau ingin menyembunyikan dirimu sendiri dari sekitar. Kau tidak perlu malu. Kau tidak aneh. Kadang, itulah yang diperlukan ketika kau sedang terbentuk, dinding kepalamu seperti dipukuli rangkaian kejadian yang membuatmu mempertanyakan banyak hal, untuk menciptakan susunan aksi yang akan kau jalani selanjutnya.
Aku harap, kau punya kesabaran membentuk hidup yang kau kehendaki, membangun diri yang akan kau hidupi.
Buku yang berisi tulisan indah ini merupakan salah satu buku yang bisa menjadi teman tumbuh untuk diri kita. Kau Sedang Terbentuk membantu untuk melihat kekurangan dan kesalahan kita sebagai proses dari tumbuhnya versi terbaik diri kita.
Saddha
Kita adalah sebuah cerita, yang berharap tidak pernah selesai, namun dipaksa berakhir.
Seperti sewajarnya buku tentang menyembuhkan diri, buku ini juga berisi tulisan yang mampu menentramkan, menasehati serta menemani semua kegundahan, luka, rasa sakit yang sedang kita hadapi.
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat puitis, membuat kita harus menghayati tiap untaian kata-katanya agar maknanya mampu meresap ke dalam jiwa terdalam.
Tulisan dalam buku Saddha seperti diciptakan untuk menghipnotis kita agar belajar ikhlas, merelakan, dan move on dari semua hal yang tidak seharusnya kita pikirkan.
Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, membaca buku Saddha layaknya menikmati sebuah buku harian indah yang berisi curahan hati tentang perjalanan cinta seorang.
Kalau kamu sedang mencari buku yang tepat untuk berkontemplasi, suguhan karya melankolis ini sangat tepat untuk dijadikan pilihan.
Unfinished Goodbye: Ternyata Kita Belum Seselesai Itu
Aku kira, aku orang yang selalu berusaha melihat sisi baik dalam diri orang lain. Namun, ternyata aku tidak sesuci itu. Aku hanya terlatih menerima sisi monster orang lain hingga batas yang tidak masuk akal. Hanya karena aku membiarkan sisi gelap itu dilemparkan kepadaku, tidak berarti mereka akan pulih. Dan tidak berarti juga aku akan semakin kuat.
Barangkali aku terlalu mengusahakan orang-orang di sekitarku baik-baik saja, sampai aku sendiri yang tidak baik-baik saja.
Barangkali selain doa, cara kita terhubung dengan yang tak lagi terjangkau oleh pelukan, melalui luka yang sengaja diawetkan. Dari sisa-sisa kehilangan dan jejak-jejak kepergian.
Barangkali, seseorang yang bisa melihat apa yang ada di kedalaman, sadar bahwa ia telah jauh dari permukaan. Namun, ia yang tak bisa lagi melihat dirinya sendiri, berarti tersesat di kedalamannya sendiri.
Luka terhebat, kerap lahir dari satu harapan cacat. Memaksa manusia menjadi obat.
6. The Art of Letting Go
Apakah Grameds sedang bergulat dengan kemarahan, penyesalan, atau kebencian? Mungkin juga merasa kelelahan emosional, stres, dan kehilangan semangat akibat kenangan yang menyakitkan? Tidak jarang kita tanpa sadar memegang erat sesuatu yang justru membawa penderitaan. Buku The Art of Letting Go: Seni untuk Melepaskan hadir sebagai solusi untuk Grameds yang ingin terbebas dari belenggu emosi dan menemukan kebebasan yang sesungguhnya.
Dalam buku ini, Grameds akan menemukan penjelasan mengenai 20 hal yang sering dipertahankan oleh banyak orang meski justru menjadi sumber kesengsaraan. Buku ini juga membahas mengapa sulit melepaskan pikiran negatif, cara membungkam kritik diri dan narasi menyakitkan, hingga bagaimana kecenderungan mengidealkan masa lalu dapat memperparah rasa sakit emosional di masa kini. Jika Grameds ingin menghentikan siklus rasa sakit dan memulai perjalanan menuju kebebasan emosional, buku ini adalah panduan yang tepat
Buku-buku di atas mengajak kita untuk sejenak berhenti dan merenung, menelaah perasaan serta makna yang mungkin selama ini terlewatkan begitu saja. Melalui cerita-cerita sederhana namun penuh makna, kumpulan buku di atas mengingatkan kita tentang pentingnya melihat ke dalam diri sendiri dan menemukan pelajaran di setiap pengalaman hidup. Entah itu kesalahan, kekurangan, maupun kegagalan.
Di tengah hiruk pikuk sebagai manusia, membaca buku bisa menjadi salah satu cara untuk kita kembali terhubung dengan diri kita—menghargai momen, memaknai perjalanan, dan menjalani hidup dengan lebih sadar. Mari jadikan buku sebagai teman untuk kita berkontemplasi dan menemukan perspektif baru yang lebih mendalam.
Kamu sudah bisa mendapatkan The Art of Letting Go: Seni untuk Melepaskan dengan special offer eksklusif dari Gramedia.com dari 11 Desember sampai 20 Desember 2024 hanya dengan membayar Rp66.750! Yuk, lepaskan belenggu pikiran negatif yang memperparah rasa sakit emosional kita dengan buku ini. 🕊️
Header: pexels.com