(REVIEW BUKU) Rich People Problems: Ending Trilogi yang Manis
Ketika ditanya kekasihnya, Charlie Wu, Astrid Leong punya analogi pilihannya sendiri untuk menggambarkan apa yang terjadi di buku ketiga seri Crazy Rich Asians, Rich People Problems: “Seperti Game of Thrones. Adegan Red Wedding,” katanya.
Di serial Game of Thrones saling khianat dan saling bunuh bisa terjadi dalam keluarga. Yang dimaksud Red Wedding adalah perayaan pernikahan yang berakhir dengan pembantaian berdarah.
Meski berlebihan, analoginya tak salah. Di buku pamungkas yang mengisahkan keluarga super kaya di Asia ini, sang pengarang Kevin Kwan menggambarkan para anggota keluarga Young memperebutkan warisan yang ditinggalkan wanita yang mereka tuakan, Shang Su Yi.
Rich People Problems dibuka dengan kabar Su Yi kena serangan jantung. Semua orang merasa sisa hidup perempuan berusia 96 tahun itu takkan lama lagi. Maka, anak-anak, menantu, beserta cucu-cucunya dari Hong Kong, Bangkok, hingga Australia berdatangan.
Eleanor juga menelepon putranya, Nicholas Young yang sudah beristrikan Rachel Chu di New York untuk pulang ke Singapura.
Nick, salah satu cucu Su Yi. Hubungan Nick dengan nenek renggang saat sang cucu lebih memilih Rachel ketimbang tinggal di Singapura.
Tujuan keluarga besar berkumpul cuma satu: menemani Su Yi yang tinggal menunggu waktu, kemudian mendengar apa isi surat wasiatnya. Mereka ingin tahu siapa dapat apa dan berapa banyak.
Dan terutama, siapa yang diwarisi Tyersall Park, rumah asri nan luas dan mewah yang ditinggali Su Yi, Eleanor, dan Nick sampai ia kepincut Rachel di Amerika. Rumah itu tak hanya properti termahal dan paling eksklusif di Singapura, namun juga punya nilai sejarah.
Dari Cinderella, ke Putri Salju, ke Game of Thrones
Fokus penceritaan trilogi Crazy Rich Asians kian berkembang dari buku kesatu, kedua, dan ketiga. Di buku pertama, kita disuguhi cerita ala Cinderella. Kita bisa menyamakan Rachel yang rakyat jelata bertemu Pangeran lalu dipersunting. Konfliknya, keluarga pangeran dari kasta bangsawan tak menerima gadis jelata.
Di buku kedua, Cinderella ini ternyata berasal dari keluarga bangsawan juga. Namun kehadirannya membuat dunia para bangsawan terusik. Maka ia harus disingkirkan, persis seperti ketika Putri Salju diminta makan apel beracun. Untunglah rencana jahat itu gagal.
Nah, jika buku pertama bisa dicari akarnya hingga ke dongeng Cinderella dan buku kedua mengambil tema serupa kisah Putri Salju, maka yang ketiga adalah Game of Thrones, minus adegan vulgar dan kekerasan.
Kita bisa menyamakan keluarga besar Young dari berbagai Negara yang berdatangan ke Singapura adalah Great Houses. Mereka saling bersaing untuk mendapat singgasana Iron Thrones, yang di novel ini tak lain adalah Tyersall Park.
Nick, sang cucu favorit Su Yi, pernah digadang-gadang yang bakal mewarisi Tyersall Park. Namun Su Yi tak merestui hubungan Nick dengan Rachel. Semua orang percaya nama Nick telah dicoret sebagai pewaris Tyersall Park.
Bobot cerita Rich People Problems
Namun, buku ketiga ini tak hanya berkisah saling sikut soal harta warisan, terutama Eddie Cheng yang begitu berambisi dapat bagian paling banyak. Dengan kepiawaian seorang pencerita ulung, Kevin Kwan menyusuri masa lalu Su Yi dan rumah Tyersall Park yang penuh warna.
Bagian cerita masa lalu Su Yi dan suaminya ketika masa Perang Dunia II adalah bagian paling menarik dari buku ketiga ini. Bagian ini memberi bobot cerita yang tak ada di dua buku sebelumnya, keluarga super kaya yang kita nikmati ceritanya itu tak dibangun dalam satu hari.
Mereka juga tak selalu hedonis mendewakan kenikmatan hidup. Di masa Perang Dunia II saat Jepang mendarat di Singapura peran Tyersall Park penting.
Kendati begitu, tak seru bila seri Crazy Rich Asians tak punya bumbu-bumbu soal kelakuan orang-orang super kaya yang bikin geleng kepala.
Di awal buku misalnya, kita langsung disuguhi begini: sebuah pesawat yang tengah terbang ke Australia disuruh balik ke Singapura, karena dokter pribadi Su Yi yang ada di pesawat itu harus segera merawat si nenek yang kena serangan jantung. Belum lagi soal polah Kitty Pong atau Colette Bing yang juga kembali muncul di sini.
Sungguh, tanpa mereka berdua (plus Eddie Cheng), Rich People Problems hanya jadi novel serius yang bikin dahi mengkerut. Tambahan lagi, kisah cinta Astrid Leong dan Charlie Wu yang penuh cobaan akibat masing-masing mantan mereka tak rela, membuat kisah ini tetap punya kelezatan ala cerita tabloid.
Ini bukan merendahkan. Justru ini membuktikan Rich People Problems sebuah cerita yang komplet, penyuka cerita drama sejarah maupun yang suka detil kehidupan orang-orang super kaya terpuaskan.
Yang melegakan juga, Kevin Kwan memberi akhir yang manis bagi semua orang. Tidak hanya Rachel Chu dan Nick Young, tapi juga yang lain.
Termasuk Peik Lin, sahabat Rachel di Singapura serta pasangan Araminta dan Colin Khoo. Ia membawa semua karakter kesayangan kita berkumpul di Tyersall Park yang telah dipermak. Semua pun berakhir manis.
Penasaran ingin baca bukunya? Temukan karya-karya Kevin Kwan lainnya di Gramedia.com.
Header image source: The Jakarta Post