Jenis-Jenis Puisi Lama – Dalam materi mata pelajaran Bahasa Indonesia, pasti sering membahas mengenai puisi. Puisi adalah salah satu jenis karya sastra yang diminati oleh banyak orang. Karya sastra puisi tersebut telah berkembang dari zaman dahulu hingga sekarang.
Maka dari itu, terdapat puisi lama dan puisi baru. Puisi lama umumnya diciptakan oleh nenek moyang untuk tujuan hiburan dan pasti mengandung nasihat bagi pembaca sekaligus pendengarnya. Puisi lama atau dapat juga disebut sebagai puisi rakyat tentu saja memiliki perbedaan dengan puisi baru.
Lalu, apa saja ya jenis-jenis dari puisi lama itu? Bagaimana perbedaan dari puisi lama dengan puisi baru?
Yuk simak penjelasan mengenai puisi lama berikut ini!
Daftar Isi
Pengertian Puisi Lama
Puisi lama adalah jenis dari karya sastra puisi yang diciptakan oleh nenek moyang sejak zaman dahulu. Dalam puisi lama biasanya terikat pada baris, bait, rima, irama, dan belum terpengaruh oleh budaya asing.
Maka dari itu, penciptaan puisi lama akan terikat oleh berbagai aturan. Aturan-aturan tersebut adalah:
- Terdapat persajakan atau rima. Rima adalah pengulangan bunyi yang terdapat dalam larik sajak.
- Jumlah kata dalam 1 baris.
- Jumlah baris dalam 1 bait. Bait adalah satu kesatuan puisi yang terdiri atas beberapa baris.
- Banyak suku kata dalam setiap barisnya.
- Adanya irama (pergantian kesatuan bunyi).
Penciptaan puisi lama biasanya dipengaruhi oleh adanya tradisi keagamaan dan kebudayaan tertentu. Sama halnya dengan karya sastra lain, puisi lama juga memuat pesan-pesan kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca atau pendengarnya.
Ciri-Ciri Puisi Lama
- Anonim (tidak diketahui siapa pengarangnya)
- Disampaikan dari mulut ke mulut (sastra lisan)
- Terikat adanya aturan, mulai dari jumlah baris dalam setiap bait, jumlah suku kata, hingga rima
- Gaya bahasanya tetap (statis) dan klise
- Isinya fantastis dan bertema istana sentris
Jenis Puisi Lama
1. Pantun
Grameds pasti tahu apa itu pantun! Dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, biasanya kita akan mendapatkan materi mengenai pantun dan penugasan membuat sebuah pantun dengan tema tertentu.
Pantun adalah puisi lama yang mempunyai sajak a-b-a-b pada baitnya. Setiap bait terdiri atas 4 baris dengan setiap barisnya terdiri dari 8-12 suku kata. Pada 2 baris awal disebut dengan sampiran, sementara pada 2 baris akhir adalah isi.
Jenis puisi lama tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dengan sebutan yang berbeda-beda. Di Jawa, masyarakat menyebutnya dengan parikan. Di Sunda, masyarakat menyebutnya dengan susualan. Sementara di Aceh, masyarakat menyebutnya dengan Rejong.
Pantun dapat dikategorikan berdasarkan isinya, misalnya pantun anak-anak, pantun agama atau pantun nasihat, pantun jenaka, dan pantun muda-mudi. Nah, berikut adalah contoh dari pantun.
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Lebih baik membaca sajak (b)
2. Syair
Kata “syair” ini berasal dari bahasa Arab, yakni “Syi’ir” yang berarti “perasaan yang menyadari”, kemudian berkembang menjadi “Syi’ru” yang berarti “puisi dalam pengetahuan umum”.
Jenis puisi lama ini berasal dari Persia yang kemudian dibawa ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Namun, seiring perkembangan, syair berubah menjadi sastra klasik Melayu, yang saat ini tengah mendekati kepunahan.
Dalam sebuah syair, biasanya menggunakan sajak a-a-a-a dan berisikan mengenai nasihat atau cerita seorang tokoh besar. Syair biasanya diawali dengan beberapa kata yang klise, misalnya “Pada zaman dahulu kala…”, ”Tersebutlah sebuah cerita mengenai negeri yang aman sentosa…”, dan lain-lain.
3. Gurindam
Gurindam adalah jenis puisi lama yang pertama kali dibawa oleh orang Hindu sekaligus mendapat pengaruh dari sastra Hindu, kira-kira pada tahun 100 Masehi. Gurindam adalah salah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri atas dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama (a-a-a-a). Sama halnya dengan jenis puisi lama lainnya, gurindam juga berisikan mengenai nasihat bagi pembaca atau pendengarnya.
Contoh gurindam:
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang (b)
Bagai rumah tiada bertiang (b)
Jika suami tidak berhati lurus (c)
Istri pun kelak akan kurus (c)
4. Karmina
Karmina dapat disebut juga sebagai pantun kilat karena kurang lebih sama dengan pantun, tetapi lebih pendek. Karmina hanya mempunyai dua baris saja dan bersajak a-a. Baris pertama disebut dengan sampiran, dan baris kedua disebut dengan isi. Sebuah karmina memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Bersajak a-a, a-b
- Mengisahkan seorang pahlawan (epik)
- Mengandung dua hal yang bertentangan, yaitu rayuan dan perintah.
Contoh karmina:
Sebab pulut santan binasa
Sebab mulut badan binasa
5. Talibun
Talibun merupakan pantun yang dalam setiap baitnya, terdiri atas jumlah baris yang genap, misalnya 6,8, atau 10 baris. Dalam sebuah talibun, terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
- Jumlah baris harus lebih dari 4 baris dan genap, misalnya 6, 8, atau 10 baris dalam setiap bait.
- Jika satu bait terdiri atas 6 baris, maka tiga baris awal adalah sampiran dan tiga baris akhir adalah isi.
- Apabila satu bait terdiri atas 6 baris, maka sajaknya adalah a-b-c-a-b-c
- Apabila satu bait terdiri atas 8 baris, maka sajaknya adalah a-b-c-d-a-b-c-d
Contoh talibun:
Kalau anak pergi ke pekan (a)
Yu beli belanak pun beli sampiran (b)
Ikan panjang beli dahulu (c)
Kalau anak pergi berjalan (a)
Ibu cari sanak pun cari isi (b)
Induk semang cari dahulu (c)
6. Seloka
Seloka adalah salah satu jenis puisi lama yang hampir sama dengan pantun dan disebut juga dengan pantun berkait. Pada baitnya akan terdapat keterkaitan. Misalnya pada baris kedua bait pertama menjadi baris pertama bait kedua dan baris keempat bait pertama menjadi baris ketiga bait kedua. Meskipun begitu, akhiran bunyi atau rima haruslah sama.
Contoh seloka:
Lurus jalan ke Payakumbuh
Kayu jati bertimbal jalan
Dimana hati tak akan rusuh
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan
Kemana untuk diserahkan
7. Mantra
Mantra adalah salah satu karya sastra Melayu yang isinya dianggap memiliki kekuatan gaib. Kekuatan gaib ini disebut-sebut dapat menyembuhkan penyakit atau mendatangkan celaka bagi seseorang. Maka dari itu, untuk masyarakat Melayu, keberadaan mantra ini tidak hanya sekadar karya sastra saja tetapi juga berkaitan dengan adat kepercayaan.
Mantra dapat juga disebut sebagai doa sakral yang mengandung kekuatan gaib dan dimanfaatkan sebagai sarana untuk mempermudah dalam meraih sesuatu dengan jalan pintas. Meskipun begitu, mantra sejatinya adalah karya sastra lisan yang diciptakan oleh nenek moyang dan telah menjadi budaya Nusantara.
Sebuah mantra umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut,
- Mempunyai rima a-b-c-a-b-c, a-b-c-d-a-b-c-d, a-b-c-d-e a-b-c-d-e
- Bersifat lisan
- Diyakini memiliki kekuatan sakti atau magis
- Terdapat perulangan
- Memiliki majas metafora
- Bersifat esoferik (bahasa khusus antara pembicara dengan lawan bicara)
- Misterius
- Lebih bebas dibandingkan puisi lama lainnya dalam suku kata, baris, dan sajak
Contoh mantra:
Assalamualaikum putri satulung bersar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
Kaidah Kebahasaan dalam Puisi Lama
Dalam kaidah kebahasaan yang terdapat pada puisi lama umumnya adalah mengandung majas atau bahasa kiasan. Penggunaan majas ini diyakini dapat membuat baris dan bait dalam puisi lama menjadi lebih “hidup” dan merangsang pembaca. Jenis bahasa kiasan yang digunakan ada berbagai macam, yakni
- Metafora
- Alegori
- Perumpamaan
- Personifikasi
- Sinekdok
- Metonimia
- Perumpamaan epos
- Simile
Selain itu, dalam puisi lama sering menggunakan pilihan kata yang menciptakan efek estetis atau keindahan. Maka dari itu, pilihan kata dan rangkaian kata yang bergaya menjadi unsur penting dalam penciptaan sebuah puisi lama.
Nah, itulah jenis, pengertian, ciri, contoh, dan kaidah kebahasan dari puisi lama. Sebagai generasi muda yang hidup di era digital seperti ini tidak lantas membuat kita melupakan keberadaan puisi lama. Justru, kita harus melestarikan keberadaan puisi lama sebagai karya sastra peninggalan nenek moyang karena mengandung banyak makna serta nasihat bagi kehidupan sehari-hari.
Sumber:
Akmal. (2015). Kebudayaan Melayu Riau (Pantun, Syair, Gurindam). Jurnal RISALAH, Vol 26 (4).
Humaeni, Ayatullah. (2014). Kepercayaan Kepada Kekuatan Gaib Dalam Mantra Masyarakat Muslim Banten. El Harakah, Vol 16(1).